enam

1.6K 255 10
                                    



Terkadang tidak semua yang buruk itu menyakitkan, karena mereka memang datang untuk memberi pelajaran bahwa hidup itu butuh proses. Karena yang kita butuhkan hanya ikhlas.

***

Mendadak wajah Abizar menegang. Sementara Arumi justru berpura-pura tidak tahu. Ia memilih membuang pandangan ke luar jendela. Pria itu menyambar ponselnya lalu mengaktifkan mode pesawat. Kebisuan tercipta, Arumi enggan memalingkan wajahnya sementara Abi justru terlihat frustrasi. Berkali-kali ia melirik ke arah sang istri yang ia tahu hal itu pasti membuat perempuan itu tak nyaman.

"Ehm ... Arumi," panggilnya.

"Ya, Mas?" Tanpa diduga wajah Arumi masih berhias senyum menatapnya meski ada duka tersirat di matanya. Hal itu justru membuat Abi semakin merasa bersalah.

"Eum ... kita mampir ngisi perut dulu yuk! Aku lapar," ajaknya mencoba bersikap seperti biasa.

"Boleh ...."

Abi menarik bibirnya sembari mengarahkan mobil menuju sebuah restoran. Seolah ingin menebus kesalahan, segera ia membuka pintu untuk Arumi lalu menggenggam tangannya lalu melangkah masuk.

"Mau pesan apa?"

"Terserah, Mas saja. Aku nggak terbiasa makan di tempat seperti ini," jawabnya canggung.

Abi mengangguk paham, ia memanggil pelayan kemudian memesan makanan yang direkomendasikan di tempat itu. Aneka menu seafood terhidang di meja membuat mata Arumi membeliak.

"Sebanyak ini, Mas?"

"Kamu bisa cicipi semuanya," tutur Abi menatapnya hangat.

"Ini banyak banget, dan ...." Arumi menunduk menyembunyikan matanya yang mengembun.

"Kenapa, Arumi?"

"Nggak apa-apa, Mas. Kalau ketemu makanan seperti ini, aku selalu ingat saudara-saudara di panti. Mereka sejak kecil harus bisa memahami betapa sulitnya hidup. Bertahan saat merindukan belaian lembut seorang ibu, menyimpan rindu untuk bermain bersama ayah dan menahan keinginan untuk makan makanan enak," paparnya mengusap air mata. "Maaf, aku ...."

"Ssst ... kamu nggak perlu minta maaf. Terima kasih sudah diingatkan untuk tidak berlebihan. Kita makan sekarang mana yang kamu mau. Selebihnya kita bungkus untuk kita bagikan di jalan nanti, gimana?"

Bibir Arumi mengembang manis lalu mengangguk. Setelah selesai menikmati hidangan, mereka berkemas melanjutkan perjalanan setelah meminta agar hidangan yang lain dibungkus.

"Oh iya, rumah sudah lengkap dengan perabotannya. Eum ... cuma mungkin kurang pengharum ruangan. Kita mampir di mall nanti," ujar Abi saat kembali mengemudi.

***

Bu Aisyah membuka kembali berkas-berkas dari keterangan lahir Arumi. Matanya mengembun teringat penjelasan dari pria bernama Anwar kemarin. Allah memang selalu memiliki skenario yang indah buat hamba-Nya meski harus melalui proses yang tidak sebentar.

Anwar menjelaskan bahwa dirinya adalah kawan karib dari Haryo ayah kandung Arumi. Dia bercerita bagaimana kisah hidup ayah Arumi hingga akhirnya Haryo memutuskan untuk meletakkan bayi merah itu di panti asuhan ini.

"Kehidupan ekonomi Haryo sangat sulit saat itu. Belum lagi kondisi kehamilan Fatma - ibu Arumi yang lemah, hingga akhirnya beliau meninggal saat Arumi lahir."

Anwar diam sejenak seolah ingin memutar perlahan memori tentang kawannya itu.

Kepergian Fatma menjadi sebuah pukulan bagi Haryo, ia hampir tak memiliki semangat hidup. Namun, saat melihat buah hatinya ia tergerak untuk maju meski tidak mungkin  meninggalkan bayi mungil itu sendiri. Hingga muncul ide dari Anwar untuk memutuskan  menitipkan di panti asuhan.

(bukan) Istri Kedua. Hanya Sampai Bab 8 Mau Baca Lengkap Ada Di KBM App.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang