Tidak Lebih

9 1 0
                                    

7 tahun yang lalu...

Waktu itu musim panas bulan Maret 2011, mereka tengah berada di padang Savana, Baluran dan sibuk memotret rusa yang ada di kejauhan. Untuk kesekian kalinya Timo bergabung dalam liburan keluarga Shema saat itu. Cuaca sangat panas namun tidak dapat mencegah mereka berdua untuk melakukan sesi pemotretan abal-abal. Shema dan Timo berganti-gantian saling memotret dengan gaya unik mereka masing-masing di depan pohon jomblo, salah satu pohon yang ada di sana. Shema ingat, gelak tawa mereka berdua ketika Timo berhasil memanjat pohon itu namun kesulitan untuk turun lagi.

Kak Reza, kakak kandung Shema, menghampiri mereka sambil setengah berlari. "Hey, kalian. Kita udah mau pindah tempat nih. Kencan mulu." Kalimat kak Reza itu berhasil membuat Shema tersipu malu dan mengalihkan pandangannya sambil berpura-pura memotret banteng yang ada di kejauhan.

"Hey kak, aku sama Shema nggak mungkin punya hubungan yang kayak begitu." Timo berkata enteng sambil meninju pelan lengan kak Reza yang kekar. "Wah, kakak fitness ya? Keren." Timo mulai menatap kagum dengan berlebihan kepada tubuh kak Reza yang memang adalah pelatih fitness salah satu gym di Surabaya. Shema yang tengah membelakangi mereka terdiam mendengar kalimat pertama Timo. Berusaha tetap santai dan berpura-pura melihat hasil fotonya di kamera.

"Kenapa kalian nggak mungkin kencan?" Kak Reza menyipitkan matanya sambil menatap Timo dan Shema bergantian. Shema hanya tersenyum mengangkat bahu dan memberi isyarat supaya Timo menjawabnya. Andai ada yang bisa menjelaskan bagaimana senyum Shema saat itu, sungguh sangat dipaksakan.

"Gimana ya kak, itu kisah yang terlalu klasik. Ya nggak sih? Cowok cewek, sahabatan terus saling jatuh cinta. Kayak di film-film. Kita nggak gitu, ya kan Shem? Selamanya kita akan jadi best friend." Dengan gayanya yang unik, cowok yang baru saja dinobatkan sebagai Cowok Paling Nggak Peka oleh Shema, mengalungkan tangannya ke leher gadis itu sambil tertawa. "Hahaha..." Shema tertawa datar.

"Udah ah,aku haus." Shema membebaskan diri dari rangkulan Timo dan berlari ke arah Mamanya yang tengah melambaikan tangan dari kejauhan. Selamanya? Best friend? Shema menggerutu di dalam hati dan merasa kesal. Entah kenapa. Emangnya ada yang salah ya sama aku, sampai dia nggak kepikiran buat... kencan? Shema meraih botol air yang bertuliskan namanya dan meneguknya hingga habis. Keluarganya memiliki botol air masing-masing dan diberi nama, supaya tidak tertukar dan dapat mengurangi pemakaian plastik ketika melakukan perjalanan seperti ini.

"Kehausan, nak?" Mama Shema keheranan melihat anak gadisnya minum begitu banyak air putih. "Kebakaran." Jawab Shema pendek, lalu dia beralih ke bagian belakang mobil, membuka bagasi dan berusaha menuang air dari galon ke botol isi ulangnya. Timo yang melihat Shema kesulitan langsung memberikan pertolongan pertama. Timo mengambil botol di tangan Shema "Sini princess, Kakak bantu." Kata Timo menggoda. "Apaan sih, jijay." Shema membiarkan Timo menuangkan air untuknya. Dia kesal melihat senyum konyol cowok itu. Tapi juga suka.

"Kita lanjut ke mana nih bunda?" Timo bertanya pada Mama Shema, yang biasa dia panggil bunda. Timo memang sudah dianggap seperti anak sendiri di keluarga Shema. "Ke pantai dong. Yuk masuk semuanya." Mama Shema mengajak semua orang untuk masuk ke dalam mobil. "Pa, kan udah janji nggak ada rokok di perjalanan ini?" Mama Shema setengah berteriak melihat suaminya yang duduk memandangi gunung Baluran dari kejauhan sambil merokok. "Cuma satu ini kok. Janji." Papa menginjak putung rokoknya lalu memungut dan membuangnya di tempat sampah yang ada di dalam mobil. "Tidak boleh buang sampah sembarangan. Yuk, kita berangkat." Papa tersenyum dan ketika melihat wajah anak perempuannya dia mengelus kepala dan mencium keningnya lalu masuk ke dalam mobil.

Sebelum menaiki mobil, kak Reza menarik lengan Shema dan mengajaknya berbicara dengan berbisik. "Are you okay?" matanya seakan menatap jauh ke kedalaman hati Shema. "Apaan sih kak." Shema berusaha menghindar. Sebelum kak reza semakin tau semuanya, apa yang sebenarnya dia rasakan terhadap Timo. Kepada kakaknya yang satu itu, memang sulit menyimpan rahasia darinya.

Shema duduk di kursi tengah, diapit Timo dan kak Reza. Papa yang ada di belakang kemudi lebih banyak diam sedangkan Mama sibuk potret sana-sini menggunakan hapenya. "Eh merak ada merak! Liat deh Shem." Timo memegang kepala Shema dengan tangan kanannya dan mengarahkan pandangan gadis itu pada dua ekor merak yang berjalan beriringan di sebelah kanan mereka. Shema berdecak kagum diikuti oleh orang seisi mobil. Beberapa detik kemudian dia sadar bahwa wajahnya sangat dekat dengan wajah Timo sehingga dapat melihat bulu mata lentik cowok itu dengan jelas. Jantungnya berdetak kencang dan memompa darah ke seluruh wajahnya sehingga kulit kuning langsatnya memerah. Tunggu dulu, jangan bilang aku suka sama orang ini?! Shema hanya dapat berteriak di dalam hatinya. Tangan Timo tetap merangkulnya selama beberapa detik yang bagi Shema adalah selamanya. Hingga kak Reza menarik bahu gadis itu kembali bersandar pada kursinya. Shema menatap kakaknya. Ya, dia tau. Kak Reza satu-satunya orang yang ada di dalam mobil itu yang tau bahwa Shema menyukai Timo. 

Kisah Klasik dan Sebuah Perjalanan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang