"Kerinduan yang abadi dan tidak pernah sampai ke pemiliknya adalah, rindu kepada sosok ayah yang sudah tenang di surga."
~Lethaa_
Setelah kejadian dimana Arletha ditampar oleh bundanya, Arletha langsung saja pergi ke TPU. Dan disinilah ia sekarang. Disamping makam ayahnya. Ia tersenyum sendu saat melihat batu nisan yang bertuliskan 'Putra Sanjaya.' Perlahan tapi pasti tangannya mengelus lembut batu nisan ayahnya. Matanya mulai memanas bersamaan dengan dadanya yang mulai terasa sesak.
"Assalamualaikum ayah," salam Arletha sambil tersenyum getir.
"Putri ayah datang nih, ayah kangen gak? Maafin Letha yah, Letha baru ziarah sekarang ke makam ayah," lirih nya pelan dengan air mata yang mulai mengalir membasahi pipi mulusnya.
"Yah ... Letha kangen sama ayah."
"Yah ... Emang bener ya kalau aku itu cuman anak pembawa sial?" Tanya Arletha pelan sambil mulai terisak.
"Ma-maafin Letha yah. Hiks ..."
"Kenapa waktu itu ayah yang pergi duluan? Kenapa enggak Letha aja yah? Kenapa? Hiks ... Se-setidaknya jika waktu itu Letha yang pergi duluan, bunda gak bakalan benci sama Letha, hiks."
"Le-letha gak mau terus-terusan dibenci sama bunda yah. Letha gak tahan hiks ..."
"Yah? Apa benar, aku yang menjadi alasan dari kematian ayah? Ke-kenapa hiks aku selalu dituduh sama bunda yah? Hiks."
"Yah ... Gimana caranya biar bunda gak benci sama Letha lagi yah? Apa Le-letha hiks ha-harus ma-mati dulu, yah?"
"Yah, tau gak? Tadi aku ditampar loh yah sama bunda. Tapi, ayah tenang aja gak usah khawatir. Aku gak papa kok yah."
"A-ayah tau gak? Kadang aku iri yah sama Alita. Karena, cuman dia yang bisa mendapatkan seluruh kasih sayang dari bunda, sedangkan aku tidak."
"Ayah, kenapa aku suka iri saat melihat keluarga yang terlihat bahagia diluaran sana? Kenapa yah? Hiks ... A-apa aku salah jika aku ingin merasakan nya juga? Ke-kenapa hiks dunia begitu tidak adil kepadaku yah? Ke-kenapa hiks ..."
"A-ayah hiks ..." Arletha menangis sejadi-jadinya disamping makam ayahnya sambil memeluk erat batu nisan ayahnya.
"Letha cape hiks ..." Lirih Arletha disela-sela pelukannya.
"Apa Letha gak berhak untuk bahagia, yah? Ke-kenapa hidup Letha jadi suram yah, hiks ..."
"Le-letha rindu sama ayah hiks ... Rindu hiks tawa ayah, rindu nasihat ayah, rindu tawa ayah, rindu canda ayah. Le-letha hiks rindu semua tentang ayah."
"Yah, Letha boleh minta sesuatu gak? Le-letha cuman ingin entar malam a-ayah hadir dimimpi Letha. Le-letha cuman ingin hiks melihat ayah. Letha hiks kangen sama ayah."
"Yah, Letha mau pulang. Boleh kan? Kayaknya sebentar lagi bakalan hujan deh, yah. Soalnya langit juga udah mendung," tutur Arletha sambil menengadahkan kepalanya melihat langit yang mulai mendung seperti suasana hatinya sekarang.
"Yaudah, kalau gitu Letha pamit pulang dulu yah. Dan, jangan lupa entar malam mampir dimimpi aku ya, yah? Assalamualaikum ayah," pamit Arletha sambil berjalan menuju ke tempat dimana ia memarkirkan mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arletha
Jugendliteratur"Jika hidup itu ibarat buku, kamu mungkin akan kesulitan untuk menulis bab 'broken home'. Sebab, kamu kehilangan satu atau dua tokoh utamanya yaitu orangtua, tetapi kamu harus tetap melanjutkan ceritanya." ~Arletha Aghnata Sanjaya "...