Sementara itu, konsentrasi Om Frima semakin terganggu oleh bongkahan pantat Adit yang sedang dia pijat. Dia sudah banyak memberikan pijatan sebelumnya baik kepada sesama pria, wanita, tua, dan muda, dan itu salah satu hal yang dia nikmati dari pekerjaannya. Namun, ada yang janggal saat orang yang dia pijat adalah Adit. Dia telah mengenal Adit sejak kecil hingga saat ini Adit tumbuh menjadi pria muda yang tampan dan menarik, dan saat ini pria tersebut sedang telanjang di hadapannya.
Bongkahan pantat Adit begitu menggoda. Bentuknya luar biasa untuk ukuran seorang pria. Banyak wanita yang mengidam-idamkan memiliki pantat yang montok dan bulat seperti ini. Kulitnya terasa begitu mulus seperti pantat bayi namun ada bulu-bulu halus juga. Om Frima tidak yakin Adit menyadari bahwa aset terbesarnya adalah kedua belah pantatnya.
Sementara itu, Adit sedang merasa gelisah. Di satu sisi, dia merasakan kenikmatan dari setiap pijatan Om Frima. Saat merasakan tangan Om Frima menyapu, meremas dan menekan keras pantatnya, itu membawa kenikmatan sendiri dan terus membuatnya mengerang. Namun di sisi lain, dia menyadari kontolnya yang sudah ereksi dan kini tertekan di antara tubuhnya dan meja pijat itu. Setiap gerakan menekan dari Om Frima, memberikan sensasi pijatan tersendiri pada kontolnya. Jika ini terus berlanjut, maka dia akan ngecrot!
Sensasi ini belum pernah dirasakan Adit sebelumnya dan dia sangat bingung menghadapinya. Memang di usia mudanya, dia mudah terangsang sepanjang waktu. Adit juga bukan perjaka. Dia sudah pernah tidur dengan beberapa teman wanitanya, namun tidak pernah dengan sesama pria. Hal terakhir yang diinginkannya adalah Om Frima, ayah dari teman baiknya mengetahui bahwa dia terangsang dan sedang ereksi. Adit mencoba memikirkan hal lain untuk menenangkan ereksinya.
"Bagaimana sekarang, Dit? Adakah terasa lebih baik?" Om Frima memecah kesunyian dengan bertanya sembari terus melanjutkan pijatannya. Om Frima memperhatikan reaksi tubuh Adit. Dia merasakan Adit mulai rileks dan menikmati pijatannya. Jujur, Om Frima juga sangat menikmati bermain dengan bongkahan pantat Adit.
"Lebih baik, Om! Pijatannya sangat membantu!" Adit menjawab sambil terengah-engah.
"Om lanjut pijat, ya? Mau lebih pelan atau lebih kuat, Dit?"
"Lebih kuat lagi, Om!" sahut Adit dan kemudian dia merasa canggung meminta ayah dari temannya untuk melakukan sesuatu dengan 'lebih kuat'. Ada sisi nakal dalam dirinya yang merasa terpicu untuk mengatakan hal itu. Lebih kuat. Dia menginginkannya...lebih kuat.
"Dit, Om akan naik ke atas meja juga ya agar bisa memijat lebih kuat di titik ini." Om Frima naik ke atas meja pijat.
Adit merasakan Om Frima duduk di belakang pahanya dan dia kembali memijat pantat Adit dengan kedua tangannya. Entah kenapa, membayangkan Om Frima berada di atasnya dan merasakan Om Frima duduk di atas tubuhnya yang telanjang membawa sensasi tersendiri bagi Adit.
Om Frima terus memijat pantat Adit. Dia menekan kedua belah pantat dan perlahan-lahan melakukan gerakan memutar ke arah luar. Hal ini menyebabkan lubang anus dan area perineum Adit terekspos. Adit dapat merasakan angin di lubang anusnya dan setiap Om Frima menekan pantatnya, Adit mendapati dirinya ingin mendorong pantatnya ke arah Om Frima agar dapat merasakan sensasi jari-jari Om Frima.
"Dit, Om cuma bisa pijat sampai di sini saja." Tangan Om Frima berhenti bergerak namun tetap memegang bongkahan pantat Adit."Om, apakah ada teknik pijatan lain lagi untuk menghilangkan rasa sakit?" Adit bertanya, belum siap untuk mengakhiri kenikmatan yang dia rasakan dari pijatan ini.
"Ada satu prosedur lagi yang bisa kita coba. Om bisa mencoba memberi pijatan prostat untuk Adit." Om Frima berkata seraya jarinya membuka kembali pantat Adit dan mengelus perlahan area di sekitar lubang pantat Adit.
Napas Adit tercekat mendengar saran Om Frima. Dia tahu prostat itu apa namun dia belum pernah mendengar pijatan prostat. Namun jika ini akan membantu mengurangi rasa sakit yang dia alami, maka dia ingin mencobanya.
"Bagaimana caranya, Om? Boleh deh, Om!" tanya Adit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakit Tapi Enak, Om! (TAMAT)
RomanceBerawal dari cedera otot yang dialami oleh Aditya Rahman, membawanya berkonsultasi dengan ayah dari teman baiknya, Om Frima Suparman, seorang fisioterapis. Rasa sakit yang pertama dirasakan Adit segera berubah menjadi rasa kenikmatan yang belum pern...