Lanjutan Part 4: CAN I CONTROL MY HEART?

15 2 0
                                    

   Pada jam istirahat pertama, kantin selalu ramai, hampir-hampir tidak dapat menampung semua siswa. Sehingga terkadang banyak yang lebih memilih membawa makan siangnya ke kelas atau membawa bekal sendiri. Aarav yang malas bolak-balik dari kantin ke kelas, harus teliti mencari satu kursi kosong untuk makan sendirian karena teman-temannya lebih memilih makan siang bareng dengan adek-adek kelas cantik di taman sekolah.

   "Rav, sini, makan bareng kita aja." panggil Daniel saat melihat Aarav celingukan mencari kursi kosong.

   Aarav tersenyum lega mengetahui masih ada kursi kosong. Tapi senyumnya tak bertahan lama karena melihat Davine juga ada di sana tepat di samping Daniel.
Aarav menarik nafas panjang lalu mulai melangkah. Senyumnya kembali namun tipis. Ia menguatkan hatinya.

   "Hai Davine, hai Daniel." sapanya pada mereka.

   "Kok sendirian, Rav?"

   "iya Dan, yang lain pada makan di taman."

   Lalu hening. Tidak ada yang memulai percakapan. Aarav merasa canggung, sebab semenjak Daniel dan Davine jadian, dia memilih menjauhkan diri dari mereka.
  
   Sikapnya tepat bukan? Siapa yang tahan melihat orang yang kau sukai berpacaran dengan sahabatmu sendiri? Terutama saat hatimu masih berdebar keras saat disampingnya.

   "Gue duluan ya, Dav, Dan." kata Aarav cepat. Ia harus mengakhiri kecanggungan ini secepatnya.

   Dan debar hatinya juga~

   "Tunggu Rav..." cegah Davine

   "Makanan lo belom habis, Rav."

   "Iya gapapa, duluan ya." Aarav segera pergi dari situ.

   Aarav memukul-mukul dadanya. Bahkan hanya duduk didekatnya, hatinya tidak bisa berhenti berdetak kencang. Tidakkan hatinya sadar bahwa hati Davine tidak untuknya?

•••••

   "Rav, bisa bicara bentar?" Siang, sepulang sekolah, Daniel mencegatnya.

   "Gue mau pulang cepet Dan, lain kali aja." tolak Aarav.

   "Bentar doang,"

   "Maaf Dan, lain kali aja."

   "5 menit doang "

   Sebenarnya Aarav tidak mau berbicara dengan Daniel. Namun Daniel terus memaksa sehingga dengan berat hati Aarav menyetujui.
Mereka memilih pergi ke cafe depan sekolah untuk berbicara.

   "Lo akhir-akhir ini kenapa sih Rav?" tanya Daniel akhirnya.

   "Ngak papa Dan."

   "Lo lama-lama makin menjauh tau ngak."

   Aarav diam tak menjawab. Dia tahu benar itu.

   "Rav, kalo lo ada masalah cerita aja ke gue. Gue mungkin ngak bisa bantuin masalah lo. Tapi gue bakal dengerin."

   "Gue ngak ada masalah, Dan. Udah kan? Yaudah gue pulang dulu." pamit Aarav cepat meninggalkan Daniel yang bingung dengan sikap Aarav.

   "Lo berubah Rav." ucap Daniel setelah Aarav pergi.

   "Maafin gue Dan." gumam Aarav. Ia tahu, sikap nya sangat kekanakan. Namun dia bisa apa? Hanya itu alternatif terbaik bagi dia dan bagi pertemanan mereka.

•••••

   Aarav baru pulang dan buru-buru membuka pintu karena kebelet saat tiba-tiba sebuah celengan kaleng berisi uang receh berayun dan menghantam dahinya disusul suara tawa setan dari kejauhan. Tampaknya Choco dan Vanilla berusaha menyelamatkan diri terlebih dahulu. 'Adek-adek kurang ajar!' umpat Aarav dalam hati dengan kesal. Ia meraba keningnya yang berdenyut kencang. Ia mengernyit karena denyutnya semakin sakit.

   "Eeh, bang Aarav gapapa??" tanya mama yang baru datang.

   "Choco sama Vanilla tuh ma!" adu Aarav.

   "Kamu diapain? Choco sama Vanillanya mana?"

   "Ngak tau ma." jawab Aarav kesal.

   "Yaampun, itu dahi kamu benjolnya gede banget" Damai terlihat panik namun sedikit menahan tawa.

   "Kualat lo bang?" celetuk Vanilla yang tiba-tiba nongol bersama Choco sambil menahan tawa.

   "Abang kenapa benjol gituu?" Choco menimpali dengan sok perhatian

   Dengan raut datar Aarav menjawab, "Dikerjain setan tadi!"

  
To be continued...

_______________________________________________

Jangan lupa vote, dan krisarnya guys. Don't be silent reader pleaseee!
.
Follow me on Instagram @_lidiaaelzs_
.
.
.
Sabtu, 7 November 2020
Outdoor, 12:44

CHOCOLATE VANILLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang