O1 ; heartache

203 25 12
                                    


Pria Huang itu berdiri tampan dengan setelan jasnya yang rapi, sangat menawan. Ia menatap seisi gereja dengan tatapan haru, namun gugup.

Ya, ia akan menikah beberapa menit lagi. Dengan seseorang yang sangat amat ia cintai, Xiao Dejun. 

Terlihat lelaki manis nan cantik dengan setelan putihnya, tampak sama gugupnya dengan Hendery. Iris kecokelatannya terlihat lugu dan polos. Menggemaskan, pikir Hendery.

Tanpa sadar, Hendery tersenyum dan menyambut Dejun dengan riang. Terdengar kekehan kecil dari para hadirin, melihat tingkah menggemaskan pasangan ini.

"Guanheng, jaga putra manisku ini. Aku percayakan seluruhnya padamu." Ucap ayah dari pemuda Xiao. Beliau menyerahkan Dejun pada Hendery, tentu tangan Dejun disambutnya dengan antusias.

"Tentu, ayah. Tanpa diminta pun aku akan menjaga kesayanganku ini. Ayah bisa percaya padaku." Balas Hendery tegas dan yakin. Sang ayah mengangguk, lalu kembali ke tempat duduknya.

"Apakah sudah siap, Guanheng, Dejun?" Keduanya bertatapan ketika Pendeta bertanya, lalu mereka mengangguk dan saling berjabat tangan.

Janji suci pun telah terucap dari keduanya, rasa haru meliputi seisi gereja. Dejun terlihat menahan air matanya. Kini mereka telah sah menjadi sepasang suami-istri.

Hendery mengusap wajah sang istri lembut, menghapus jejak air matanya. Ia mendekatkan wajahnya pada sang istri, hendak menciumnya lembut. Tiba-tiba—

BRUK!

Hendery terbangun, menyadari bahwa ia berada di kamarnya. Tepatnya jatuh di sebelah kasurnya. Terdengar derap kaki seseorang menuju kamarnya. Ia berusaha berdiri sambil mengusap bagian yang ia rasa nyeri akibat peristiwa barusan.

Saat pintu terbuka, ia tak melihat siapa yang berada di depan pintu itu. "Dejun? Huuuh, kamu meninggalkanku lagi pagi ini. Aku kan ingin kau peluuuuk!"

"Gege? Kau... Tak apa?" Tanya orang itu.

Hendery memutar otaknya, sejak kapan Dejunnya yang manis itu memanggilnya gege? Mereka seumuran.

Hendery berbalik badan, "oh? Injunnie. Aku tak apa... Hanya terjatuh dari kasur. Dimana Dejun? Di dapur kah?" Ia berjalan keluar kamar sambil melongok sedikit ke arah dapur.

Renjun, adiknya, hanya menatapnya miris. Ia sudah mendampingi kakaknya ini sejak lahir. Mereka tak pernah berpisah.

"Injunnie, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan gege? Dejun dimana?" Renjun hanya menunduk diam, memainkan ujung bajunya.

"Ooh mungkin Dejun sedang ke supermarket ya bersama Mama? Injunnie, kau tahu? Gege semalam bermimpi tentang pernikahan gege dan Dejun. Tetapi sialnya, saat kami akan berciuman aku malah terjatuh dan bangun. Huhhh, sial. Aku rindu Dejunku." Celotehnya panjang.

Renjun mengusap bahu gege-nya itu sedih. Sedikit takut, ia mencicit, "Gege, Dejun ge sudah tidak ada di dunia ini..." Ia menatap kakaknya sendu.

Hendery bingung, balik menatap Renjun. Ia terdiam cukup lama, pikirannya berkecamuk.

Hingga akhirnya ia tertawa, ya tertawa. Semakin lama, semakin kencang. "Hahahah, benar juga. Dejun sudah tidak ada disini. Maaf, Injunnie."

Ia kembali masuk ke kamarnya, diikuti dengan ringisan kecil Renjun.

TBC.

Huaaaah, it's my really first time publishing my story. Biasanya aku cuma ketik, dan gak pernah berlanjut. Tapi sekarang aku cobaaa.
🤍🤍🤍

𝐂𝐡𝐚𝐧𝐜𝐞, HENXIAOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang