Empat

4 0 0
                                    

Sepulangnya dari kampus, Ina pun langsung merebahkan dirinya di kasur. Ina benar-benar lelah karena dirinya kurang tidur semalam. Tanpa menunggu lama, matanya pun langsung terpejam.

Saat kejadian waktu itu, ia sangat shock atas pengakuan Ian. Bagaimana bisa Ian yang selalu cuek terhadap dirinya, bisa mengakui perasaannya. Ina benar-benar bingung harus bagaimana, dan apa yang akan dilakukan jika ia bertemu Ina, lantaran Ina belum menjawab apa-apa. Bahkan sedari tadi di kampus, ia sangat menghindari untuk bertemu Ian secara tiba-tiba.

***

*Drrrrtttt, Hp Ina berdering.

Ina terbangun  karena mendengar dering dari handphonenya. Ia pun segera mengambil dan melihat siapa yang menelepon.

"IANN", ucapnya sambil kaget.

Ina yang tadinya masih setengah sadar kini sudah sadar sepenuhnya sebab panggilan dari orang tersebut. Handphonenya terus berdering, namun Ina tak kunjung menjawabnya. Lalu dengan mengumpulkan semua keberaniannya, akhirnya ia pun menjawab panggilan tersebut.

"Halo yan, ada apa?", tanya Ina.

"Lo sibuk ga?"

"Hmmm kenapa?"

"Kalo engga sibuk, gue tungguin di cafe deket kampus sekarang", ujar Ian tanpa basa-basi. Nadanya terdengar dingin sampai membuat jantung Ina berdebar kencang.

"Eee a..ada keper...", Belum sempat Ina menjawab, Ian langsung mematikan telepon tersebut begitu saja. "Eh yaan, kok dimatiin gitu aja sih". 

Ina pun panik karena dirinya harus pergi menemui Ian sekarang. Apa yang akan Ian bicarakan padanya nanti. Apakah ia akan membahas perihal waktu itu. Memikirkannya saja, sudah membuat dirinya lemas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MungkinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang