Prologue

9 1 0
                                    

Lonceng dari puncak katedral berdentang kencang, membuat burung-burung yang singgah di sana beterbangan menjauh. Pastor dan para misdinar melangkah pelan memasuki altar. Tampak seisi kursi di dalam gereja sudah penuh. Pastor tersenyum tipis mendapati gerejanya tak lagi kehilangan cinta. Sakramen ekaristi dimulai tepat setelah Pastor telah memijakkan kakinya ke altar. Diikuti iringan lagu rohani dari kelompok koor gereja dengan suara merdu nan indah.

Ekaristi berlangsung sangat tenang sampai pastor meninggalkan altar dan tabernakel dengan api abadi yang menyala. Satu per satu umat meninggalkan kursi mereka dan segera keluar dari gereja. Beberapa berbincang-bincang di halaman dan beberapa lainnya memilih untuk pulang.

Hari Minggu pagi selalu diisi dengan momen-momen indah seperti itu. Datang ke gereja, berdoa, selesai, pulang. Atau mungkin ada sebagian yang telah merencanakan liburan bersama keluarga kecil mereka. Sangat indah.

Pastor Kim keluar dari ruangannya, menemukan seorang wanita tengah berlutut di depan patung Bunda Maria dan berdoa dengan khidmat. Mata abu-abu Pastor Kim tertarik melihat wanita tersebut. Damai dan tenang ketika melihat seorang anak muda tak melupakan Tuhannya. Perlahan, Pastor Kim duduk di samping wanita berambut hitam pendek tersebut.

Wanita itu tampak tengah meneteskan air mata. Memanjatkan doa dengan air mata yang membasahi pipinya, membuat Pastor Kim enggan mengganggunya. Ditunggunya wanita itu selesai berbincang dengan Tuhan. Sampai akhirnya wanita itu membuka mata, sedikit terkejut ketika melihat kehadiran Pastor Kim di sampingnya.

Pastor Kim tersenyum, membuat matanya menyipit. Segera, wanita itu menyeka air matanya, menatap Pastor Kim malu. "Orang yang sama?" tanya Pastor Kim lembut. Pastor Kim memang dikenal sebagai pastor muda yang perhatian, tak jarang beberapa umat membagikan cerita mereka pada Pastor Kim. Wanita itu mengangguk perlahan, ia tertawa kecil, "Memalukan bukan?" Ia menertawakan dirinya sendiri.

Pastor Kim menyentuh pundak wanita tersebut sambil menggeleng. "Sudah tiga tahun, Pastor. Keadaanku masih menyedihkan," lanjut wanita itu, tertawa adalah hal yang paling efektif untuk menyembunyikan kesedihan. Wanita itu melakukannya tiap hari. "Bagaimana perasaanmu setelah berdoa?" tanya Pastor Kim seraya membenahi kerah bajunya yang terlalu ketat. "Lebih baik," jawab wanita itu cepat. Pastor Kim menyentuh puncak kepala wanita di hadapannya, membuat tanda salib di dahi wanita tersebut dan berdoa dalam hati.

"Pastor, apa saya bisa bertemu dengannya lagi?" Wanita itu bertanya di tengah Pastor Kim berdoa untuknya. Perlahan Pastor Kim mengangkat tangannya, melipatnya ke depan dada dan memutar posisi duduknya menghadap patung Bunda Maria. "Jika kaupercaya akan suatu hal, maka itu benar adanya." Pastor Kim menepuk pundak wanita itu lembut, "Kau selalu berdoa untuknya, Tuhan selalu mendengar doa orang beriman." Senyum tipis Pastor Kim mengakhiri obrolan keduanya. Pastor Kim meninggalkan wanita yang baru saja berhenti menangis itu. Memberikan harapan baginya dan membiarkan Tuhan menyelesaikan sisanya.

Gereja telah kosong. Wanita yang menyediakan waktu lebih untuk Tuhan juga telah pergi dari sana. Tak ada seorang pun di dalam gereja, beberapa petugas yang tinggal di sana juga mungkin menikmati hari Minggu mereka. Mungkin, hanya Pastor Kim yang tengah berada di ruangannya sambil berdoa. Begitulah keseharian seorang Pastor. Berdoa, berdoa, dan berdoa.

Wanita dengan rambut pendek berwarna hitam itu kini mengendarai mobilnya menuju ke sebuah tempat yang cukup jauh. Tempat di mana ia biasanya menghabiskan banyak waktu untuk minum dan berkeluh kesah. Mobil melesat sangat cepat, satu per satu kendaraan disalip hingga lampu lalu lintas pun tak dapat menghentikannya. Mobil berwarna hitam itu akhirnya berhenti di depan sebuah restoran cepat saji di dekat sebuah pantai.

Ia keluar dari mobilnya. Tergesa-gesa masuk ke restoran tersebut, ditatapnya tiap orang yang ada di sana dan matanya pun berhenti pada seorang pria sebaya berpakaian serba biru.

"Song Haejin!"

Keduanya berpelukan. Salah satu di antara mereka menangis deras, namun sahabatnya mengerti. Hari-hari yang sama selalu seperti ini. Ia menangis dan banyak minum hari ini, keesokan pagi ia mulai menjadi orang yang baru.

Tiga tahun yang terasa sama.

Father Kim kesayangan umat!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Father Kim kesayangan umat!

The Devil Inside Him | MARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang