8. Help!

21.5K 1K 159
                                    

"Kemarin kamu berhasil mendekati Harris?" tanya Jeffrey.

Sebelum dia ke ruangan Jeffrey, dia menutupi tanda bercak keunguan yang berada di lehernya menggunakan foundation karena kejadian di kelab malam.

Memang di sini ia yang menginginkan Harris, namun saat itu ia mabuk. Donna tak munafik menikmati itu semua, namun ia sadar bahwa Harris adalah teman Xenon, seseorang yang diduga sebagai penculik temannya.

Wanita itu berusaha menetralkan ekspresinya. "Dia ngasih saya sepucuk surat." Donna menyodorkan sepucuk surat kepada Jeffrey.

Isi surat itu bahwa Donna harus ada di pihaknya apabila ingin Harris bertanggung jawab jika ada kejadian tak enak suatu hari nanti.

Sebenarnya, Harris tak mau melakukan itu tanpa ada consent. Namun, Donna yang memohon padanya berulang kali, hingga akhirnya ia tergoda juga.

Jeffrey mengambil surat itu. Ia membaca isi surat yang Harris tulis. Pria itu tertawa sinis. "Bodoh," ucapnya. "Nanti sore kamu hubungi Harris, bilang kalau kamu mau berada di pihaknya. Saya pingin jadiin kamu informan. Kalau kamu berada di dekat Harris, semakin gampang saya untuk menghancurkan Xenon."

Donna menghembuskan napas kasar. "Baik, Jeffrey."

Donna meratapi nasib malangnya, entah sampai kapan dia begini. Dia juga tak mau berkecimpung di dunia gelap ini. Namun, apapun dia akan lakukan demi menemui Adena.

***

Sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Jeffrey, Donna memilih untuk pergi ke rumah Harris dengan menggunakan taksi. Pada awalnya, Jeffrey berencana untuk mengantarnya, tetapi tampaknya hal itu tidak terjadi. Oleh karena itu, Donna akhirnya pergi ke sana sendirian. Meskipun dia merasa tidak nyaman dan cemas, ia memahami bahwa dalam situasi seperti ini, pengorbanan adalah bagian dari permainan.

Setelah membayar taksi, Donna berjalan menuju pintu rumah Harris dengan langkah ragu. Sejenak, ia berdiri di depan pintu, mengatur nafas dan memeriksa tampilannya. Dia berdoa dalam hati semoga segalanya berjalan dengan baik dan ia tidak menghadapi risiko yang terlalu besar.

Akhirnya pintu terbuka dan Harris muncul di depannya. Dia menyambut Donna dengan senyuman miring yang penuh arti, seakan mengingat kembali bagaimana mereka berdua menghabiskan malam panjang dalam pertemuan sebelumnya. Harris tidak bisa menahan senyum ketika melihat Donna, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tatapan intensnya seperti mengusik semua bagian tubuhnya.

Namun, tatapan intens Harris juga membuat Donna merasa gelisah. Ia merasa seperti sedang diawasi dengan ketat, siap untuk diserang kapan saja. Tetapi, setelah beberapa detik, Harris tersenyum sinis dengan nada bercanda, "Jangan khawatir, hari ini saya tidak dalam mood untuk menyerang kamu. Tapi, tidak bisa dijamin besok." Dia mengingatkan Donna tentang betapa ganasnya adegan sebelumnya.

"Bajingan!" Donna tidak bisa menahan amarahnya, meski dia berusaha menunjukkan bahwa dia tidak takut.

Harris tertawa, ia tahu bahwa Donna merasakan ketidaknyamanan. "Jangan terlalu takut, kita akan tidur di kamar yang berbeda, kecuali kamu kembali merayu saya dengan cara yang sama seperti waktu itu."

"Sialan, jangan sok tahu. Saya bukan tipe cewek murahan!"

Harris menggeleng cepat, "Aku tidak pernah mengatakannya."

ChiefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang