Tong! Tong! Tong...!
"Maling! Maling...!"
Suara kentongan terdengar bertalu-talu ditingkahi teriakan beberapa orang.
"Eh, maling...?! Kejar! Itu dia...! Kejaaar...!" teriak seorang penduduk Desa Karang Suwung.
Bersamaan tiga orang penduduk lainnya yang tadi tengah duduk dan ngobrol-ngobrol diatas balai-balai, mereka langsung melompat mengejar setelah menyambar golok masing-masing.
"Itu dia! Itu dia...!" teriak seorang penduduk menunjuk ke arah selatan.
"Ayo kejar ramai-ramai! Kejaaar...!"
Dalam waktu singkat Desa Karang Suwung menjadi gempar, ketika hampir semua penduduknya keluar mengejar seorang berbaju hitam yang dituding sebagai maling. Orang itu membawa sebuntal kain yang disampirkan di pundak. Mukanya tertutup kain hitam, dan hanya memperlihatkan sepasang mata yang bulat serta berkedip-kedip penuh ketakutan. Begitu keadaannya terpojok di samping salah satu rumah. Di kanan dan kirinya telah menunggu para penduduk desa dengan senjata masing-masing. Punggungnya dirapatkan ke tembok rumah.
Srak!
"Jangan coba-coba mendekat! Aku akan menyerah bila kepala desa ini yang datang! Kalau kalian coba-coba mengeroyok, maka akan ada nyawa melayang!" ancam maling itu.
"Kurang ajar! Dasar maling busuk! Kau kira bisa menakut-nakuti kami?! Ayo, rencah dia...! Habisi!" sambut seorang pemuda dengan wajah geram sambil mengayun-ayunkan goloknya.
"Mundur kau...! Jangan membahayakan orang lain...!"
Pemuda itu sendiri agaknya akan turun tangan, bila seorang lelaki tua bertubuh kecil tidak mencegahnya. Orang tua itu segera menangkap pergelangan tangan pemuda ini. Dan menelikungnya ke belakang. Sehingga, goloknya jatuh ke belakang.
"Aduh! Ampun, Ki Ranu! Ampuuun...!" ratap pemuda itu, tanpa mampu bergerak.
"Jangan libatkan yang lain. Dia bersenjata. Dan kalian bisa terluka. Ingat! Biar aku yang tangani maling ini!" ujar laki-laki tua yang tampaknya punya kepandaian juga.
"I... iya, Ki...!" sahut pemuda itu seraya mengangguk lemah.
Orang tua bernama Ki Ranu itu melepaskan dan pemuda ini hanya bisa meringis.
"Katamu akan menyerah bila kepala desa yang datang. Nah! Akulah orangnya. Berikan golokmu. Dan serahkan dirimu...!" ujar Ki Ranu yang ternyata Kepala Desa Karang Suwung ini.
"Apakah Kisanak bisa menjamin mereka tidak memukuliku...?" tanya maling bertopeng itu.
"Keselamatan kujamin selama kau tidak berbuat macam-macam!"
"Baiklah...." Perlahan-lahan orang bertopeng itu menyerahkan golok dalam genggamannya. Juga buntalan yang dibawanya.
"Bukalah topengmu!" pinta Ki Ranu, tegas.
Untuk kedua kalinya, maling bertopeng itu mematuhinya. Sehingga penduduk desa ini bisa melihat wajah seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun dan berkumis tipis. Bentuk mukanya segi empat, dengan kedua rahang menonjol.
"Aku kenal semua wargaku ini. Maka, aku bisa memastikan kalau kau bukan penduduk desa ini. Siapa namamu. Dan dari mana asalmu?" tanya Ki Ranu.
"Aku Katmani. Dari..., Karang Setra...," sahut maling bertopeng ini.
"Hm, Karang Setra? Ini peristiwa yang ketiga kalinya penduduk Karang Setra melakukan perampokan. Sebelumnya terjadi dua peristiwa yang sama di desa sebelah timur sana. He, apa yang menyebabkan kau menjarah desa ini? Tahukah kau bahwa ini wilayah Kerajaan Swandana?"
"Tahu... Dan ini kulakukan memang sengaja," jelas Katmani.
"Sengaja? Apa maksudmu?!" Ki Ranu terkejut dengan alis bertaut.
"Beberapa punggawa istana yang menyuruh kami melakukan perampokan di wilayah Kerajaan Swandana... "
"Huh! Bicaramu melantur! Mana mungkin! Buat apa mereka menyuruh kalian menjadi maling? Apa Karang Setra sedemikian miskin?!"
"Kalian boleh percaya atau tidak. Tapi begitulah hal yang sebenarnya. Karang Setra butuh harta banyak untuk membiayai peperangan dengan Kerajaan Alas Karang."
Kepala Desa Karang Suwung itu tertegun. Dahinya berkerut dan wajahnya tampak ragu mendengar penuturan Katmani. Begitu juga para penduduk desa yang ikut mendengarkan.
Penduduk Kerajaan Karang Setra mungkin saja tidak semuanya kaya. Namun begitu, mereka tidak pernah kekurangan. Rakyatnya selama ini hidup tenteram dan damai.
"Bawa maling ini ke kadipaten. Dan serahkan pada Gusti Adipati!" perintah Ki Ranu.
Setelah berkata begitu, Kepala Desa Karang Suwung ini bergegas mengikuti dua pemuda yang membawa maling itu.
Kebanyakan penduduk desa itu merasa heran dan tidak percaya. Tapi belakangan ini memang terdengar berita tentang pencurian-pencurian yang sering terjadi. Di antara mereka yang tertangkap selalu berasal dari Karang Setra, dan mengaku menjadi orang suruhan Istana Karang Setra. Tentu saja hal itu meresahkan. Bahkan, membuat sebagian masyarakat menjadi bingung. Ada yang percaya, dan ada pula yang tidak!
KAMU SEDANG MEMBACA
159. Pendekar Rajawali Sakti : Neraka Kematian
ActionSerial ke 159. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.