[ 3 ] Teman

1.2K 204 32
                                    

"Apakah kau tahu? Aku sangat iri dengan mu Suna-san, tidak, aku iri dengan semuanya." Gadis itu terdiam tak bersuara menatap punggung milik sang pemuda yang perlahan menghilang dari penglihatan.

Kepalanya mendongak melihat pemandangan senja kala sore hari. Tangannya mengepal erat, sedikit bergetar.

"Karena semua orang termasuk kau bisa segera pulang ke rumah dan bersantai. Hanya saja, rumahku dan rumahmu itu berbeda." Jedanya.

Kini pandangannya beralih pada permukaan langit yang memunculkan sebuah pelangi. Padahal hari ini sang hujan tidak datang mengguyuri kota. Namun, kenapa pelangi membentang tanpa adanya kehadiran sang penghujan?

"Rumahmu di penuhi dengan kehangatan dan kelembutan kasih sayang. Saat kau pulang, kau di sambut dengan hangat." Lanjutnya.

"Berbeda denganku yang hanya dipenuhi aroma obat-obatan. Tidak ada seorangpun yang datang menjenguk. Betapa menyedihkannya diriku." Terkekeh kecil, menertawakan nasibnya yang begitu malang.

Hening beberapa saat, suara tawa kecil tidak lagi menjadi latar belakang suara. Hanya keheningan menyelimuti dirinya.

Bibir ranumnya menarik ulur membentuk sebuah senyuman tipis. Dirinya kembali berkata,

"Akan tetapi, aku tidak pernah merasa kesepian. Karena aku masih mempunyai alat infus yang selalu menemani."

~

"Tadaima."

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, dengan memakan waktu 15 menit. Pemuda tersebut akhirnya sampai ditempat tujuan.

Namun, anehnya tidak ada suara sahutan kala ia pulang. Ini aneh. Biasanya sang ibu membalas sahutannya, serta menyambutnya seperti biasa.

Ia berinisiatif untuk mencari keberadaan sang ibu ke penjuru ruangan dan sudut rumah. Tapi tak kunjung menemukannya.

Kemana perginya, Okāsan?

Lelah mencari sang ibu, kini Suna beranjak ke dapur, mungkin saja ia sedang memasak makan malam. Namun, yang ia temukan hanyalah selembar kertas putih berisi tulisan tangan seseorang diatas meja makan.

Tegami?

Suna mengernyitkan dahinya, tidak biasanya sang ibu meninggalkan sebuah pesan melalui surat. Dibukalah surat tersebut olehnya.

~

Okaerinasai Rintarou! Ah, maaf Okāsan ada urusan penting. Jadi,  mungkin Okāsan akan pulang agak larut. Tapi jangan khawatir, Okāsan sudah memasak makan malam kesukaan mu. Sekali lagi Okāsan minta maaf, ponsel Okāsan rusak, Okāsan hanya bisa meninggalkan surat ini padamu.

~

"Sudah kuduga."

Suna meletakkan kembali surat tersebut ke atas meja kembali dan pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Suara keran air menyala memenuhi indra pendengaran. Pemuda itu tengah berendam dalam bathtub. Suasananya sangat tenang dan hening, nyaris tidak ada suara lain yang beradu.

Sekitar 20 menit dirinya menghabiskan waktunya dalam bathtub. Kini giliran perutnya yang meraung meminta makan.

Iya, pemuda itu lapar.

Ekor matanya sedikit melirik pada jam, "Sepertinya sudah waktunya untuk makan malam." Kemudian pergi berjalan ke dapur.

~

Thank you | Suna RintarouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang