You'll be okay without me.

1.4K 67 13
                                    

Risa POV ---

Sekarang aku sudah kuliah di Universtas Indonesia semester terakhir. Aku mengambil jurusan sastra. Well, aku sudah lama nggak kontak and ketemu sama Reza semenjak aku lulus SMA. Sedangkan sahabat ku Naura, Diva dan Kayla nggak tau lagi kabarnya karena kita beda universitas.

Sekarang ada lomba puisi aku sudah menyiapkan puisi untuk di bacakan. Aku menunggu giliran ku untuk maju membaca puisi. Dosen ku sangat baik, kalau boleh jujur dia masih muda dan ganteng menurut ku dan mahasiswi lainnya hihi. (bukannya genit ya.)

"Bintang Narisa."panggil dosen ku.

Aku melangkah maju tanpa ragu-ragu sambil melantunkan bait-bait puisi karangan ku yang telah aku hafal.

Kita berdiri kokoh
Menerjang rintangan bersama
Tangan kita menggenggam
Harapan kita terikat
Tubuh kita bersatu
Kita menang tanpa mengalahkan
Kita naik tanpa menjatuhkan
Kita bisa selama bersatu
Kita tidak lemah kita kuat selama bersatu
Kita mendayung rakit di kegelapan
Biarkan aku menjadi lentera nya
Aku bisa karena kalian
Itu semua
Bukan karena aku...
Dan bukan karena kalian...
Kita disini karena kita terikat dalam takdir
Tergenggam dalam persatuan yang kan abadi...

Plok..plok..plok..plok

Terdengar riuh tepuk tangan dari mahasiswa/i di aula. Aku sedikit tegang tapi rasanya hilang sudah mendengar tepukan tangan dan pujian dari mahasiswa/i lainnya.

Juri-juri mengangkat papan nilai. Juri 1 memberikan nilai 8, juri 2 memberi 9 dan juri 3 memberi 9! Aku bersorak dalam hati not so bad...

"Gila bagus banget, Ris!"Ryan menepuk pundakku. (Masih inget Ryan kan?)

"Danke!"balasku sambil tersenyum.

Aku melangkah keluar aula. Lega rasanya... semoga aku bisa memenangkan lomba ini. Ryan mengikutiku yang pergi ke kantin.

"Ris, gue ikut boleh kan?"tanya nya.

Aku mengangguk pelan. Aku kembali jalan. Sebenarnya aku bingung harus ngobrolin apa sama Ryan, aku sama dia udah nggak terlalu dekat soalnya dia kan beda jurusan tadi sih dia cuma sempat-sempatin lihat aku karena aku paksa hehe.

"Ryan, arti cinta menurut lo apa?"tanyaku memecahkan keheningan.

"Cinta itu... kayak apa ya... kayak rasa aku ke kamu.."ujarnya sambil terkekeh geli.

"Apaansih.."kataku, aku menundukkan kepala karena takut Ryan melihat pipi ku yang merona merah.

Sudah 1 tahun aku menaruh perasaan padanya namun Ryan masih acuh tak acuh, entah ia sadar atau tidak juga aku nggak tau. Intinya I just know dia menganggap aku sebagai sahabat.

"Lo masih kontak sama Reza nggak? Gue kangen berat sama dia..."ujarku.

"Cie kangen Reza nih ye..."sindir Ryan sambil mencolek daguku.

"Apaansih.. gue kangen matanya tau..."kataku lirih, "aku balik ke rumah ya, nggak jadi ke kantin."ujarku sambil mendengus kesal. Aku langsung lari balik badan dan kearah mobilku.

"Pak Nir cepetan pak!"perintahku.

Aku menghela nafas sejenak.. aku teringat dengan perpisahan ku dengan Reza yang kurang baik.

Flashback On

Aku duduk di halaman depan cottage yang dipakai sebagai tempat aku menginap selama 3 malam. Aku berlari mengejar Reza saat ia muncul di depan cottage yang aku tempati.

"Lo nanti kuliah dimana, Za?"tanyaku sambil menatap matanya yang indah.

"Di German.."jawabnya enteng.

Aku menatap nya dengan tatapan 'Kenapa Lo Nggak Bilang?!"

"Maafin gue Ris, gue..."ucapan Reza terpotong olehku.

"Mau lo apa? Kalo lo benci sama gue bilang!"bentakku.

Reza menggenggam tanganku, "Risa... dengerin gue dulu 'You'll be okay without me'  trust me."

"Gue benci lo, Za!"aku menghempaskan tangannya dan langsung masuk ke kamar ku di Cottage.

Aku menangis semalaman sampai sahabat-sahabat ku kebingungan dan berusaha menenangkan ku.

Kenangan buruk.

Flashback Off.

***

Aku menyesal mengatakan aku benci Reza! Aku benar-benar menyesal! Aku mencintainya... aku buru-buru menghapus air mata dan meminta Pak Nir untuk cepat.

"Akhirnya Pak Nir keluar kampus juga..."gumamku.

Aku teringat Reza lagi... langsung terisak-isak di mobil. Aku benar-benar ingin berbicara dengan Reza dan mengatakan yang sesungguhnya... ya aku mencintainya. Hal terburuk adalah Reza kuliah di German dan aku tidak datang untuk mengucapkan selamat tinggal. Pak Nir hanya geleng-geleng melihat tingkahku.

Aku mengambil tissue untuk menghapus air mataku dan tiba-tiba ada truk yang mengebut dari arah berlawanan dengan kencang "PAK NIR AWAS!!!"pekikku. Setelah dentuman keras yang aku dengar, aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Semuanya benar-benar gelap.

***

Ceritanya gak jelas ya? Readers nya dikit banget dan yang voting dikit banget. Maklumin ya masih amatiran nih. Kalau ada yang kurang comment aja, terus voting ya jangan jadi ghost readers. Satu voting dari kalian bikin aku semangat buat next part nya lho. Kritik dan Saran terbuka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hope a LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang