lima

1.7K 264 25
                                    

Karena ikhlas itu tak berbatas dan cinta suci tak butuh balas

***

Arumi terjaga di sepertiga malam. Matanya mengerjap menyadari ia hanya sendirian di ranjang. Matanya menyapu ruang mencari sosok Abizar, tapi tak tampak. Suara gemericik air di kamar mandi menjawab pertanyaannya. Saat Arumi bangkit dari ranjang, sang suami juga baru keluar dari kamar mandi.

"Arumi?"

"Mas mau salat tahajud?"

"Eum ... iya!"

"Kita salat berjamaah yuk!"

"Oke!"

Arumi melangkah ke kamar mandi untuk wudu, sementara Abi menggelar sajadah. Sebenarnya niat awalnya bukan untuk salat tahajud, tapi mendinginkan hasrat yang ia coba tahan malam itu. Namun, karena Arumi juga terjaga, mau tidak mau ia harus bersandiwara.

Mereka berdua bersama bersimpuh di atas sajadah. Ada syahdu tergambar di sana. Ada kedamaian yang dirasa Abizar yang tidak ia dapatkan saat bersama Diana. Sujud terakhir yang lama kemudian berakhir dengan salam, menutup dua rakaat di sepertiga malam itu. Untaian doa pun mereka langitkan.

Mata Arumi basah, lisannya merapal doa mengharap kebahagiaan dan berkah  dalam pernikahannya. Bayangan hidup bahagia dan memiliki anak-anak yang lucu membuat haru dalam hatinya.

Gadis itu tak ingin kejadian yang dilihat semalam menjadikannya berburuk sangka. Ini malam pertamanya sebagai langkah untuk menjalani hidup baru. Ibarat KERTAS putih, Arumi ingin menuliskan dengan tinta emas  agar hidupnya setelah ini menjadi indah.

Mendengar isak kecil dari Arumi, membuat pria itu membalikkan badan. Ia mendekat dan memeluk sang istri. Kali ini Abi tak ingin terbelenggu oleh pikirannya.

Ada hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Ada hati kecil yang tak bisa didustai saat ia bersama gadis yang ada dalam dekapannya itu. Mungkin dia mencintai Diana, tapi restu ibunya terasa benar-benar memberkahi pernikahan ini.

"Setelah akad pagi tadi aku sudah berdoa, tapi aku akan ulangi lagi sekarang," bisiknya seraya meletakkan telapak tangannya ke kepala sang istri. Arumi memejamkan mata menikmati sentuhan lembut Abizar.

"Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang Engkau tetapkan atas dirinya."

Satu kecupan panjang mendarat di dahi untuk kemudian menjadi awal penyatuan mereka yang diawali dengan doa.

"Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami."

Sepertiga malam telah membuktikan puncak dari kenikmatan dua sejoli itu. Tidak ada yang merasa dipaksa. Keduanya saling melengkapi meraih kebahagiaan. Kembali air mata terlihat di ujung netra Arumi, tapi kali ini air mata itu menjadi lambang bahagianya telah menyempurnakan tugas pertama sebagai seorang istri.

***

Diana kembali uring-uringan sejak pagi. Pesan yang dikirim ke suaminya tidak dibalas. 

"Diana! Sarapan dulu, ditunggu Papa!" Suara mamanya dari luar kamar.

"Diana belakangan aja, Ma! Belum mandi!" sahutnya asal.

Seperti biasa, sang mama tak lagi memaksa.

Diana menatap pantulan cermin, ia merasa seolah tengah dikasihani oleh bayangannya sendiri. Kilasan bulan madu singkat dan janji Abizar bermain- main di memorinya.

(bukan) Istri Kedua. Hanya Sampai Bab 8 Mau Baca Lengkap Ada Di KBM App.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang