♡◌‧ eight

208 58 2
                                    

Lara masih singgah dalam hati. Hatinya tertutup rapat layaknya brankar yang terkunci. Tak ada lagi sifatnya yang pemalu. Semua kini menghilang layaknya butiran debu.

Benaknya terasa berat memikirkan hari lalu. Bahkan, proposal yang ia kirimkan tak terjawab. Mungkin tak tersampaikan.

Atau lebih tepatnya ...

—tak bisa ia sampaikan.

Sang ibu begitu cemas melihat putri semata wayangnya begitu depresi. Walau seulas senyum diberikan, gundahnya hati tak berhasil ditenangkan.

Mencoba bersabar dengan harapan ia akan bercerita dengan sendirinya, sang anak tak ingin ibunya khawatir.

"(Name)-chan ... apa kau sedang ada masalah? Okaa-san siap mendengarkanmu."

Seulas senyum lemah diberi.

"Tak apa Okaa-san. Aku hanya lelah ..."

Sang ibu kini membekap mulutnya sendiri. Hatinya begitu nyeri kala netranya menangkap sosok anaknya menjadi begitu lemah.

"Kumohon, (Name)-chan."

Mendudukkan diri di samping anaknya, pelukan hangat khas seorang ibu ia dapatkan.

"Kau ingin menangis? Menangislah."

"Tidak."

Bohong.

Selaput bening melapisi matanya. Pandangan memburam. Nada bicara bergetar dengan bibir yang kini terkatup.

"Kau boleh mengandalkan Okaa-san, nak."

Pertahanan runtuh.

Memeluk balik, isakan kecil yang biasanya ia tahan, kini meledak. Memang, itu semua hanya bom waktu. Ia bisa meledak kapan saja.

"Okaa-san ... mengapa ini sakit sekali?"

Mengeratkan pelukan, tetesan yang terjatuh begitu banyak. Sang putri menangis didalam dekapan ibundanya. Sekarang, akan ia katakan perasaannya dari relung hati.

"Apanya yang sakit, hm?"

Begitu lembut. Begitu halus. Suara sang ibunda mengalun indah ditelinga. Sungguh terasa begitu menyejukkan juga menenangkan hatinya yang tengah gundah. Padahal bukan nyanyian, bukan pula sebuah senandung, bagaimana bisa suaranya kini menjadi suara yang begitu indah?

"Dada (Name). Hati (Name). Okaa-san, kenapa cinta harus ada? Kenapa cinta itu menyakitkan?"

Tersenyum tipis kala mendengar kata cinta. Memejamkan mata, ia mengelus punggung sang putri. Meski ikut sedih, diam-diam diri mengulas senyum. Hati kecilnya kini berucap,

"Akhirnya ... masa seperti ini datang juga ya?"

Memilih menunggu sang putri tenang, ibundanya hanya terus mengelus lembut punggungnya. Tak bisa membantu, hanya dukungan batin yang bisa ia beri.

"Meski saat ini hati (Name) hancur, (Name) boleh sedih. (Name) boleh menangis. (Name) boleh merasa sakit pula. Bila ia memang bukan untukmu, mau bagaimana lagi? Kau harus merelakannya. Tenanglah. Kaa-san yakin, Dewa sudah menyiapkan skenario yang baik untukmu."

"Uhm ... terima kasih, Kaa-san."

mengapa cinta harus ada?

❛ mengapa cinta harus ada?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

9 Januari 2021

𝐑𝐇𝐘𝐓𝐇𝐌 𝐏𝐑𝐎𝐉𝐄𝐂𝐓! hanamakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang