•Part 16• Pissed Off

315 101 60
                                    

Now playing | Arsy Widianto - Cerita Cinta

Now playing | Arsy Widianto - Cerita Cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia itu cuman nganggep lo sebagai babunya. Gak usah berlebihan. Lagian, lo juga gak suka, kan, sama dia?

***

Pipin, Jubaedah, serta Arvenila sedang membeli barang-barang yang menurut mereka menarik untuk dibeli. Contohnya seperti Arvenila, gadis itu membeli makeup, tas ransel, dan jepitan rambut.

Hari ini dia sebenarnya sudah membawa uang lebih dari seratus ribu untuk membeli barang-barang yang dia sukai. Hari ini, kan, diadakan bazaar di sekolah. Dan yang mengadakan bazaar hanya anak kelas XII.

Di dekat Arvenila, Pipin meraih satu jepitan rambut dan memperlihatkannya kepada Arvenila.

"Nila, Nila!" panggil Pipin.

Arvenila berbalik malas. "Hm?"

"Gue cantik nggak pake ini?" tanya Pipin sembari menempelkan jepitan rambut yang dia ambil ke kepalanya.

Arvenila memandang Pipin dengan teliti. Sepertinya jepitan yang diambil oleh Pipin tidak cocok dengan gaya rambut cewek itu. Arvenila pun menggeleng.

"Hm ... nggak. Itu warnanya terlalu pucat. Lo tuh cocok yang warna-warna terang, Pin. Kayak warna pink, kuning, ungu, dan lain-lain lah," ujar Arvenila dan memilih-milih barang di depannya.

Pipin mengangguk-ngangguk paham. "Oh, gitu, ya ... yaudah deh. Gue pilih-pilih dulu."

Arvenila hanya mengangguk, dan dia kembali tertuju pada aksesoris di depannya. Arvenila mengambil satu ikat rambut berwarna merah, kemudian memanggil Pipin.

"Eh, gue cantik nggak pake ini?" tanya Arvenila sambil tersenyum.

Pipin tersenyum. "Iya, cocok! Coba deh kasih lihat Jubaedah." Pipin mencolek bahu Jubaedah. "Jub, Jub, bagus, kan, Arvenila pake ikat rambut itu?"

Jubaedah berbalik, dan melihat Arvenila yang sudah mengikat rambutnya dengan ikat rambut pilihannya. Jubaedah mengangguk sambil tersenyum.

"Iya! Bagus banget, Nila!" Jubaedah bertepuk tangan.

Arvenila yang semula tersenyum, kini menekuk wajahnya dan membuka ikat rambut yang dia suka. Pipin pun mengedipkan matanya.

"Kok lo buka sih ikat rambutnya? Kan itu udah bagus!" ujar Pipin.

Arvenila mendengkus. "Kalian tuh kenapa sih? Kalau nggak bagus, nggak cocok sama gue, tinggal bilang aja kali! Ngapain pake senyum-senyum segala biar gue seneng?"

Pipin menggaruk kepalanya. "Hah? Tap-tapi, ikat rambut itu memang cocok buat lo kok, Nil. Iya, kan, Jub?"

Pipin menyenggol lengan Jubaedah. Jubaedah tersenyum senang. "Iya, Nila! Lo bagus kok pake ikat rambut it--"

ArionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang