Be Friend

151 48 9
                                        

Hari pun berganti. Seperti hari-hari sebelumnya, sepulang sekolah aku dan Kwan pasti akan mampir ke toko ayam untuk makan malam, lalu ia akan mengantarku pulang sampai rumah. Hari ini kami mendapatkan waktu pulang lebih cepat sebab guru-guru mengadakan rapat untuk persiapan olimpiade olahraga yang akan dilaksanakan dua bulan kedepan. 

"Hari ini kita akan ke toko ayam lagi tidak?" Tanyanya semangat. "Aku bosan, bagaimana kalau ke restoran Sushi?" Usulku dengan tangan yang terus bergerak merapihkan buku pelajaran ke dalam tas. Omong-omong semenjak aku dekat dengan Kwan, Jin Dalmi dengan kawanannya tidak lagi menggangguku. Mereka seperti melupakanku begitu saja, syukurlah.

"Baiklah, sesuai keinginanmu Tuan Puteri." Ucapnya dengan tawa. "Ya! kau mau mati ya?", "Hahah kenapa kau marah? kau memang seperti tuan puteri kok." Aku tersenyum malu, dan kembali aku merasakan wajahku memanas. "Oh, lihat! kau memerah, uuh menggemaskan sekali!!" Kwan mencubit pipiku gemas dengan bibirnya yang mengerucut seperti bebek.

"Hentikan, Kwan. Sakit!"

"Habis kau seperti buah persik. Ingin ku gigit jadinya."

"Ayo kita pergi. Aku tinggal!" Ucapku sembari meninggalkannya lebih dulu keluar dari kelas. "Hei tunggu aku. Lagipula, kau kan tidak bawa kendaraan pribadi."

"Aku bisa naik bus, ya!" Jawabku sedikit berteriak seraya berbalik padanya yang berada di belakangku. Tentu saja, hal itu membuat kami menjadi perhatian banyak pasang mata. Tapi, aku tidak menghiraukannya sebab Kwan selalu mengatakan, "Jika ada yang berkata tidak baik mengenaimu, cukup tutup telinga dan anggap saja ilalang yang sedang bergesekan karena angin. Kau cantik dengan menjadi dirimu. Maka, cintailah dirimu Eun ra-ya."

"Eun ra, tunggu aku! Hei, ayolah jangan marah padaku raya!!" 

Aku jalan menuju gerbang, tepat berada di gerbang masuk sekolah. Tiba-tiba saja Kwan sudah berada di depanku dengan napas yang tersenggal. "Hei, kau semakin cepat ya jalannya." 

"Kau saja yang melambat!" Ucapku ketus, dan berjalan menjauhinya ke arah rumahku. 

"Kau tidak ingin naik bus?" aku menggeleng tanpa menoleh padanya, "Ayolah, eun ra jangan merajuk seperti itu. Aku berjanji tidak akan memanggilmu seperti buah persik." Kwan menutup mulutnya dengan tangan ketika aku menoleh dan menampilkan wajah sedikit kesal. "Baiklah, baiklah. Maafkan aku Eun ra." aku menghela napas, "Ayo."

"Kita pergi?"

"Tentu! ayo, kita habiskan uang bersama!" Teriakku bersemangat. Kami berjalan bersamaan mengikuti jalanan trotoar hingga jarak menghilangkan kami dari pandangan orang banyak.

---

Kami sudah masuk ke dalam restoran Sushi yang dipilihkan oleh Kwan. Menghabiskan hampir dua piring bersamaan dan banyak bercerita tentang banyak hal. Hatiku semakin berdegub kencang saat melihat Kwan tersenyum, lesung pipit yang bersembunyi di balik senyumannya itu terkadang muncul dengan malu-malu dan hal itu menjadi salah satu daya tarik seorang Jeon Kwan. Sebenarnya aku pun sedikit aneh dengan Kwan yang ingin dekat denganku, yang mana banyak teman-teman di kelas hanya memandang sebelah mata padaku.

"Hm, Kwan."

Ia mengangkat kepalanya, matanya intents menatapku. "Ada apa?"

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu.", "Tanyakan saja, kenapa kau harus bertanya lebih dulu?" Jawabnya santai. Dan seketika ia merubah posisinya saat melihat raut wajahku yang sedikit tegang. "hei, santailah eun ra. Sebenarnya ada apa?"

"Be-begini, aku cukup penasaran kenapa kau mau berteman denganku? Bahkan teman-teman yang bernasib sama denganku tidak mau mendekat padaku, entah mereka juga takut atau apa aku pun tidak tahu. Hingga pada akhirnya aku sendirian di kelas selama satu tahun penuh. Bahkan kau saja dulu tidak pernah melirik padaku. Tapi kenapa sekarang, kau bahkan mau bermain dan makan bersamaku seperti ini?"

"Oh astaga, ku kira pertanyaan yang serius. Baiklah, biar ku jawab." Ia menghela napas sejenak, lalu kembali melihatku "Untuk yang terakhir, maafkan aku karena tidak peka akan kehadiranmu dan tidak memperdulikanmu. Lalu mengapa saat ini aku ingin berteman denganmu, karena ku pikir kau tidak seperti apa yang dikatakan anak lain tentangmu. Semakin mengenalmu aku semakin menyukaimu. Ku pikir kau cukup manis" jelasnya panjang lebar dengan di tutup oleh senyuman manis yang memabukkan itu.

"Nah, apakah sekarang kau senang? Kalau begitu lanjutkan makannya. aaa... buka mulutmu lebar-lebar". Berkedip sejenak, membuyarkan rasa keterkejutanku. Aku menuruti permintaannya membuka mulut, ia menyuapiku. Lalu saat yang tak terduga tangannya datang menuju wajahku dan menyeka sisa saus Sushi yang terdapat di bibirku.

"Ada sisa saus di bibirmu." Ujarnya, lalu sisa makanan tadi ia usapkan pada tisu. Dan ia terus menyuapiku hingga piring kedua habis. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam di restoran kami keluar dan bersiap untuk ke toko buku sesuai rencana kami sebelumnya. Namun, tiba-tiba saja Kwan mendapati ponselnya bergetar. Ia menerima panggilan tersebut dengan menjauh dariku, dan sekembalinya ia ke hadapanku wajahnya di tekuk sedih.

"Ada apa?"

"Maafkan aku eun ra. Tapi, ibuku membutuhkan untuk membantunya di rumah. Ibuku bilang ia butuh bantuan untuk membawa banyak barang dari mall dekat sini. Ibuku tahu kalau sekolah selesai lebih awal."

"ah begitu, baiklah. Cepat sana pergi, jangan sampai membuat ibumu menunggu. Kita bisa ke toko buku lain kali." Kwan mengangguk lalu ia berjalan pergi sembari melambaikan tangannya, "Hati-hati dijalan buah persikku!"

Mataku membesar, terkejut dengan ucapannya barusan. Dasar Kwan. Anak itu memang sering menyebalkan seperti itu. Sebenarnya aku tidak masalah dipanggil 'buah persik' olehnya, tapi itu menjadi hal yang memalukan bila dilakukan di sekolah. Apalagi Kwan merupakan siswa yang menjadi pusat perhatian seluruh sekolah, Kwan dekat denganku saja menjadi bahan pembicaraan. Apalagi jika Kwan memanggilku dengan sebutan sepeti tadi? Apa yang akan mereka pikirkan tentangku?

Aku berjalan sendirian menuju halte bus terdekat, menunggu bus sembari mendengarkan musik dari playlist musik ponselku. Tak lama bus yang kutunggu datang dan aku bersyukur siang ini tidak banyak orang didalamnya sehingga aku tidak harus berdiri hingga sampai halte di dekat rumah.

Saat aku memandangi jalanan, bus berhenti sebab lampu lalu lintas berubah merah. Dahiku mengerut dengan mata yang ikut menajam dan sesekali mengusapnya pelan. 

Bukankah itu Kwan? ucapku dalam hati. Aku kembali melihat ke arah pengendara motor bagus di samping mobil hitam dekat dengan bus yang aku tumpangi. Aku cukup terkejut melihat seseorang yang mirip dengan Kwan memboncengi seorang gadis yang menggunakan seragam dari sekolahku. Sebenarnya aku tidak yakin lelaki itu Kwan atau bukan sebab ia memakai helm yang hanya memperlihatkan mata, juga hoodie putih bermerek Balenciaga yang sangat berbeda dengan yang Kwan pakai tadi. Seragam sekolah sama sepertiku.

Aku menggelengkan kepala saat lampu kembali hijau, dan motor melaju dengan cepat. Aku meyakinkan diriku bahwa lelaki tadi bukanlah Kwan. Tapi entah mengapa hatiku mengatakan itu benar. Oh, astaga mengapa aku gelisah seperti ini?

Kami kan hanya teman.

.

.

to be Continued

Nat^

Look at Me, Now!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang