What I Came Here For

8 1 0
                                    

Iris cokelat nan cantik milik Haejin menatap pria di hadapannya. Mark berdiri di hadapan Haejin dengan membawa payung di tangannya. Senyum Mark terukir di bibirnya, menatap Haejin manis. Haejin merentangkan tangannya, bergegas menarik Mark ke dalam pelukannya. Diusapnya punggung Mark yang kurus itu, "Nyamannya."

Saat itu, Mark muncul di rumah Haejin. Bel pintu berbunyi saat Mark muncul di sana, Haejin bergegas membuka pintu rumahnya saat melihat wajah Mark di monitor CCTV depan rumah. Dengan bahagia, disambutnya Mark yang telah menembus gerimis untuk sampai ke rumahnya.

Keduanya memasuki rumah. Tampak ruang tamunya tengah berantakan, banyak kanvas dan cat berwarna-warni. Serta seorang pria tengah melukis di salah satu kanvas. "Mark, perkenalkan dia Ten. Partner sekaligus sahabatku di tempat kerja." Haejin memperkenalkan pria yang wajahnya tengah berlumurah cat. Ten berhenti mencoret kanvasnya, menatap Mark dan melambaikan tangan.

"Hai, Mark!"

Mark tersenyum kemudian membungkuk singkat. "Enam," gumamnya setelah melihat keberadaan Ten di dalam rumah itu. "Kau sedang bekerja rupanya." Mark duduk di sofa, memperhatikan setiap sudut rumah Haejin. "Kami selalu bekerja di rumah Haejin. Kami satu tim, jadi akan lebih mudah begini." Ten menyelipkan obrolan di antara mereka. Mark mengangguk, "Lukisanmu sangat indah," puji Mark setelah melihat lukisan Ten yang sedang digarap.

"Terima kasih."

Tak lama, Haejin muncul membawa sebuah barang. Diberikannya barang itu kepada Mark. "Nih, barangmu yang kupinjam," ucapnya sembari duduk di samping Mark. Ten yang memperhatikan tingkah Haejin mengerutkan dahinya, "Haejin? Itu kan milik Mark." Ten meletakkan kuas lukisnya. Ditatapnya Haejin penuh pertanyaan. "Aku tahu, maka itu kukembalikan."

Ten terdiam. Matanya tak berkedip. Ia mulai sadar bahwa Haejin baru saja menganggap Mark di sampingnya adalah Mark yang telah mati. Ten menghela napas panjang, "Maafkan Haejin ya," ucap Ten pelan. Mark hanya mengangguk paham. "Haejin, kau harus ke dokter, kau ingat?" Ten kembali mengambil kuasnya. Diliriknya jam dinding di atas pintu dapur, "Tuh, sudah jam segini. Pergi sana," usir Ten.

Melihat jam dinding tengah menunjukkan jam konseling Haejin, ia segera beranjak dari sofa. Meraih jaket dan kunci mobilnya. Namun Mark menahan tangan Haejin, "Aku antar." Ditariknya tangan Haejin keluar dari rumah.

-

"Dokter Na!" Haejin mengangkat tangannya, memanggil seorang pria berjas putih yang tengah berjalan membelakangi Haejin. Pria yang dipanggil Dokter Na itu menoleh. Pria itu tersenyum manis seraya menyuruh Haejin menghampirinya. Haejin berlari ke arah Dokter Na dan memeluknya.

"Ah! Ini Mark Lee, kau ingat?" Haejin menunjuk Mark yang kini telah berdiri di belakangnya. Dokter Na menoleh, matanya menatap Mark lekat-lekat dan serius. Kemudian ia menyodorkan tangannya, "Na Jaemin." Mark menjabat tangan Dokter Na dan tersenyum, "Tujuh," gumam Mark tanpa melunturkan senyumnya.

Dokter Na mempersilakan Haejin untuk masuk ke ruang konseling, tanpa Mark. Dibawanya Haejin ke dalam dan mereka berbincang santai. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Dokter Na sambil memajukan kursinya ke dekat meja. Haejin tersenyum tipis, "Lebih baik. Terlebih ketika Mark kembali," jawab Haejin pelan.

"Kembali?"

Haejin mengangguk. Diceritakan segala kronologi bagaimana pertemuannya dengan Mark. Dokter Na mendengarkan cerita Haejin dengan saksama, sesekali ia mencatat di buku kecilnya. "Pamanmu, sudah kembali?" Dokter Na mengajukan pertanyaan yang lain. Haejin mengangguk, "Hari ini paman akan ke rumah." Dokter Na mengangguk perlahan, "Baiklah. Ini resep obatmu, berhati-hatilah." Dokter Na menyerahkan selembar resep obat kepada Haejin. Haejin menerimanya, lalu keluar dari ruang konseling.

The Devil Inside Him | MARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang