1

74 5 1
                                    

Juni, 2020.

"Wow, Kakek yakin dengan misi kali ini?" tanya seorang anak perempuan yang senang bermain misi dari kakeknya. Dimulai dari misi yang bertujuan baik untuk mengatasi trauma si cucu sampai yang tidak masuk akal seperti sparing tinju dengan bodyguard-nya sendiri.

Si kakek tersenyum tipis, "Bukankah Kakek yang harusnya menanyakan itu?"

Anak perempuan itu sebetulnya senang karena akan tinggal bersama saudara-saudaranya lagi, namun, ia juga khawatir karena bisa saja memori menyakitkan yang sudah dikuburnya dalam-dalam mencuat keluar kembali.

"Jika kamu tidak sanggup tidak apa-apa."

Anak itu lalu berkata, "Tidak. Tidak perlu, Kek, lagipula Zoe sudah lama tidak bertemu Hyung-hyung di sana." Ia lalu tersenyum manis, "Ah, Zoe jadi kangen Mark Hyung."

"Kalau Bibi Lee mendengarnya, ia pasti mengomel."

"Dia pasti akan berkata 'Yang benar itu Oppa bukan Hyung!'," ucap Zoe meniru cara bicara bibinya lalu tertawa kecil. "Kakek betul-betul sudah yakin, ya?"

Kakek terdiam sejenak sambil menatap wajah Zoe, "Kakek sudah berdiskusi dengan Sia, Yui-chan serta Sekretaris Saito mengenai misi spesial kelulusanmu." Ia kemudian menyeka air matanya yang sebenarnya tidak keluar dengan sapu tangan, "Setelah pertimbangan yang panjang dan masukkan dari berbagai pihak, Kakek akhirnya mengiyakan." 

Namun, akting yang emosional dan dialog panjangnya itu ternyata tidak mempan, cucu perempuannya itu malah pura-pura tidur mendengkur dengan memakai pillow neck bertelinga kucing di kepalanya.

"Zoe!"

"H-huh?" sahut Zoe yang kaget tiba-tiba diteriaki.

Kakek menghela napasnya, "Sepertinya misi kali ini memang cocok untuk mengatasi sifat tidak sopanmu."

Zoe yang mendengarnya mengibaskan tangan, "Ah, jangan begitu. Zoe kan cucu Kakek yang berbudi pekerti." Zoe yang masih mengenakan pillow neck berdiri dari sofanya, kemudian memberi hormat layaknya prajurit yang mendapat tugas mulia ketika mengatakan menerima misinya. "Tunggu, Zoe kenal Yui-chan dan Sekretaris Saito," Zoe kembali duduk dan bersandar di sofa. "Tapi, siapa itu Sia?" tanyanya bingung.

Kakek menaikkan alis mendengar pertanyaan Zoe, lalu menunjuk dengan mata pada seekor marmut berbulu coklat di dekat jendela ruang kerjanya.

Melihat siapa itu Sia, Zoe tersenyum dan bertanya, "Marmut itu?" Melihat senyuman kakek, Zoe tertawa dan menepuk dahinya, "Heheheh, Kakek sudah gila, ya."

Kakek yang mendengar juga ikut tertawa, ia senang melihat cucunya tersenyum dan tertawa hanya dengan sikap konyolnya. Setidaknya kondisinya jauh lebih baik sejak insiden itu.

*****

Seminggu kemudian di suatu pagi buta setelah kakek memberi tahu misi spesial kelulusan Zoe, ia memberikan sebuah benda "khusus" untuk cucunya itu. "Zoe, jam berapa penerbanganmu?" tanya kakek.

"Pukul sebelas nanti." Sambil mengecek barang bawaannya Zoe bertanya, "Memangnya kenapa, Kek?"

"Pakai ini," pinta kakek sambil memberikan sebuah kalung dengan liontin hitam berbentuk bulan sabit.

"Woah, liontinnya berwarna hitam, cantik sekali," Zoe yang seorang penggila warna hitam dibuat terpukau. Ia kemudian mengamati kalung tersebut, "Sepertinya buatan khusus, apa sebenarnya ini, Kek?"

"Hoho, Zoe memang pandai," puji kakek sambil memasangkan kalung tersebut. "Liontin ini berisi pelacak juga CCTV mini."

"Astaga...," Zoe menatap Kakek dengan ekspresi tidak percaya, ia tidak mengerti kenapa harus memakai kalung yang cantik dengan CCTV di dalamnya, benar-benar tidak mengerti.

"Kamu kan pergi ke sana sendirian tanpa bodyguard, bagaimana kalau bertemu penjahat? Duh, Kakek tidak bisa membayangkannya," ucapnya sambil memegangi kedua pelipisnya. "Lalu, bagaimana jika bertemu orang mesum? Oh, astaga, mengerikan sekali." Kakek terdengar sangat berlebihan di telinga Zoe. 

Ia tidak mempermasalahkan sebenarnya, asal tidak dikawal bodyguard itu sudah cukup. Lagipula kalungnya berwarna hitam, ia dengan senang hati memakainya. "Disana Zoe akan dijemput Paman Shin 'kan?"

"Ya, Paman Shin akan mengantarmu sampai ke mansion," jawab kakek sambil mengantar Zoe memasuki mobil menuju Bandara Haneda, Jepang.

Sebelum berpamitan Zoe bertanya, "Tunggu, Kakek tidak memberi tahu Hyung-hyung di sana Zoe akan datang kan?"

Kakek mengedipkan sebelah matanya sambil berkata, "Tentu saja tidak."

Zoe tersenyum lebar, "Hehe, Kakek yang terbaik." Ia lalu memeluk kakeknya setelah melakukan handshake. "Kakek, Zoe pergi ya, doakan selamat sampai tujuan." Setelah memasuki mobil ia lalu menurunkan kaca jendela, "Jangan kangen juga, bye Kakek!" pamitnya.

Kakek tersenyum simpul sambil melambaikan tangan kanannya. "Semoga Zoe sampai dengan selamat dan bersenang-senang," gumamnya sambil melihat mobil itu berlalu dari depan rumahnya.

*****

"Bye Japan. Hello South Korea."

Zoe memposisikan tubuhnya dengan nyaman di dalam pesawat, beruntung ia mendapat kursi di dekat jendela. Zoe bisa dengan leluasa merekam dan mengambil gambar luasnya lautan dari atas. Setelah puas dengan hasilnya, Zoe menyandarkan punggungnya di kursi pesawat dan menutup mata. Walaupun perjalanan ini tidak begitu lama karena jaraknya yang dekat, ia memilih untuk tidur sampai pesawat mendarat.

Perjalanan yang hanya memakan waktu sejam lebih lima belas menit itu akhirnya mengantarkan Zoe di tanah kelahirannya. Sambil membawa tas di punggung, Zoe berjalan keluar dari Bandara Incheon, Korea Selatan. Zoe mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Paman Shin. 

Paman Shin adalah suami dari Bibi Lee; adik dari mendiang ayah Zoe yang usianya terpaut tiga tahun di bawahnya. Pria itu berdiri di tengah kerumunan penjemput di bandara. Tidak sulit untuk Zoe menemukannya karena fisiknya itu, ia hampir tertawa karena penampilan Paman Shin tidak berubah sejak terakhir kali bertemu.

Kumisnya yang tebal, tubuh tinggi-besar, dan botak.

"Paman Shin!" teriak Zoe lalu menghampirinya.

"Apa kabar, Zoe?" tanya Paman Shin yang dibalas anggukan oleh Zoe. "Barangmu hanya segini?" tanyanya keheranan karena keponakan perempuannya itu hanya membawa satu tas punggung berwarna hitam berukuran sedang. Paman Shin kemudian mengambil alih tas Zoe, "Astaga, kamu membawa apa di dalamnya? Berat sekali, bagaimana kamu membawa ini dari Jepang?"

"Zoe naik pesawat," ucap si pemilik tas sambil menyengir lebar.

Zoe kemudian bercerita, "Zoe ingin membeli barang-barang di sini, Paman. Yui-chan juga menitip dibelikan beberapa baju, ia sudah mentransfer uangnya pada Zoe."

"Huh? Siapa itu Yui-chan?" Paman Shin dan Zoe memasuki mobil mereka sambil tetap mengobrol. Zoe memilih duduk di kursi belakang karena ingin tiduran.

"Ah, iya. Paman pasti tidak tahu." Zoe kemudian mengikat rambutnya kuncir kuda, "Yui-chan itu sahabat satu-satunya Zoe di Jepang. Kami bertemu di game dan ternyata dia adik kelas Zoe di sekolah." Zoe melanjutkan kalimatnya, "Dia sangat hebat bermain game, Paman." Zoe berekspresi kagum sambil mengangkat kedua ibu jari tangannya, "Karena seringkali kalah, Zoe mengajaknya bertemu sekalian ingin berguru, hehe."

"Zoe, Zoe," Paman Shin menggelengkan pelan kepalanya. "Kok kamu berani sekali mengajaknya bertemu? Yui-chan itu juga kenapa mau bertemu denganmu?" Paman Shin menatap lurus, "Kamu tidak lupa 'kan salah satu Hyung-mu pernah diculik karena itu?"

tbc

ZOE | NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang