Gemericik air yang keluar dari shower berpencar hingga mengenai dinding kamar mandi. Pria itu bersenandung pelan sembari menggosok punggungnya dengan sabun. Kemudian pria itu terdiam, berdiri menatap ke depan. Meski hanya menatap dinding kamar mandi, ia bisa melihat pantulan wajahnya yang ia banggakan itu. "Tampan," ujarnya.
Tubuhnya kini mengenakan handuk kimono berwarna putih. Pria itu melangkah pelan ke jejeran pakaiannya yang menggantung di lemari tanpa pintu dekat ranjangnya. Setelah memakai pakaiannya, ia mendekati jendela super besar yang membuatnya dapat melihat betapa benderangnya kota malam itu. Bulan purnama malam itu tampak sangat besar di langit. Pantulan bulan berwarna putih di matanya terlihat sangat indah, pria itu berdecak kagum.
"Jadi bagaimana?" Seorang pria mengenakan pakaian kasual tiba-tiba muncul di kamarnya. Suara lembut nan berat yang khas milik pria yang baru datang itu membuat pemilik kamar menoleh pelan, menatap temannya sinis. "Lucas, bisakah kau mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku?" Pemilik kamar mendengus kesal namun tetap menghampiri temannya yang telah duduk serius di sofa. "Mark Lee? Aku tahu." Pria bernama Lucas itu tertawa getir, "Benar-benar kejam," lanjut Lucas. Sebuah amplop dokumen berwarna cokelat dilemparkan ke meja oleh Lucas, "Tuh, semuanya. Jangan lupa bayaranku. Mark Lee ...." Lucas berdiri, menatap temannya dengan ekspresi nakal, lalu ia pergi dari sana.
"Ya benar. Namaku Mark Lee."
Diraihnya amplop cokelat pemberian Lucas di atas meja. Dengan cepat tangannya bergerak membuka amplop dan mengeluarkan tumpukan kertas di dalamnya. Mark menggeleng pelan, "Bodoh." Dimasukkan kembali tumpukan kertas itu ke dalam amplop setelah membaca beberapa tulisan di sana. Bergegas, ia meraih ponsel dan keluar dari kamarnya.
Kakinya mengarah ke salah satu ruangan yang terdapat di lantai lima. Benar, ia tidak tinggal di rumah melainkan sebuah apartment mewah yang ditinggali dirinya beserta teman-temannya yang lain. Sejujurnya, apartment itu sekaligus menjadi tempat mereka bekerja. Membuka bisnis di sana dan beristirahat juga di tempat yang sama. Lokasinya tak jauh dari perkotaan, bangunannya pun terbilang sangat mewah karena harganya mencapai miliaran won.
Pintu baja berwarna hitam ruangan itu mendadak terbuka, mengejutkan semua pria yang ada di dalamnya. Kun, pria berpakaian formal yang sedang membaca buku itu sontak menatap tajam ke arah pintu. Mark yang ditatap hanya mengerling, ia masuk dan tak lupa kembali menutup pintu. Mark melempar amplop cokelat yang tadi Lucas berikan padanya ke atas meja panjang di tengah ruangan. Dilihat dari desain ruangannya, bisa dikatakan bahwa ruangan tersebut adalah ruang rapat. Namun, jika dilihat dari interior dan perabotan yang ada di sana, ruangan itu bisa disebut menjadi tempat bersantai.
"Apa ini, Lee-Mark!" Kun berteriak. Mark menghela napas panjang sebelum duduk di kursinya. Enam orang pria yang lain ikut duduk mengikuti kursi yang ada di sekeliling meja rapat tersebut. "Aku sudah bertemu wanita itu." Mark Lee menaikkan kedua kakinya ke meja. Teman-temannya memasang mata antusias. Mereka menatap Mark dengan serius. "Merengek dan memelukku seperti orang gila." Lucas yang duduk paling dekat dengan Mark bertepuk tangan girang padahal tak ada satu pun yang menganggap ucapan Mark sebagai hal yang menyenangkan.
Tangan pria di sampingnya otomatis memukul kepala Lucas, "Menjijikkan, Bodoh!" Lucas membungkam mulutnya, pria itu Yuta. "Kau tidak tahu apa-apa. Diam!" Lucas balas memukul. Mark hanya memperhatikan dengan matanya yang terlihat malas. "Jadi, bagaimana selanjutnya?" Jisung, pria berkacamata yang duduk sangat jauh dari Mark, mengeluarkan suara. Mendadak suasana berubah menjadi makin serius. Tujuh pria yang sedang melaksanakan rapat tidak jelas itu berkelut dengan pikiran mereka masing-masing.
Tiba-tiba Kun berdiri, matanya bergerak menatap satu per satu teman-temannya. "Ada berapa orang?" tanyanya pada Mark, menatap amplop cokelat yang terletak di atas meja. Tangan Mark terangkat, menunjukkan angka lima dengan jarinya. "Ah, kau marah karena hanya lima. Aku mengerti," tambah Kun seraya mengambil amplop tersebut. Dikeluarkannya isi amplop tersebut dan dibacanya satu per satu dengan teliti. Pria itu memang suka membaca, ia bahkan menguasai cara membaca cepat. "Wah cantik!" Jisung mengintip bacaan Kun. Sontak mata-mata sadis keenam temannya mengarah pada Jisung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Inside Him | MARK
Mystery / Thriller*real name included Song Haejin kehilangan kekasihnya tiga tahun yang lalu. Diagnosa dokter mengenai penyakitnya menjadi salah satu alasan di mana orang terdekat Haejin sangat memperhartikan gadis itu. Kemudian, kekasihnya yang telah mati muncul ke...