181120 (all fault)

421 56 8
                                    

Plan memasuki apartemen Rama 9 dengan tergesa-gesa. Ia bahkan harus dua kali mencoba finger print untuk membuka pintu kamar seseorang karena tangannya berkeringat sehabis berlari. Pesan seseorang yang mengatakan "cepat kesini" membuatnya lupa apa itu fungsi lift.

Saat pintu berhasil terbuka, Plan melihat sosok itu sedang duduk menunduk di sofa.

"Heh, gue ngebut dari acara live sampe sini terus malah dikacangin?" dengus Plan sambil naruh kunci mobilnya di meja terdekat, lantas ikut duduk disamping sosok pria yang masih menunduk.

"PiZanook mana?" tanya Plan.

"aku suruh pulang," akhirnya ada suara. Sosok itu langsung memeluk Plan, menumpukan semua badannya pada Plan. "kamu lama. aku telpon malah direject" dan kini terdengar isakan.

Plan menghela nafas, ia balas memeluk pria itu sekaligus mengusap rambutnya. "Aku takut nggak bisa konsen. Ada live sama PepsiXBlackpink dan aku harus jaga ekspresi. Kamu harusnya ngerti."

"Hmmm.." hanya dibalas gumaman. Pria besar disana justru menekan wajahnya ke perpotongan leher Plan, mencoba meredam isakannya.

Mean Phiravich sejatinya nggak ngerti kenapa hari itu ia jadi sensitif. Kenapa ia merasa sesak dengan semua komentar fans. Kenapa ia ingin marah dan menyalahkan dirinya sendiri. Ia nggak ngerti. Padahal hal semacam itu sudah makanan sehari-hari.

"Mean.... kamu kecapekan." Plan berujar lembut, tak merasa keberatan dengan beban tubuh Mean yang sepenuhnya padanya. "Kamu kecapean, kamu butuh istirahat, dan liburan. Besok liburan dan belanja gimana?"

"Nggak bisa.. aku ada jadwal..."

"Kamu nggak takut gila?" decak Plan, "maksud gue, nggak baik kerja terus."

"Sekarang aja.. ini lagi kosong..." Mean kembali mengeratkan pelukan. Padahal posisinya nyerong di sofa, Plan mau protes tapi nggak enak hati.

"Yaudah gue temenin deh ampe pagi disini. Tapi jangan sambat mulu. Lu tuh beneran butuh liburan, Mean..."

"Emang akting gue jelek banget ya, Pi?"

"Mean.."

"Segitu ga profesionalkah gue?"

"Mean, stop. Lu makin kecapean makin ngelantur. Gue masakin aja deh ya. Ada bahan makan nggak?" Plan menahan lengan Mean, tapi perbedaan masa yang signifikan tak membuat badan Mean geser sedikitpun. Pria yang lebih besar itu justru kembali meracau.

"Baru pertamakali ini gue ngerasa emang sejelek itu... padahal.. padahal gue udah berusaha banget, udah semendalami itu, tapi kenapa... kenapa kurang menyentuh? kenapa—"

Plan nggak tahan dengan rengekan jadi dia inisiatif membungkam bibir Mean dengan bibirnya.

Niatnya mau kecupan seperti biasa. Tapi Mean membuatnya jadi ciuman panas. Plan nggak tahu dia nyesel atau nggak dengan inisiatifnya.

Pagutan itu baru selesai setelah Mean membutuhkan oksigen.

"Gila ya lu, lama banget gue udah mo mati lu sosor mulu," kekeh Plan sambil mengusap bibirnya. Ada hening seperkian detik sampai akhirnya Plan memandang Mean yang sembab, ia kembali mendengus. "Udah ya.. nggak usah dipikirin. Apa yang terjadi yaudah terjadi. Nggak ada yang salah sama kamu. kalo salah ya salah semuanya juga. Salah gue juga, salah staff, pokonya kalo mo disalahin ya salah semuanya. Jelek semuanya."

"Tapi—"

"Kalo mau nangis yaudah nangis deh. Tapi semua udah terjadi. Apa yang udah dilempar ke publik ya pasti akan ada timbal balik mau negatif ato positif."

"Tapi hampir semuanya negatif!"

"Lo terlalu liat dari sisi itu! Lo nggak liat fans lo! fans kita! fans yang lain! gimana mereka support kita dan bilang kita bagus! Lo galiat tranding yang dibikin sama fans kita? Kenapa yang lo liat dari sisi negatifnya?!"

New Journey, New ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang