Tersadar

6 1 0
                                    


1 Minggu yang lalu...

Timo sudah putus dengan pacarnya yang kelima tepat enam bulan yang lalu. Shema selalu jadi orang pertama yang diberitau olehnya. Lalu kemudian entah sejak kapan, mereka mulai sering keluar bersama ketika malam minggu. Entah itu mencoba café baru di pinggiran kota Surabaya, kulineran di kaki lima, atau sekedar nonton Netflix bersama di rumah Shema.

"Jangan lupa bawa cimol sama cireng!" teriak Shema kepada Timo dari balik telpon genggamnya. Malam minggu kali ini mereka akan nonton film bersama di rumah Shema. Papa Mama kebetulan sedang di rumah. Gadis berambut panjang itu mengikat rambutnya lalu mulai memasak air di dapur. Mamanya datang dan membuka pintu kulkas.

"Kapan ya, anak gadis Mama ini malam minggunya sama pacar." Mama membuka sebuah wadah yang berisi pepaya kupas lalu memakannya dan melirik anak gadisnya yang sudah 25 tahun itu.

"Malam ini sama Timo lagi?" Shema hanya mengangguk tanpa melihat kepada Mamanya yang hanya bisa menatap heran.

"Kalian tuh sebenernya, apa sih?" Tanya Mama lagi. Wanita paruh baya itu mendatangi anaknya dan memperhatikan apa yang akan anaknya buat. Gadis itu tengah mempersiapkan adonan untuk membuat churros, roti goreng kesukaan Timo.

"Shema?" Mama menatap Shema dengan tatapan serius. "Ma, aku pasti bakalan nikah kok. Mama tenang aja." Shema menatap Mamanya sekilas sambil tersenyum kecil. Tangannya tetap asik meracik adonan roti.

"Gimana kamu mau pacaran kalau deketnya sama Timo terus, bisa-bisa cowok yang ngedeketin kamu ngira kalau kalian itu pacaran terus gak jadi ngedeketin." Mama melirik Shema lagi yang seakan tidak peduli.

"Eh tau nggak sih, putranya Pak Dharmawan itu kemarin nanyain kamu. Kayaknya dia tertarik deh Shem." Mama melanjutkan makan buah pepayanya. "Si Andre?" Tanya Shema. Mama mengangguk cepat "Kamu masih inget sama Andre? Temen SMA kamu yang pinter banget matematika itu. Dia baru nyelesein S2-nya di Jepang. Sekarang Shem, ganteng banget anaknya. Nggak kayak dulu cupu banget. Kamu mau nggak dideketin?"

"Andre siapa nih?" Timo memasuki dapur dan menaruh beberapa bungkus belanjaannya di atas meja makan. Mama kaget melihat kedatangan Timo yang selalu tidak terduga karena sudah terbiasa tidak mengucapkan salam, sudah seperti rumah sendiri.

"Eh Timo, itu lho Andre temen SMA kamu. Bunda rasa dia tuh suka sama Shema, soalnya kemaren dia nanya tentang Shema pas Bunda arisan di rumahnya. Kamu bawa apa ini?" Mama membuka salah satu bungkusan yang Timo bawa dan ternyata martabak telur kesukaannya.

"Itu buat Bunda." Kata Timo sembari menatap pada punggung Shema yang belum menyapanya sama sekali.

"Jadi sekarang Andre udah di Surabaya, Bun? Bukannya dia lagi S2 di Jepang?" Tanya Timo lagi.

"Nggak, dia udah selesaikan studinya. Makanya, Tim. Bantuin Bunda bilang sama Shema kalau seharusnya dia mulai bergaul sama cowok lain selain kamu. Bunda juga pengen liat dia pacaran." Perkataan Mamanya itu berhasil membuat Shema membalikkan badannya dan menghampiri mereka berdua.

"Mama, ini aku bawakan ke atas ya sekalian sama pepayanya. Oke?" Shema secara halus meminta Mamanya untuk pergi meninggalkan mereka berdua. Jika tidak Mamanya bisa mengatakan banyak hal lagi tentang perjodohan. Gadis itu membawa sekotak martabak telur yang masih hangat dan pepaya milik Mamanya ke lantai atas, kamar orang tuanya. Mama hanya bisa menatap kesal dan berlalu mengikuti Shema dari belakang. Timo terpaku menatap kosong ke arah churros yang masih hangat di atas meja dapur.

Sebelum memasuki ruangan kamarnya, Mama berkata "Jangan kamu kira Mama nggak tau ya Shem, perasaanmu sama Timo. Kamu perlu berhenti mengharapkan sesuatu yang nggak jelas. Timo kelihatannya nggak punya pikiran mau punya hubungan romantis sama kamu. Jadi move on, ingat kamu sudah dewasa." Wanita itu mengambil bungkusan yang ada di tangan anaknya dan menutup pintu kamarnya. Shema hanya berdiri mematung padahal dia sudah sering diomeli oleh Mamanya soalnya ini. Tapi tetap saja, andai Mamanya tau bahwa dia juga sedang berusaha.

Sesampainya di dapur Shema mencari Timo dan semua makanan yang tadinya ada di atas meja makan telah lenyap. Ternyata pria itu sudah ada di ruang keluarga yang berisi sofa empuk dan televisi. Timo mempersiapkan Ipad dan memilih film yang akan mereka tonton lewat Netflix. "Jadi kita nonton apa malam ini?" Shema melemparkan tubuhnya ke sofa dan duduk tepat disamping Timo. Celana tidur Shema yang di atas lutut tersingkap sehingga menunjukkan pahanya. Tiba-tiba Timo melemparkan bantal sofa kepangkuan Shema. "Kamu bakalan jalan sama Andre?" Timo bertanya tanpa menatap Shema, tetap memilih film di Ipad. Bukannya menjawab pertanyaan Timo, Shema malah mengalihkan pembicaraan "Eh kata temenku ada film action yang bagus." Shema berusaha mengambil alih Ipad yang ada di hadapan Timo. Pria itu mengangkat Ipadnya "Kali ini aku yang milih. Kita nonton ini aja."

"Isn't it Romantic?" Shema membaca judul film yang dipilih oleh Timo. "Komedi romantis? Tumben kamu ngajak nonton yang beginian?" gadis itu tertawa menatap tidak percaya pada Timo. "Ya, pengen aja." Jawab Timo singkat. "Nggak, soalnya kamu paling gak suka sama romance." Shema tetap heran dan menatap pria di sampingnya itu. "Jangan bilang kamu lagi jatuh cinta sekarang?" Timo mengambil sepiring churros yang ada di atas meja dan tidak menjawab. "Kok nggak jawab?" Shema memberi tatapan yang mengintimidasi Timo. "Kamu tadi juga nggak jawab pertanyaanku." Kata Timo. "Pertanyaan yang mana?" Shema berpura-pura lupa. "Tentang Andre." Jawab Timo. Film yang ada dihadapan mereka baru saja dimulai. Shema hanya terdiam dan membenarkan posisi duduknya menatap layar Ipad yang menyala. "Kita nonton dulu aja." Kini giliran Timo yang menatap Shema. Ada sesuatu yang sulit dijelaskan saat ini, dia tampak gelisah dan tidak tau apa yang sedang mengganggunya saat ini.

"Kisah klasik!" Seru Shema setelah selesai menonton film tentang seorang gadis arsitek biasa yang anti dengan kisah romantis lalu kemudian jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri. "Klasik banget. Ya kan?" Kata Shema lagi berusaha untuk tidak terlalu terbawa suasana dengan film yang menurutnya lumayan bagus itu. Rasanya aneh menonton film romantis bersama Timo. Selama ini dia selalu menonton setiap film dengan kisah cinta antar sahabat seperti If Only; Love Rosie; kisah cinta Ron dan Harmonie di Harry Potter dan sebagainya. Tentu saja karena dia tau, hanya di dalam film semua kisah seperti itu menjadi indah, tidak seperti kisahnya yang... bertepuk sebelah tangan? Sebenarnya 1 tahun ini Shema telah berhenti mengkonsumsi film seperti itu supaya dia bisa melupakan perasaannya pada Timo. Dia juga mulai bertekat untuk memiliki sebuah hubungan dekat dengan seorang pria lain, namun Timo kembali lagi setelah dia putus dengan pacarnya dan membuat gadis itu sedikit goyah.

"Mungkin, kisah klasik itu ada benarnya ya." Kata Timo memecahkan keheningan diantara mereka. Hanya suara detik jam yang terdengar lebih keras dari biasanya.

Shema terdiam mendengarnya dan berusaha menatap mata Timo yang masih terpaku pada layar Ipad. "Mungkin selama ini aku yang salah, Shem." Timo mengalihkan pandangannya kepada Shema dan menatapnya lekat. Suatu tatapan yang tidak pernah dia lakukan kepada Shema selama 10 tahun ini. Sangat terlihat ada sesuatu yang berkecamuk dibenaknya saat ini. Gadis itu tercekat. Debaran di dadanya yang semakin tidak dapat dikendalikan.

"Shema, sepertinya aku jatuh cinta sama kamu." Timo mengatakannya cepat lalu menutup wajahnya dan menatap Shema lagi.

"Gila! Aku udah menjilat omonganku sendiri. Kamu tau kan aku bukan jenis orang yang seperti itu? Tapi tau kalau kamu bakalan dijodohin sama Andre yang perfect itu, aku bener-bener nggak rela." Timo berhenti berbicara dan mengubah posisi duduknya menghadap Shema.

"Maksudku bukan berarti kamu nggak layak buat dapetin yang sempurna tapi, coba lihat deh kita. Kita ini sempurna kan, Shem? Selama ini kita saling melengkapi dan... dan aku ingin kita kayak gini terus." Timo berhenti lagi memikirkan kalimat selanjutnya. Shema bahkan lupa bagaimana caranya bernafas mendengar perkataan Timo itu.

"Tanpa sadar aku sudah masuk dalam sebuah kisah klasik dan jatuh cinta sama sahabatku sendiri." Suara Timo terdengar pasrah. Tatapannya sendu tidak seperti biasanya. Ada ego yang telah dia lepaskan dan itu membuat nafasnya lebih lega. Dengan malu-malu dia melirik Shema yang mematung dihadapannya.

"Selama ini kamu kemana aja?" Tanya gadis itu setelah diam cukup lama. 

Kisah Klasik dan Sebuah Perjalanan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang