Please support this book with any kind of feedback. Your comment means a lot for me to continue this book. Have a nice day, and happy reading. <3
🖤
.
· · · HYLE · · ·
.
.
Nyanyian burung menyapa pagi hari Jungkook dengan sisi sebelah kiri ranjang kosong melompong tanpa ada sosok suaminya, Taehyung.
Ia duduk di pinggir ranjang seraya menjuntaikan kakinya. Mengusap pelan perutnya yang akhir-akhir ini terasa ngilu. Mata sayu yang masih sedikit menahan rasa kantuk tertuju pada perut besar yang berusia 6 bulan.
Benar. Taehyung sudah menghilang 6 bulan yang lalu, segala cara dilakukan oleh Jungkook dibantu oleh Yoongi. Menyebarkan lembaran kertas, menempelkannya di sekitar kota. Serta merta melaporkan kasus ini kepada polisi, semuanya sia-sia; nihil. Tidak ada satupun yang bisa menemukan keberadaan Taehyung.
Jungkook menghabiskan waktunya merenung dan menangisi suami tercintanya. Yoongi—selalu berada di sampingnya, menemani saat-saat tersulit sahabatnya. Bahkan beberapa bulan belakangan ini dia memutuskan untuk tinggal di rumah Taehyung dan Jungkook atas permintaan pria yang sedang hamil besar.
.
.
· · · HYLE · · ·
.
.
Tidak banyak yang dapat dilakukan olehnya hari ini. Seperti pagi pada biasanya Jungkook akan menyirami semua tanamannya sambil bersenandung. Tak lupa menyiram satu tanaman milik Taehyung, bunga lily, tumbuh dengan indah karena dia merawatnya sebaik mungkin.
Melihat bunga itu Jungkook seperti merasakan kehadiran Taehyung di sampingnya, kalau saja dia ada saat ini. Pasti bukan Jungkook yang menyiraminya melainkan Taehyung sendiri.
Pria itu tampak antusias ketika bibit bunga yang dia rawat mulai tumbuh, mengabadikan setiap perkembangannya melalui kamera. Pun Jungkook masih menyimpan album foto yang berisikan perkembangan bunga lily indah itu.
Sepeninggalan Taehyung, banyak beberapa teman kantor dan kerabat dari keluarga Jungkook sering bertamu ke rumahnya hanya sekadar menanyakan kabar pria hamil tersebut. Tanpa harus menyinggung suaminya yang sudah menghilang setengah tahun.
Detik berikutnya Jungkook dikejutkan oleh suara klakson mobil yang ternyata itu adalah Namjoon. Ia melambaikan tangannya, tersenyum lebar sampai terlihat lesung pipi indahnya.
“Maaf mengagetkanmu, Koo. Sudah siap belanja bulanan?”
Lho, bisa-bisanya Jungkook lupa bahwa hari ini adalah jadwal untuk belanja bulanan. Dia meminta Namjoon untuk menunggu sebentar, sementara dirinya bersiap-siap.
.
.
· · · HYLE · · ·
.
.
BEEP! BEEP! BEEP!
Kedua pria itu memerhatikan pegawai yang sedang menghitung seluruh belanjaan—milik Jungkook. Tetapi dia merasa aneh sejak tadi, seperti ada sesuatu yang sedang mengawasinya dari kejauhan.
Sekali lagi pandangan Jungkook mengedari sekelilingnya, kalau saja memang firasatnya benar pertanda bahwa dirinya sudah tidak aman.
Mengapa? Karena dirinya merasa tidak tenang. Berbeda ketika Taehyung sedang mengawasinya sedang mengganti lampu yang baru meskipun suaminya itu bersikukuh bahwa biar dirinya saja yang melakukannya.
“Kenapa? Ada sesuatu yang masih ingin kau beli?” tanya Namjoon yang juga ikut melihat ke kanan dan kiri.
Jungkook menggeleng, “Tidak ada.”
“Baiklah.”
.
.
· · · HYLE · · ·
.
.
Setelah selesai menata semua belanjaannya tepat pukul 10 malam Jungkook naik ke lantai dua di mana kamarnya berada. Kedua tungkainya terasa ngilu, yakin seratus persen kalau besok kakinya akan membengkak.
“Sayang, udah tidur, ya? Tidur yang nyenyak kesayangan Papa.” Salah satu tangannya mengusapi perutnya yang keras. Berkat bantuan orang-orang di sekitar, Jungkook bisa merawat bayinya dengan baik. Dia percaya bahwa anaknya tumbuh dengan sehat dan baik. Dokter pun berkata demikian.
Perlahan-lahan pelupuk matanya tertutup sembari menggumamkan sebuah lullaby yang biasa dilakukan ketika ingin tidur. Jungkook akan seperti itu sampai tanpa disadari dia sudah terlelap menyelami bunga tidurnya.
Atau,
Malam itu adalah malam mengenaskan untuknya, dari luar jendelanya dapat terlihat tiga pasang mata yang memancarkan sinar merah tengah mengawasi perut besar Jungkook dari balik pohon pinus.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYLE || TAEKOOK
FanfictionEntah apa yang harus ia lakukan lagi, satu-satunya cara yang tersisa adalah melarikan diri ke hutan belantara di tengah malam bermodalkan sinar bulab purnama sebagai penunjuk arah. Di belakangnya lima orang tidak di kenal meneriakinya, serta merta m...