Rasa Pertama | Hallo, aku Ranin

8 1 0
                                    

Hallo, namaku Ranindira Hafta banyak orang menyapaku dengan nama Ranin tapi jika kau tak ingin, tak apa. Kau bisa memanggilku dengan sebutan lain.

Aku adalah seorang gadis lajang, dengan usiaku yang sudah cukup matang, usiaku 25 tahun. Usia yang di gadang - gadang sudah cukup bahkan lebih untuk membangun keluarga kecil, sebenarnya bukan aku tak ingin. Aku hanya menunggu dapat seseorang yang tepat untuk ku jadikan pendamping.

Membahas soal pendamping hidup memang tak ada habisnya, apalagi jika menuruti keinginan yang ada dalam bayangan, namun mustahil menjadi kenyataan.

Tapi lain denganku, aku tak ingin yang muluk - muluk aku hanya ingin memiliki pendamping hidup yang nantinya bisa selalu mengerti aku. Mengerti sikapku yang cuek, datar dan dingin.

Seperti kata mantan pacarku dulu. Katanya, kita memang pacaran namun layaknya orang asing. Aku hanya berbicara jika di tanya, dan bertanya seperlunya. Bahkan kita jarang sekali jalan berdua untuk menghabiskan akhir pekan, karena bagiku itu adalah kebiasaan pasangan yang tak punya kerjaan.

“Tata pulang jam berapa hari ini?” tanya ibuku saat aku bergabung ke meja makan untuk sarapan.

Jika di rumah aku memang akrab di sapa Tata, itu karena saat kecil aku tak bisa menyebutkan nama Ranin. Jadi para kerabat dekatku memanggilku dengan sebutan Tata.

“Kenapa?” sahutku singkat sambil mengunyah roti tawar selai coklat.

“Kamu kan udah janji mau ketemu anak teman ibu lho Ta, masa lupa?” gerutu Ibu ku, membuat Bapak ku yang sedang menyantap nasi goreng berdeham.

Bapak memang tak suka ada pembicaraan jika sedang duduk di meja makan, belum lagi sifatnya yang kadang berubah tiba - tiba menjadi datar dan tak terbaca yang sangat menurun pada diriku.

“Tata mungkin sibuk, batalin aja pertemuan nya.” jawab Ayahku dengan tatapan fokus pada nasi goreng miliknya.

“Gak bisa di batalin gitu aja dong Pak,” sahut Ibu tak terima.

Aku yang malas mendengarkan perdebatan di pagi hari akhirnya memilih buka suara.

“Di usahain,” putusku lalu pamit pergi.

Hari ini aku akan ikut membantu Ibram, sahabatku sejak duduk di bangku SMA. Nama lengkapnya Ahmad Ibram Ibrahim sebenarnya kita dulu tak saling kenal, namun ada kejadian yang membuat Ibram tak sengaja melihatku.

Mulai dari kejadian itu ia terus mengikutiku saat di sekolah, memaksaku agar mau berteman dengan nya dan juga memaksaku agar mau diantar pulang dengan dia. Pernah sekali aku bertanya apa alasannya, dan dengan konyolnya ia menjawab

“Alasannya karena gue pengen aja, lagian gue liat lo gak punya temen dan gue juga. Jadi kita temenan aja biar sama - sama punya temen!”

Saat itu aku hanya menghela nafas lalu meninggalkannya tanpa memberi jawaban, namun hal itu malah dianggap persetujuanku oleh Ibram.

Ting!

Satu pesan masuk dalam ponselku tepat saat aku sampai di depan halte yang tak jauh dari rumahku.

Ibram :
Ranin..
Lo mau sekalian gue jemput gak?

Aku bergumam dalam hati membaca pesan yang dikirim kan oleh Ibram juga menjawab nya dalam hati, namun saat ingin mengetikkan pesan balasan bertepatan dengan kedatangan bus yang aku tunggu hingga aku terburu - buru memasuki ponsel dalam saku dan naik kedalam bus.

Story Of RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang