|BK - 20. Sadar dan Membaik|

184 56 8
                                    

Sttt .... Jangan lupa beri vote terlebih dahulu. Jangan lupa spam komen biar aku semangat nulisnya dan bisa berkembang. Hanya dua itu, gampang kan? Hehe ....

——————————————————

Now playing : One Direction - A.M.

"Kamu hanya butuh seseorang yang bisa mengerti kamu. Yang memberi perhatiannya dan membuatmu nyaman berada di dekatnya."

Setiap orang pasti tidak ingin mengalami apa yang namanya kehilangan. Terutama kehilangan orang-orang yang dia sayang. Karena itu adalah hal yang paling menyakitkan, bukan?

Setelah memarkirkan motornya di parkiran, Aludra segera berlari di lorong rumah sakit. Keringatnya mengalir, jantungnya berdetak tidak beraturan. Sungguh, Aludra belum bisa tenang hingga dia melihat Ankaa baik-baik saja.

Dia lantas berhenti di depan sebuah ruangan bernuansa putih. Seorang dokter baru keluar dari sana. Dokter itu menepuk pundak Aludra pelan, kemudian berlalu meninggalkan ruangan itu.

Aludra menghela napas lalu masuk ke dalam dengan perasaan campur aduk. Bahkan kini, seragam yang dikenakannya sudah tidak rapi sama sekali.

Aludra mendekat ke arah bundanya yang sedang menenangkan bunda Ankaa di sofa. Sejak semalam, keduanya sama-sama menjaga Ankaa dan tidak mau pulang. Sedangkan Hanif dan Puan berangkat ke kantor karena ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan.

"Al ...." Mendengar itu, hati Aludra  mencelus. Panggilan dari Yunia benar-benar terasa menyesakkan. Wanita paruh baya itu langsung memeluk Aludra sambil menangis sesenggukan. Menumpahkan segala keluh yang memberatkan pundaknya.

Liana tersenyum sekilas, membiarkan keduanya berpelukan. Dia tahu, hati Yunia pasti hancur melihat anaknya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Karena Liana juga merasakan hal yang sama. Baginya, Ankaa juga anaknya.

"Ankaa nggak apa-apa kan, Tante? Ankaa pasti sehat lagi, kan?" Aludra bertanya dengan suara bergetar. Yunia tak menjawab. Dia malah menangis semakin keras.

Beberapa menit setelah tangis Yunia mereda, Aludra melepas pelukannya. Dia menyuruh bundanya membawa Yunia ke kantin untuk makan. Aludra tidak mau melihat keduanya sakit.

Dia lalu beralih mendekat pada brankar Ankaa. Gadis itu terlihat lebih pucat dari semalam. Selang infus menempel di punggung tangan kirinya.

Aludra mengelus puncak kepala Ankaa, pelan. Dia lalu duduk di kursi yang tersedia di samping brankar. Tangan kanannya meraih satu tangan Ankaa yang bebas dan menggenggamnya erat.

Audra menatap Ankaa dalam. "An, apa nggak capek tidur terus?" tanya Aludra pelan. Namun tak ada jawaban. Ankaa tetap setia menutup matanya.

"Gue di sini, An. Gue di sini ...." Aludra menggigit bibir bawahnya, menahan sesak.

Beruang Kaludra [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang