Pacar Mamaku

87 3 0
                                    

Rifgi POV

Dan sejak saat itu, mama Clauren mulai bercerita mengenai masalah mantan suaminya yang selalu memaksanya untuk mengajaknya untuk rujuk kembali, tapi Mona tidak mau karena perpisahan mereka yang dulu dikarenakan pengkhianatan.

“Kamu jangan cerita sama Clauren ya Rif, takut nanti dia kepikiran,” ucap Mona pada saat itu. Dan aku tetap menjaganya hingga saat ini.

“Dan—terima kasih karena udah mau jagain Clauren, dia banyak cerita soal kamu.” Mona tersenyum dan entah mengapa sejak saat itu aku mulai tertarik untuk melihat senyum itu lagi.

“Tante, gak mau ganti baju dulu? Pakaian ibu Rifgi mungkin pas,” kataku ketika dia hendak berdiri untuk segera pulang ke rumahnya.

Bajunya yang basah, aku sangat yakin kalau dia tidak nyaman mengenakannya.

“Gak usah, jaket kamu biar tante cuci dulu baru tante balikin ya.”

Aku mengangguk canggung. Merasakan hal aneh yang menelusup dalam hatiku. Aku ingin menyangkalnya, apalagi ketika menghirup aroma parfum yang menguar di sekitar Mona. Harumnya berbeda dengan parfum yang digunakan oleh teman-temanku pada umumnya.

Dan saat itu hujan masih turun dengan deras, bahkan petir menyambar. Mona masih berdiri di beranda rumahku dan menatap ragu hendak meneruskan perjalanannya atau akan menunggu hujan sampai reda.

JEEEDAAAAR!!!

Suara petir mengejutkan Mona, hingga ia memundurkan langkahnya ke belakang. Namun karena ia mengenakan hak tinggi, kakinya terpeleset dan badannya hampir terjatuh jika saat itu aku tidak menyangga tubuhnya.

“Tante, gak apa-apa?” Tubuhnya masih terasa dingin dan ia terus menggigil.

Sudah berapa kali aku menanyakan kalimat yang sama padanya. Dia yang kikuk kemudian mencoba untuk berdiri dan membenarkan posisinya.

“Maaf, Rif. Tante barusan terkejut,” ucapnya.

Aku tidak mengatakan apa-apa padanya. Kemudian dia masih berdiri dan sesekali wajahnya menampakan ketakutan tiap kali melihat kilat di langit.

“Di sini aja dulu tante, gak apa-apa. Kalo tante risih biar Rifgi di kamar,” kataku untuk meyakinkan Mona agar tidak terburu-buru pulang ke rumah.

“Ibu kamu, tante gak enak sama dia.”

“Ibu Rifgi pulang malem Tan.”

Lama berpikir akhirnya Mona masuk kembali ke dalam rumahku. Dan aku berinisiatif untuk mengambil baju ibuku yang tidak pernah dipakai lagi.

Karena kupikir ukuran tubuh ibuku yang lebih besar daripada Mona. Mungkin semuanya akan muat.

“Tante pakai aja dulu, kamar mandinya ada di sebelah sana.” Aku menunjuk kamar mandi yang letaknya ada di bawah tangga kamarku. Toilet itu sengaja ada di sana khusus untuk tamu.

Mona mengangguk kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Tak ada pilihan lain selain dia harus mengganti bajunya agar tidak sakit.

Tak lama kemudian Mona keluar dari kamar mandi dengan baju ibuku. Aku tak bisa menahan senyumku ketika melihat Mona mengenakan baju yang rupanya terlihat sangat longgar itu.

Bagaimana tidak? Aku sudah terbiasa melihat Mona mengenakan baju ketat dan rok mini selutut. Dan kini, dia sedang mengenakan piyama milik ibuku yang sudah tidak pernah digunakan lagi.

“Mau Rifgi keringin bajunya, Tan?” tawarku. Sepertinya dia tidak akan mungkin mengenakan pakaian seperti itu untuk pulang bukan?

“Gak usah Rif, biarin aja,” jawabnya kemudian duduk di depanku.

Rasanya sangat canggung meskipun tadi kami berdua sempat bercerita. Dia selalu memalingkan wajahnya ketika aku tanpa sengaja menatap wajahnya.

Mona cantik, bahkan menurutku lebih cantik dari Clauren. Tapi—perasaan itu menjadi kurang ajar ketika saat ini aku mengetahui kalau ternyata aku jatuh cinta pada wanita itu.

Dan saat ini, aku sedang bersama dengan Clauren, di rumahnya untuk menunggu Mona pulang dari tempat kerjanya.

“Lu serius mau nunggu mama gue pulang?” tanya Clauren ketika mengulurkan susu hangat untukku.

Aku mengangguk. “Gak apa-apa kan? Lu juga pasti kesepian di rumah sendirian.”

“Biasa aja.”

“Ren,” panggilku ia langsung menatapku.

“Kenapa?”

“Mama lu, lagi gak deket sama laki-laki kan?” tanyaku ragu. Wajahnya yang sebelumnya berseri nampak memudar. Aku tahu kalau dirinya akan marah padaku karena menyukai mamanya seperti saat ini.

“Gak tau Rif,” jawabnya jutek.

“Lu gak pengen nyerah aja. Masih banyak lho cewek seumuran lu yang cantik.”

“Bukan cuma sekadar cantik yang bikin gue jatuh cinta.”

“Terus?”

“Nyaman.”

Clauren mencebikkan bibirnya kemudian mendelik ke arahku. “Gue traktir makan enak kalo lu mau bantuin gue.”

“Males, kalo nraktir nasi uduk doang mah.”

“Lu maunya apa?”

Dia diam dan hanya menatapku dengan tatapan yang tak bisa aku tebak.

“Gak mau apa-apa,” jawabnya pelan.

Dan tak lama kemudian ada suara deru mesin mobil yang masuk ke dalam pekarangan rumah Clauren. Pasti dia adalah Mona.

Waktu masih menunjukkan pukul enam sore, dan dia tidak pulang malam seperti yang dikatakan Clauren tadi.

“Ren, mama pulang!” seru Mona ia masuk dengan senyum khasnya. Namun Clauren hanya menanggapinya dengan senyum sekilas.

Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya kini adalah ketika aku melihat seorang pria berdiri di belakang Mona. Dia menyapa Clauren dan padaku.

Lelaki itu tak mungkin kekasih Mona kan?

“Ren, kenalin ini Om Yose, temen kerja mama yang suka bantuin mama.” Mona memperkenalkan lelaki itu, dan Clauren menatapku lagi.

Dan tatapan itu, sekarang aku tahu apa artinya, seolah ia ingin mengatakan kalau jawaban dari pertanyaanku tadi ada di depanku saat ini.

“Rifgi, kamu ada di sini juga,” lanjut Mona tersenyum. “Kalau dia teman anakku, baik banget sama Clauren.”

Aku tersenyum kaku, sebelum akhirnya aku pamit untuk pulang, pergi dari kecanggungan yang menyelimuti suasana rumah Mona.

“Tan, Rifgi pulang dulu deh,” ucapku.

“Lho udahan, tar kalo Clauren masih kangen gimana?” Lelaki yang bernama Yose itu mencoba untuk mengajakku bercanda-mungkin. Tapi itu sama sekali tidak lucu.

“Mereka ngakunya cuma temenan kok.” Mona menimpali dan itu membuatku sedikit—cemburu.

“Ren, gue balik dulu.” Aku mengambil ranselku kemudian bergerak keluar.

Cemburu? Ya, aku cemburu pada Yose. Terlebih ketika melihat mereka berdua yang nampak sangat serasi. Apalagi melihat Mona yang tertawa seperti tadi, nampaknya dia sudah bisa melupakan mantan suaminya yang selama ini menganggu hidupnya.

“Rif! Tunggu!” seru Clauren. Aku membuka helmku kembali dan menunggu Clauren menghampiriku.

“Kenapa Ren?” tanyaku padanya.

“Tadi—pacar mama gue. Gimana? Lu masih suka sama dia?” katanya dengan napas yang berantakan.

Aku melihat rumah Mona. Kemudian menatap Clauren dengan tatapan pasti. “Selama janur kuning belum melengkung gue gak akan nyerah, Ren. Maafin gue.”

Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang