Lelaki berkameja putih itu mengecup punggung tangan gadis yang terbaring di brankar. Gadis berwajah pucat itu belum juga membuka matanya. Tadi dokter Aldi bilang Aiyzel akan segera bangun karna kondisi nya sudah siuman.
"Aiyzel bangunlah!" Lirih Arran.
Tolong siapapun perintahkan gadis ini bangun, saya janji akan mengawasinya lebih baik lagi gumamnya. Arran menumpukan kepalanya di ranjang sambil menatap ubin putih ruangan. Ia sangat letih. Perasaannya saat ini bercampur aduk, khawatir dan takut bersamaan melihat lady nya. Ia tak ingin apapun saat ini, hanya melihat gadis itu membuka matanya ia sangat bersyukur.
Ia sudah tau kejadian ini akan datang,
Saat dimana masa terkelam bagi Aiyzel ia akan dikenalkan pada sosok pengganti dari ibunya. Dan lebih pahitnya dia adalah sahabat terdekat almarhumah mami Aiyzel dan sahabatnya sendiri Mairan.Kejadian ini terlalu cepat untuk disuguhkan oleh Haiden pada putrinya. Dengan keadaan sekarang Haiden hanya akan menghancurkan mental putrinya sendiri. Arran memejamkan matanya, berharap kabut hitam dibenaknya berubah menjadi setitik cahaya. Ia perlu berfikir. Ia tak memperhitungkan kejadiannya akan sampai pada Aiyzel yang ingin mengakhiri hidupnya begini.
Pandangannya lelaki itu terangkat. Menatap kembali Aiyzel. Setitik embun mengalir di pelupuk mata gadis itu.
"Mamiii..." perlahan Aiyzel membuka kelopak matanya, ia mengerjapkan matanya, terusik oleh pencahayaan y
ang menusuk matanya. Pandangannya bergulir ke samping. Sunggingan tipis lolos dari bibirnya menatap wajah letih nya seorang Arran Arby."Akhirnya kamu sadar juga" Arran begitu lega karna Aiyzel telah sadar,
Perlahan paru paru nya yang menyempit sedikit lapang. Ia bangkit lalu mengecup puncak kepala Aiyzel beberapa detik kemudian mengusap surai nya lembut."saya hampir setengah gila melihat nona seperti tadi. Tolong tetaplah stay my lady, jangan berbuat nekat lagi atau saya akan menghukum nona".Nada pria itu bergetar bahwa ia mencoba tetap tegar. Menahan air matanya meluruh di depan gadis yang sangat ia sayangi ini sangatlah susah.
Jemari Aiyzel berpindah menjadi dirinya yang menggenggam tangan Arran, mengusapnya sambil tersenyum.
"Anggap aja itu trik pemanasan gue sama papi" celetuknya.
"Trik pemanasan nona sama sekali nggak lucu" ucap Arran. Aiyzel mengerucutkan bibirnya.
"Gue nggak ngelawak, Ar". Timpalnya.
"Nona tidak membayangkan bagaimana kacau nya om Haiden melihat kondisi nona seperti itu. Om Haiden kacau, tak ada bedanya dengan nona. Ditambah rasa bersalahnya kepada nona dengan membawa tante Luna dan Mairan ke rumah. Anak semata wayang nya yang ingin mengakhiri hidupnya sendiri di depan matanya karna kebencian nona terhadap Om Haiden". Arran mencoba mengajak Aiyzel berdamai dengan keadaannya.
Ia bukannya tak kecewa dengan Om Haiden, hanya saja sikap yang ditunjukkan Aiyzel kepada ayahnya sangat berlebihan."Lo nggak tau Ar gimana rasanya diposisi gue. Baru aja beberapa jam Mami pergi Papi udah membawa pengganti Mami. Sakit Ar. Sakit. Daripada ngeliat itu semua mending gue bunuh diri aja. Clear masalahnya. Endingnya Papi sama si nggak tau malu itu hidup bahagia, guepun bahagia nyusulin Mami ke sana" Aiyzel menyuarakan unek uneknya. Setetes embun kembali lolos dari pelupuk matanya.
"Kalau begitu nona sangatlah egois.
Tidak memikirkan keadaan orang orang yang sangat menyayangi nona""Siapa Ar, siapa? Nggak ada orang yang mau peduli lagi sama gue. Nenek dan kakek aja hanya terdiam ngeliat papi bawa orang nggak tau malu itu. Mending gue mati, kenapa tuhan mempermainkan takdir hidup gue" Aiyzel terisak. Ia tak lagi menatap wajah Arran.
"Saya. Saya sangat menyayangi nona. Saya mohon, kalau tak ada lagi alasan nona untuk hidup di dunia ini, jadikan saya sebagai alasannya. Jika nona pergi saya benar benar tak punya siapa siapa lagi."
"Jadi, saya mohon. Jangan tinggalkan saya nona. Saya sangat menyayangi nona. So, please dont leave me" Aiyzel sangat tertegun. Darahnya berdesir hebat. Perasaan hangat mengalir disetiap detak jantungnya. Tanpa bisa ia cegah pipi chubby nya bersemu.
Sebisa mungkin ia menahan senyumannya.Aiyzel melayangkan cubitannya pada lengan Arran. Ia sangat malu. Bisa bisanya wajah tampan itu tetap datar setelah pengakuannya tadi.
"Aww, apa salah saya nona?" Sialan batin Aiyzel. Sudah bikin anak orang baper nggak tanggung jawab lagi. Dapat Aiyzel lihat pria bernetra biru laut itu terkekeh, pasti ia menertawai rona merah pipinya.
"Diam lo!" Sentaknya. Tawa Arran semakin pecah. Aiyzel menarik ujung kameja Arran.
"Arran peluk"
.
.
.
.
.
.
.
Jumat, 06 nov 2020Teamo all💙
Kampar📍
KAMU SEDANG MEMBACA
Poor love the girl
Teen FictionHanya AIYZELL MEHRUNA dan Arran Arby Malik yang mengerti dan tau tentang cara menghadapi kehidupan mereka masing masing~