Typo area
Beberapa hari sebelumnya. Di lapangan basket SMA Bimasakti. Gilang sedang berlatih basket bersama teman temannya. Ia mendribel bola dan langsung mengoper pada temannya saat tim lawan mencoba menyerang. Ia berlari mendekati ring lawan dan menerima operan bola dari temannya. Dengan satu lompatan, ia berhasil mencetak poin.
"Nice, Gilang! " Teriak pak agus puas. Pelatih basket itu puas melihat permainan Gilang. Pria berumur 29 tahun itu meniup peluit sesaat setelah melihat jam tangan. "Yak, latihan hari ini cukup. Saya cukup puas dengan permainan kalian. Terutama kamu Gilang. "
Pemuda berkulit kuning langsat itu tersenyum. "Terimakasih, Coach"
Pak agus tersenyum. "Oke, sekian dari saya. hati hati pulangnya, " Setelah pak agus pergi, semua anak membubarkan diri. Ada beberapa yang memilih duduk lesehan ditengah lapangan. Termasuk Gilang, ia berbaring sejenak untuk melepas penat.
"Psst, lang. Gilang! "
Gilang berdecak dan menatap sebal Arya. "Apaan? "
"Heh, kayaknya si Candra makin iri deh sama lo. Dari tadi doi ngelirik lo terus. Apalagi pas pak agus muji lo tadi, " Kata Arya. Pemuda itu lalu melirik Candra yang tengah melangkah keluar lapangan.
"Bodo amat! " Jawab Gilang cuek. Sedikit judes karena Arya mengganggunya hanya untuk membicarakan Candra. Ia paling muak jika sudah mendengar soal Candra—pemuda sok berkuasa itu. Ia tahu sedari tadi Candra memperhatikannya. Namun Gilang cuek saja. Asal Candra tak berulah, itu tak masalah baginya.
Sudah menjadi pengetahuan umum jika Gilang dan candra tidak pernah akur. Candra yang selalu iri pada kelebihan Gilang terus berusaha mencari kesalahan cowok itu. Padahal jika diteliti lagi, candra juga punya kelebihan yang tidak Gilang punya. Memikat kaum hawa contohnya.
Arya berdecak dan berkata. "Gak asik lo! "
Gilang bergeming, ia memilih menutup matanya dan mencari ketenangan.
Bugh
Gilang tersentak dan langsung bangun saat merasakan hantaman di perutnya. Ia meraih sebotol air mineral yang menggelinding jatuh dari atas perutnya saat ia bangkit.
"Tuh, gue bawain minum. Baik kan gue, " Kata andi. Orang yang melempar botol air ke perut Gilang.
"Thanks." Gilang langsung menegak nya hingga sisa setengah. Ia menghela nafas lega dan kembali berbaring.
"Gilang."
Gilang membuka matanya. Danu duduk di samping dengan cengiran lebar. "Minta nomer adek lo dong."
Dahi Gilang berkernyit. "Buat apa?" Tanyanya tak suka. Mau apa playboy cap kaki tiga ini meminta nomer adiknya? Gilang memincing curiga.
"Y-ya, ada lah." Danu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Wajahnya yang semula malu malu berubah kusut saat mendengar jawaban Gilang.
"Gak!"
"Pelit lo."
"Bodo amat. Awas aja lo sampai gangguin adek gue. Gue pelintir ginjal lo! " Ancamnya tegas. Danu mendengus dan meninggalkan Gilang.
Andi menggeleng sambil tertawa "Gue suka gaya lo."
Gilang menggendikan bahunya tak acuh. Cowok itu kembali memejamkan matanya.
Matanya yang semula terpejam kini melotot. Hawa dingin yang familiar tiba tiba menghampiri. Ia melirik teman temannya yang tengah asik mengobrol.
Dengan dahi berkerut. Ia bangkit dan menatap sekitar dengan waspada. Netranya terpaku pada sebuah pohon yang seakan melambai. Gilang memandangi pohon itu cukup lama hingga mengundang perhatian andi.
"Kenapa? Lo lihat sesuatu lagi? " Tanya andi setengah berbisik. Pemuda itu meringsut mendekati Gilang sambil memandang sekitar dengan takut. Andi tahu soal kemampuan Gilang, pemuda itu sebenarnya penakut namun penasaran. Ia suka hal berbau mistis namun tak mau melihat hantu secara langsung.
Sedangkan Gilang, pemuda itu bisa melihat hal hal mistis sejak kecil. Tepatnya setelah ia hampir tenggelam di sebuah sungai didesa neneknya. Saat itu ia berumur 7 tahun. Liburan sekolah ia habiskan ditempat nenek. Nenek nya sudah mewanti wanti agar tidak mendekati sungai. Namun Gilang tidak cukup patuh untuk menuruti nasehat neneknya. Ia nekat ke sungai sendirian, melompati batu batu dan berakhir tercebur kedalam sungai. Beruntung ada yang melihatnya dan segera menolong. Sejak saat itu ia bisa melihat hal hal itu.
Gilang menggeleng setelah memastikan. "Aura nya samar samar. Gue nggak yakin, " Jawab Gilang, membuat Andi semakin takut. Gilang tak melihat apapun di pohon rambutan itu. Namun ia merasakan sebuah aura walaupun samar.
"Pulang yuk, tapi gue nebeng ya?, " Andi mengedip kan matanya. Membuat Gilang hampir muntah saat melihatnya. Pemuda itu menoyor dahi Andi dan langsung berdiri. Andi mengaduh dan ikut berdiri. Ia memandangi Gilang dari atas kebawah dengan heran. "Kok lo nambah tinggi sih? "
Gilang tersenyum. "Bukan gue yang tambah tinggi, tapi elo yang tambah bantet! "
"Asem! "
Gilang terbahak melihat wajah Andi yang tiba tiba kusut. Keduanya langsung mengambil tas mereka yang ditumpuk disisi lapangan. "Bro, kita duluan yak! " Teriak Andi sambil melambaikan tangan. Beberapa orang menjawab dan yang lainnya hanya mengacungkan jempol.
"Gue tunggu di gerbang ya, bro, " Kata Andi. Pemuda itu menepuk bahu Gilang tiga kali sebelum berjalan menuju gerbang.
"Iya deh, lo ditungguin noni belanda tuh didepan, " Sahut Gilang, sukses membuat Andi kembali melangkah mendekatinya. Sebenarnya itu bohong, Gilang tau Andi tidak pernah benar benar menunggu di gerbang. Pemuda itu pasti menunggunya di angkringan dekat gerbang sambil ngopi. Dan Gilang terlalu malas jika harus menunggunya menghabiskan makanan.
Setelah sampai di parkiran. Gilang menyerahkan sebuah helm pada Andi dan memakai helmnya. "Beneran tadi ada noni belanda? Sejak kapan di sekolah kita ada noni? " Tanya Andi penasaran.
Gilang terbahak sebagai jawaban. Andi yang mengerti sudah dibohongi pun hanya memutar matanya jengah. Pemuda itu memukul helm Gilang membuat tawa Gilang berhenti. "Asem, lo! Kalau gue gagar otak gimana?! "
"Ya bagus dong, " Sahut Andi santai. Gilang mencembik dan mulai menaiki motornya.
'Kak Gilang, ayo main '
Gilang reflek menunduk. Seorang gadis kecil dengan baju lusuh dan kulit pucat berdiri didekat kakinya. Bibirnya yang biru terus mengucapkan kata yang sama. Rambutnya yang panjang terlihat kusut dengan lumpur dan ranting yang menempel.
'Kak Gilang, ayo main'
Suara anak itu terdengar putus asa. Begitu pilu hingga Gilang pun kasihan melihatnya. Namun ia harus tegas, ia tak mau diikuti apalagi ditempeli makhluk halus. Selain merepotkan juga sangat menganggu. Mereka akan muncul dimana pun dan kapanpun mereka mau.
Gilang mulai menghidupkan motornya. Andi sejak tadi sudah duduk dijok belakang motor Gilang. Pemuda itu sedari tadi memperhatikan Gilang namun tak berani bertanya.
Setelah meninggalkan sekolah. Ia pun mulai bertanya. "Tadi diparkiran lo ngapain? Ada yang muncul lagi? Nggak ngikutin kita kan?"
Gilang hanya menggeleng sebagai jawaban. Ia melirik kaca spion sesaat dan kembali menatap lurus kedepan. Ia tak mungkin berkata jujur jika hantu anak kecil tadi tengah mengikuti mereka. Dengan tawanya yang terdengar pilu dan wujudnya yang setengah hancur.
✍coment nya jangan lupa😉
KAMU SEDANG MEMBACA
indigo In Love
HorrorGilang, seorang pemuda berusia 16 tahun yang memiliki kemampuan melihat dan berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata. kehidupannya yang biasa saja seketika berubah saat arwah arin muncul dikehidupannya. Seorang gadis yang mengalami kecelakaan dan...