Kabur

417 49 5
                                    

Sepanjang perjalanan, Rafael memilih bungkam meski Ayasha terus bertanya ini-itu. Dia sedang kesal, niat hati ingin berdua dengan Ashila jadi kacau karena Alana yang dititipi malah pergi. Kejutan yang disiapkannya gagal total.

Sementara itu, Ashila yang merasakan perubahan sikap suaminya kepada sang putri, dibuat kecewa. Apa ini sikap Rafael yang sesungguhnya?

"Raf, aku turun di sini," ucapnya tiba-tiba. Lebih baik dia naik taksi ketimbang diabaikan.

"Kenapa?" Rafael bertanya bingung.

"Turun di sini!" ulang Ashila dengan nada naik satu oktaf.

Rafael menoleh, tetapi langsung menepikan mobil.

"Shasa, ayo turun!" Ashila bergegas mengajak putrinya keluar mobil, Rafael mengikutinya.

"Kamu kenapa kayak gini?" Pertanyaan Rafael tidak digubris, Ashila segera menyetop taksi yang kebetulan lewat dan berniat meninggalkan suaminya.

"Shila?" Rafael menahan taksi yang membawa anak dan istrinya.

"Jalan, Pak!"

"Jangan, Pak!" Rafael melotot tajam. Dia lantas membuka pintu dan menarik Ashila keluar, tak lupa mengusir taksi agar tidak ada acara kabur-kaburan lagi.

"Masuk!" Rafael memerintah dengan keras, tetapi Ashila bergeming. Tak menyerah, dia langsung merebut Ayasha dari gendongan sang istri.

"Papa, Shasa takut," cicit Ayasha.

"Tidak apa-apa, Sayang. Maaf ya, papa nggak akan ngomong keras lagi." Rafael menaruh Ayasha di jok belakang dan Ashila mau tak mau menurut, menyusul ikut masuk kembali ke mobil, tetapi duduk di jok belakang. Rafael membiarkannya.

Rafael memutari mobil, kemudian segera masuk, lantas dengan cepat melajukannya. Masih tetap tanpa suara apalagi mereka baru saja bersitegang.

Sesampainya di rumah, Rafael menyerahkan Ayasha kepada pengurus dan membawa Ashila ke kamar. Mereka harus bicara, apa maksud dari tindakannya tadi yang tiba-tiba minta turun di tengah jalan?

Meski dikuasai amarah, laki-laki yang akan menjadi ayah tersebut tidak sampai membanting pintu. Dia cukup tahu, semua permasalahan harus diselesaikan baik-baik. Berdua saja, jangan melibatkan pihak lain.

"Apa aku berbuat kesalahan?" Rafael menangkup kedua tangan Ashila, membawa ke dadanya.

"Katakan sesuatu, jangan diam begini! Gimana aku ngerti letak kesalahanku?" Rafael tahu jika wanita hamil bisa marah tanpa sebab, tetapi menghadapi Ashila yang bungkam sungguh menguji kesabarannya. Dia bukan seseorang yang bisa mengerti isyarat, juga tidak sabar jika harus menebak-nebak.

"Shil?"

Ashila menunduk. Dia ingat saat tanpa sengaja mendengar pembicaraan Rafael bersama Azka tentang rencananya memberikan Ayasha kepada Alana dan Dafa. Ditambah perubahan sikap laki-laki itu yang menjadi acuh terhadap putrinya. Tidak, dia tidak akan membiarkannya terjadi.

"Shil," panggil Rafael lirih. Jika dengan pemaksaan tidak bisa, dia harus mengalah. Menurunkan ego.

"Katakan padaku! Apa yang terjadi padamu?"

Ashila masih membisu. Hati perempuan itu bergemuruh sesak. Membayangkan Ayasha kembali ke ibunya saja dia tidak bisa.

Rafael melepaskan genggamannya, mengacak rambut frustrasi, lantas mengalihkan pandangan. Menghadapi Ashila butuh kesabaran ekstra.

Ashila malah menangis. Tergugu dan itu membuat Rafael makin bingung. Ingin dikeras juga tidak bisa, nanti tambah runyam. Dirinya kembali mendekat, kemudian merengkuh istrinya penuh kelembutan.

Not Cinderella (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang