HaiHaii🙌
Happy Reading zeyengg😁••••
1 Minggu sudah berlalu sejak pembagian nilai matematika waktu itu. Murid-murid SMA Starla baru saja kembali dari rumah mereka masing-masing.
Malam ini, seorang laki-laki tampan tengah terbaring di kasur empuknya sambil memijat pangkal hidungnya, ia tengah menghawatirkan sahabatnya yang belum juga kembali ke asrama setelah pulang kerumah.
Ceklek...
Suara pintu yang baru saja terbuka membuat tubuhnya yang tadinya terbaring langsung terduduk seketika saat mendengarnya, ia langsung menatap kearah pintu dengan raut wajah penasaran.
Wajah yang tadinya antusias langsung berubah kecewa, karena orang yang datang bukanlah orang yang ia tunggu-tunggu.
"Sialan! Gue kira lo Deren!" pekik Segaf sambil menatap Rangga yang baru saja masuk dengan membawa tas ransel nya.
"Deren udah masuk duluan,"
"Masuk duluan? Kapan? Gue nggak liat njir!"
"Tadi," jawab Rangga. "Ini tas dia kan?" sambungannya sambil menunjuk sebuah tas ransel berwarna hitam yang tergeletak di lantai.
Segaf menatap tas itu, dan benar saja itu tas milik sahabatnya. Tapi kapan Deren masuk? Segaf tidak mendengar suara daun pintu dibuka sejak tadi. Nggak mungkin kan Deren masuk kamar dengan cara menembus pintu?
Segaf berlari kearah kamar mandi, dan langsung dikejutkan dengan beberapa kapas yang tergeletak sembarangan di lantai dan dipenuhi dengan beberapa bercak merah. Seperti... darah?
Segaf menatap Deren yang tengah berdiri didepan cermin sambil mengobati luka dipunggung nya. Deren terlihat sangat kesusahan saat mengobati lukanya, karena tangannya tidak bisa menjangkau luka yang ada di punggungnya.
Ada beberapa luka goresan yang terdapat darah segar mengalir disana dan beberapa memar. Segaf yang melihatnya meringis nyeri, bagaimana sahabatnya itu bisa menahan rasa sakit itu bertahun-tahun lamanya?
"Lagi?" tanya Segaf sambil menghampiri Deren dan mengambil beberapa kapas untuk membantu mengobati lukanya.
Deren sedikit kaget melihat kehadiran Segaf, padahal dia tadi sudah mengendap-endap agar tidak menganggu sahabatnya yang tengah terbaring nyaman di atas ranjangnya.
"Udah nggak apa-apa." ujar Deren santai, ia tidak ingin melihat Segaf khawatir. Meskipun punggung nya sekarang terasa sangat nyeri.
"Nggak apa-apa?" tanya Segaf sambil menekan luka Deren dengan kuat.
"Akhhh." Deren dengan spontan meringis kesakitan.
"Itu yang lo bilang nggak apa-apa Der?" marah Segaf.
Deren berdecak kesal, ini yang dia tak suka jika sahabatnya melihat luka di tubuh nya. Segaf akan benar-benar cerewet dan akan terus mengomel tak henti-hentinya. Dan Deren tau, itu adalah bentuk rasa perhatian dari Segaf terhadap dirinya.
"Di apain lagi lo tadi? Di tendang? Di pukul? Atau di cambuk?" tanya Segaf sambil mengobati luka Deren dengan hati-hati.
Deren masih bungkam sambil menahan rasa perih di punggungnya.
"Apa selamanya lo bakalan terus-terusan mau di pukul begini?" Deren masih tidak mau bersuara.
"Nilai lo bahkan nggak turun drastis Der. Nilai lo itu masih dalam kategori bagus,"
"Kenapa dia masih aja terus mukulin lo?"
Segaf menghapus air mata yang entah sejak kapan sudah mengalir dengan sendirinya di pipi kanannya, ia benar-benar merasa sedih melihat punggung sahabatnya yang dipenuhi dengan luka. Padahal luka yang dulu masih belum kering, dan sekarang ia sudah menerima luka baru lagi? Segaf juga merasa bersalah, karena ia tidak bisa melindungi sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me In Your Memory
Teen Fiction[On Going] Satu-satunya yang indah lalu menghilang adalah matahari. Bukannya kamu! Kamu memang indah, tapi tidak pantas untuk menghilang. Jadi aku mohon, jangan pernah menghilang lagi. Kamu boleh melupakan ku dalam ingatan mu. Tapi tenang saja, aku...