satu

5.5K 357 21
                                    


"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An-Nisa: 19).

Perempuan paruh baya itu terlihat serius melafalkan ayat-ayat Alquran yang diajarkan Arumi. Bibirnya tersenyum lebar saat gadis berjilbab hitam itu mengangguk mengatakan bahwa bacaannya sudah benar.

Bu Wahyuni, namanya. Meski sudah tak lagi muda, semangat untuk terus memperbaiki bacaan Alquran tak pernah surut. Hal itu yang membuat Arumi menyayangi dan menghormati beliau.

"Arumi, ibu nggak tahu kalau nggak ada kamu, mungkin ibu tidak pernah bisa membaca Alquran," ungkapnya seraya mengusap air yang menggenang di mata.

Gadis bermata indah itu ikut tersenyum.

"Bukan karena saya, Bu. Tapi memang Allah sudah mengatur saya dan ibu sehingga bisa dipertemukan."

Berawal dari pertemuan tak sengaja lima bulan yang lalu. Saat mereka sama-sama salat berjamaah di masjid. Waktu itu Arumi baru saja selesai mengajar mengaji beberapa ibu-ibu jama'ah masjid tersebut. Merasa tertarik, ibu itu pun mendekat dan berbincang dengannya hingga meminta agar Arumi bersedia mengajarinya di rumah.

Sejak itu setiap sore dua kali seminggu, gadis bercadar itu mendatangi rumah beliau.

"Maaf, Nak Arumi. Boleh ibu bertanya sesuatu?" Bu Wahyuni bertanya hati-hati.
Arumi tersenyum mendengar pertanyaan itu. Perlahan ia menggeleng. Hatinya selalu kecil jika berbicara soal jodoh. Ia bahkan tak pernah membayangkan bagaimana dan siapa pendampingnya kelak.

Tumbuh dan dewasa di panti asuhan adalah takdirnya. Ia bahkan tidak pernah tahu siapa orang tuanya. Terkadang gadis itu malu jika mengingat kisahnya, ia seolah lahir tanpa ada satu orang pun yang menginginkan.

Ibu panti bercerita, bahwa dirinya dulu ditinggalkan begitu saja di depan panti, tak ada pesan apa pun selain tulisan nama seseorang, 'Haryo'. Ibu asrama menduga itu adalah nama dari ayah Arumi, tapi hingga kini tak pernah ada seorang pun yang datang untuk menemuinya.

"Arumi? Kok malah melamun?" Sentuhan tangan Bu Wahyuni di bahu membuatnya menoleh.

"Nggak, Bu. Saya hanya ...."

"Kemarin ibu sudah bicara banyak dengan Bu Aisyah, ibu asramamu. Ibu mengungkapkan keinginan ibu untuk menjodohkan putra ibu denganmu, Arumi."

Mata gadis itu membulat sempurna mendengar penuturan ibu berwajah ramah itu.

"Ibu ... tapi ...."

Perempuan paruh baya itu mengatakan dirinya telah tahu seluk beluk Arumi. Bu Wahyuni dan sang suami sepakat tidak mempersoalkan siapa dirinya.

"Bagi kami, urusan orang tuamu adalah urusan mereka. Kami tidak akan peduli, karena kami melihat dirimu, Arumi," ungkapnya seolah tahu apa yang ada di pikiran gadis itu.

Arumi diam tahu harus berkata apa, jika memang ini takdirnya ia tak bisa mengelak. Mungkin ini cara Allah menghibur dengan mendatangkan orang baik di sekelilingnya.

"Ibu harap kamu bersedia, Arumi," ucap wanita di depannya itu seraya meraih jemarinya.

Arumi bergeming, kini ia justru mengkhawatirkan pria yang dimaksud Bu Wahyuni. Wanita paruh baya itu tersenyum kembali seolah tahu apa yang ada di benak gadis berhidung mancung di depannya.

"Abizar anak baik kok. Hanya saja namanya anak laki-laki memang terkadang keras kepala, tapi dia sangat penurut sama kami," paparnya dengan bibir masih tersenyum.

"Saya ikut keputusan Ibu Aisyah saja, Bu. Jika beliau setuju, maka saya tidak bisa menolak," tuturnya menunduk.

Abizar, putra dari keluarga Pak Dodi dan Ibu Wahyuni. Pria itu telah menyelesaikan kuliah dan bekerja di luar kota sebagai pengusaha.

(bukan) Istri Kedua. Hanya Sampai Bab 8 Mau Baca Lengkap Ada Di KBM App.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang