Sore ini Aceline harus bertemu dengan keluarganya. Sebenarnya Ia malas karena tugas lebih penting untuknya dibanding harus bertemu mereka. Bukannya tidak kangen, tapi Aceline tau kalau bertemu dengan mereka pasti akan membahas perjodohan ini lagi. Aceline memakai kaos oversize dengan celana jeans dan sepatu vans favoritnya. Sekarang Aceline tinggal di sebuah kosan dekat dengan kampusnya. Bangunan yang masih terbilang baru dengan kamar yang cukup luas untuk ditempati sendiri. Kamar mandi ada di dalam kamarnya sehingga ia tidak perlu berbagi dengan penghuni lainnya. Nuansa kamarnya putih dengan lantai krem serta tempat tidur single bed mengisi kamarnya. Ada meja belajar dan lemari untuk baju serta sepatu. isi kamar Aceline tidak banyak karena dia bukan orang yang menyukai keramaian, alasan lainnya adalah Aceline sangat malas untuk membereskannya. Sebelum pergi Aceline memutuskan untuk mampir dan membeli kopi di salah satu cafe langganannya. Cafe itu tidak jauh dari tempatnya namun karena akan langsung pergi Aceline menggunakan mobil untuk pergi kesana.
Sesampainya dicafe itu Aceline langsung masuk kedalam karena diluar mulai gerimis. Kondisi cafe sore itu cukup sepi, mungkin karena ini hari sabtu sehingga banyak orang yang pulang atau lebih memilih pergi ke mall dibanding ke cafe. Biasanya cafe ini ramai dengan pengunjung, apalagi jika weekdays. Karen posisinya yang dekat dengan kampus membuat cafe ini menjadi tempat yang ramai untuk dikunjungi.
"Sore Mba, aku mau pesen Caramel Java Chip yaa"
"Eh Mba Acel, kaya biasa ya isinya?"
Aceline mengangguk sambil tersenyum dan memberikan uang untuk membayarnya. Sembari dia menunggu Aceline memutuskan untuk duduk dan menyicil tugasnya. Dia melihat sekeliling cafe sebelum memutuskan akan duduk dimana. Cafe yang biasa didatanginya memiliki dua lantai, Aceline sangat menyukai bau kopi yang ia cium ketika memasuki cafe. Karena ada kursi kosong di tempat kesukaannya Aceline memutuskan untuk duduk disitu. Kursi yang didudukinya menghadap ke arah jalanan dan tempat parkir. Aceline sangat senang melihat kendaraan lalu lalang sambil mendengarkan lagu dari laptopnya.
Sekarang Aceline masih berkuliah dan berusaha menyelesaikan skripsinya. Meskipun sulit menyelesaikan kuliah, sejauh ini Aceline puas dengan hasilnya. Dia bukanlah mahasiswa yang ambis, baginya lulus mata kuliah saja sudah patut disyukuri. Acel membuka file jurnal yang harus dibacanya untuk menjadi sumber skripsinya. Setelah beberapa menit pesanannya pun selesai. Aceline mengambil dan kembali ke tempat duduknya, setelah dua puluh menit Aceline memutuskan untuk kembali masuk ke dalam mobil untuk melanjutkan perjalanannya.
Rumah Ibunya cukup jauh dari rumahnya. Butuh sekitar satu setengah sampai dua jam untuk sampai kesana. Karena e-money nya habis akhirnya ia lewat jalan biasa. Dijalan Aceline melihat ada pria yang membawa motor lupa untuk menutup tasnya. Ah sial nyusahin aja, jadi orang ceroboh banget si, pikirnya. Aceline membuka kaca mobil dan meneriaki pengemudi itu.
"HEY ITU TAS LO MASIH KEBUKA!"
Pria itu kemudian menutup tasnya dan memberi isyarat kalau dia berterima kasih. Beginilah Aceline, memang dia terlihat tidak peduli kepada sekitarnya namun sebenarnya dia sangat peduli. Sesampainya dirumah Aceline langsung masuk kedalam rumah dan disambut oleh banyak orang. Dahinya mengrenyit melihat yang ada di sana bukan hanya keluarganya namun ada keluarga dari sahabat Mamanya. Mereka memberi isyarat agar Aceline cepat duduk disamping Mamanya. Dia berusaha tersenyum untuk menjaga kesopanan.
"Acel anak Mama, kamu inget kan tante Anye?"
Aceline mengangguk dan tersenyum ke arahnya. Mata Aceline seperti berkata kepada Mamanya untuk meminta penjelasan. Mamanya mengerti dan mulai menjelaskan kalau Aceline akan tetap dijodohkan dengan anak sulung dari keluarga Mahawira. Mama kemudian mengajak Acel serta kedua kakaknya untuk pergi ke ruang keluarga.
Aceline memiliki dua orang kakak. Yang paling besar kakak lelakinya Brian Putra Pradipto. Berbeda tujuh dari Aceline, sekarang ia sudah bekerja dan memiliki keluarga serta dikaruniai satu anak. Kakak keduanya berbeda lima tahun dari Aceline. Kakaknya bernama Ananda Sisca Pradipto. Meskipun belum memiliki anak, kakaknya sudah menikah selama dua tahun. Mereka semua tidak tinggal di daerah yang sama dengan Aceline, Brian lebih memilih tinggal di Lombok dan Ananda tinggal bersama suaminya di Singapura.
"Ma Acel gasuka kalo caranya gini", protesnya setelah mereka masuk kedalam ruangan. Kedua kakaknya tidak berani menatapnya karena kemarahan Acel adalah hal yang sangat jarang terjadi dan mereka hindari. Mereka tau seseram apa Acel kalau marah.
"Maafin Mama, kamu anak terakhir tapi kamu udah bisa mandiri. Mama udah gasanggup untuk terus mengayomi kamu, waktu Mama sebentar lagi, Mama khawatir nak kalau kamu gaada yang jagain", perkataan Mamanya melemahkan hati Acel yang sedang marah.
"Acel udah gede Ma, Mama gaperlu khawatirin Acel sampe kaya gini", Mamanya membalas dengan anggukan dan mulai menangis.
"Cel ini permintaan terakhir Mama untuk kamu. Mama percaya sama kamu nak, tapi kakak kakakmu ini tinggal diluar kota bahkan negri. Mama gamau kamu kenapa napa dan gaada yang bisa tolongin. Nak Mama mohon", melihat Mamanya sampai seperti itu Acel menjadi tidak tega, bahkan merasa bersalah. Acel memutuskan untuk keluar kamar tanpa mengucapkan apapun.
Kakaknya yang paling tua mengikuti Acel keluar dan masuk ke kamarnya. Sedangkan Kakak keduanya menemani Mamanya dikamar yang masih menangis. Mereka tahu sebenci apa Acel dengan pria. Karena Acel adalah anak yang paling muda sejak kecil dialah yang menyaksikan Mamanya dipukuli oleh orang yang tidak pantas disebut Ayah. Tidak jarang Acel juga menjadi korban sasaran amukan orang itu. Setelah belasan tahun Acel mendapatkan perlakuan seperti itu akhirnya Mamanya mengajukan cerai setelah Acel terkapar penuh darah karena dipukuli orang itu. Alasan Mamanya tidak segera menceraikan orang itu karena biaya. Kakanya membantu mengumpulkan biaya untuk membeli rumah baru dan biaya untuk proses persidangan. Mereka menyesal karena Acel harus terbaring dulu baru semuanya diputuskan.
Mamanya khawatir jika Ia sudah tidak ada orang itu kembali lagi ke kehidupan Acel. Beberapa kali Mama mendapat surat ancaman untuk menyerahkan Acel kepadanya. Namun Mamanya langsung membakar surat itu dan pindah rumah karena merasa tidak aman. Kedua kakaknya mengetahui hal ini, keluarga dari calon suaminya pun tahu. Orang itu tidak bisa ditangkap polisi karena keadaannya yang tidak jelas. Hal ini membuat Mamanya yang terkena penyakit kanker khawatir, mereka tau waktu Mamanya di dunia sudah tidak lama lagi. Seiring berjalannya waktu, kondisi Mamanya semakin memburuk.
Ayahnya ingin mengambil kembali Acel karena Acel anak terakhirnya. Dia ingin Acel memaafkannya dan memulai hal baru bersamanya. Namun sayangnya dari kabar yang didengar Mama dan Kakaknya, sang Ayah sempat menikah lagi karena memperkosa seorang anak dan terpaksa harus menikahinya. Dia juga menyiksa istrinya dan akhirnya mereka bercerai. Anak di kandungan istri barunya pun ikut meninggal setelah Ayahnya menendang perut istrinya itu. Hal ini membuat mereka tidak percaya kalau pria itu sudah berubah.
"Eyin maafin Ka Bri ya", ucap kakaknya memecah keheningan dikamar Acel. Acel yang masih berdiri menatap keluar jendela hanya menghela napas panjang. Kakak laki-lakinya itu adalah satu satunya pria yang diterima Acel dalam hidupnya. Mereka sebenarnya dekat dengan Acel, namun karena harus mencari uang mereka harus pergi meninggalkan Acel dirumah bersama Mamanya. Acel memang tidak pernah bercerita tentang perasaannya, dia terlihat dingin dan tidak peduli kepada apapun. Terkadang mereka ingin Acel lebih terbuka kepada mereka. Sejak kejadian yang membuatnya masuk ke rumah sakit Acel tidak pernah menunjukan sisi lemahnya kepada siapapun, Ia bahkan tidak menangis di depan keluarganya ketika mengetahui waktu Mamanya hidup sudah tidak lama lagi.
"Ka Bri", panggil Acel kepada Kakaknya. Kakaknya melihat ke arahnya dan melihat raut wajah Acel yang sudah melembut itu.
"Bilang ke mereka aku bersedia", ucapan yang keluar dari mulut Acel sontak membuat Kakaknya kaget. Karena senang Ia langsung lari keluar kamar Acel tanpa menutupnya. Acel tersenyum tipis melihat kelakuan Kakaknya. Aceline kemudian melanjutkan aktivitas bengongnya.
"Makasih ya", mendengar suara berat dari arah pintu membuat Acel langsung membalikan badan dan melihat siapa orang itu. Acel melihat pria tinggi dan berotot di pintu kamarnya. Acel menatapnya bingung dan mencoba mengambil penggaris besi yang ada di sampingnya.
"Eh sorry gua gasopan, nama gua Rajendra Dylan Mahawira, calon suami lo", mendengarnya Acel langsung terduduk lemas di lantai. Acel mengenalinya, dia adalah orang yang Ia temui di jalan tadi. Mendengar nama lengkapnya mengingatkan Acel pada cerita temannya tentang pengusaha muda yang kabarnya sangat dingin dan kejam. Kakak temannya pernah mendaftar untuk menjadi sekretaris di perusahaan Rajendra, namun tidak sampai seminggu dia sudah mengeluarkan diri karena tidak tahan dengan perilaku bosnya yang kasar itu. Ah apakah keputusanku salah, pikir Acel sambil menatap kosong ke arah Rajendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
soulmate
RomanceRajendra Dylan Mahawira Anak tertua dari keluarga Mahawira yang berumur 28 tahun dipaksa kedua orang tuanya untuk menikah. Sayangnya Rajendra tidak percaya akan namanya cinta karena dia sudah seringkali dimanfaatkan wanita untuk uangnya saja. Aceli...