"Zayn, bagaimana caranya biar perempuan itu mau memberi tau apa yang terjadi. Aku tak bisa melihat Louis begini." Ucap Harry lemas di ruang tengah bersama 3 band matenya.
"Aku juga sedang memikirkannya, Harry. Tapi tidak dengan emosi seperti tadi. Itu hanya akan membuatnya takut." Jawab Zayn dengan mata tertutup dan kepalanya yang disandarkan pada sofa itu.
"Maaf, tadi aku terbawa emosi. Niall, Liam, apa kalian ide?" Harry mulai tenang.
"Aku tak tahu, Harry." Kata Niall. Ia juga sebenarnya penasaran pada cerita yang tersembunyi diantara kedua orang itu.
"Salah satu dari kita harus menjadi teman yang baik bagi gadis itu. Nadya ya namanya? Kita harus bicara baik-baik padanya." Liam berpendapat.
Zayn membuka mata.
"Itu ide yang bagus. Nah, sekarang siapa yang mau mendekatinya?" Ucap Niall.
"Sepertinya ia takut padaku. Bagaimana kalau Zayn saja?" Sahut Harry.
Zayn mengangkat sebelah alisnya.
"Kenapa harus aku? Liam, kenapa tidak kau saja?" Tanya Zayn "Atau Niall, sepertinya tadi kau berbicara dengan baik pada Nadya." Lanjutnya.
Harry, Liam, dan Niall saling berpandangan.
"Hmm.. kurasa jangan hanya salah satu dari kita. Kita semua harus baik padanya. Tapi, aku mau bicara padanya lagi jika kau menyuruhku." Ucap Niall.
Liam mengangguk, "Benar. Kita semua juga harus baik padanya. Baiklah Niall, kau dekati dia." Ucap Liam.
"Alright. All clear." Harry langsung pergi ke kamar nya.
"Hey, apakah Nadya sudah makan?" Tanya Niall.
"Kurasa belum. Saat kita makan malam tadi, ia belum sadar. Ia melewatkan makan malam." Jawab Zayn.
"Kurasa masih ada Pizza di dapur. Coba kau lihat, Ni. Kalau ada, hangatkan ya. Buatkan dia teh juga." Kata Liam.
"Kurasa aku bukan mendekatinya. Tapi aku menjadi pembantunya." Ucap Niall berjalan lemas ke dapur. Zayn dan Liam tau, Niall sedang bercanda.
"Sekalian." Kata Zayn. Lalu ia dan Liam tertawa. Niall pun ikut tertawa.
***
Tok tok tok..
"Siapa disana?" Tanya Nadya mendengar pintunya di ketuk.
"Aku Niall." Sahut suara di luar.
Nadya berjalan ke arah pintu. Wajahnya masih sembab. Ia membuka pintu.
Niall yang sedang membawa nampan makanan langsung memenuhi pandangannya. Ia melihat apa yang dibawa Niall. Dua potong Pizza dan segelas teh hangat.
"Ini untuk makan malammu." Ucap Niall.
Nadya masih berdiri disana. Terdiam.
"Hm.. boleh aku masuk?" Tanya Niall ragu.
"Tentu." Jawab Nadya lemas.
Nadya pun berjalan ke dalam. Niall mengikutinya. Nadya kembali naik ke atas kasur. Duduk bersandar di kasurnya. Niall meletakkan nampan itu di night stand Nadya.
"Kau tidak makan?" Tanya Niall yang melihat Nadya hanya terdiam.
"Aku tidak ingin makan, Niall." Jawab Nadya.
"Kau harus makan. Ayolah. Kau tidak boleh sakit." Ucap Niall sedikit memaksa.
"Siapa yang peduli jika aku sakit, Niall?" Tanya Nadya lalu tersenyum pahit.
"Orangtua mu?" Jawab Niall heran.
"Bagaimana orangtuaku tau aku sakit atau tidak, jika aku disini tanpa memberi kabar? Pasti mereka berfikir, aku sehat-sehat saja Niall." Kata Nadya yang memang masuk akal.
Niall terdiam beberapa saat, "Louis. Dia akan mengkhawatirkanmu jika kau sakit, Nadya." Ucap Niall. Tangannya mengambil piring. Lalu diarahkan pada Nadya.
"Apalagi Louis. Ia tidak suka padaku. Bahkan, benci sekali. Bagaimana ia peduli padaku." Nadya tertawa sumbang.
"Tentu peduli, Nadya. Kau salah besar. Apa yang diucapkan Harry itu benar. Louis yang membawamu kesini. Ia yang sangat mengkhawatirkanmu, Nadya." Jelas Niall sambil duduk di pinggiran kasur.
"Aku tidak percaya." Ucap Nadya.
"Percaya atau tidak, itu kenyataannya. Sekarang, ku mohon makan." Paksa Niall.
Nadya melihat Niall. Ia takut Niall meledak karena ia tetap tak mau makan. Lebih baik ia mengalah.
"Baiklah, aku makan."
Niall tersenyum.
***
Sinar matahari masuk keseluruh kamar. Membuat seorang perempuan yang tidur diatas kasurnya menggeliat risih. Perlahan, Nadya membuka matanya. Ia lupa menutup tirainya setelah melihat bintang kemarin.
Ia duduk di ranjangnya. Meregangkan tubuhya. Kemarin malam, Niall menunggunya sampai tertidur. Sekarang, Niall sudah tidak ada. 'Mungkin dia sudah kembali ke kamarnya.' Pikirnya.
Tanpa sadar, Nadya tersenyum. Melihat Niall yang peduli padanya, membuat ia memikirkan Luke. Apakah Luke mencarinya? Pasti. Ia pasti khawatir.
Nadya menoleh ke night stand-nya. Piring dan gelas kosong bekas kemarin malam masih di sana.
Ia bangkit dari kasur dan berjalan ke kamar mandi yang ada di kamar ini. Ia membersihkan wajahnya lalu sikat gigi.
Nadya teringat, 'kalau disini, bagaimana aku bisa mandi? Aku tidak ada baju ganti.' Ia mendengus.
Ia berjalan mengambil piring dan gelas kotor nya lalu membuka pintu. Ia ingin mengembalikannya ke dapur. Ia berharap, tidak ada Louis.
Nadya berjalan perlahan ke dapur. Disana ada seorang lelaki.
Nadya terkesiap saat lelaki itu berbalik.
****
Hii!!Okelah, tau ni ff udah berapa bulan aku tinggalin. Massive sorry.
Aku gk niat, soalnya yang vomments dikit nih huhu T-T
Kita bikin kuis, hadiah nya dedicate next chapter :)
Siapa yang ada di dapur?
10+ vote for next chapter. See ya!
-N.A.
P.s : judul sebelumnya ngaco itu --" judul yg skrg aku pake asal bikin :p
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidnapped by One Direction
FanfictionJust simple. I'm scared of him like I have a phobia to the dark. I'm cries for him like my eyes never tired. I scream for help, there's no one come. Why you have to come again and make my life so complicated? Please let me go.. Please help me... I'm...