Setelah meminta dibukakan pintu gerbang oleh penjaga lewat interkom, ia meminta penjaga itu menutup mulut mengenai kedatangannya. Zoe mengeluarkan skateboard dari dalam tasnya, kemudian mengendarainya sampai ke pintu belakang yang terhubung dengan dapur. Ia tidak mau ketahuan karena masuk dari pintu utama. Setelah bergerak dengan hati-hati dan tetap waspada Zoe akhirnya sampai, penjaga di gerbang tadi sudah memberikan satu kunci duplikat pintu itu untuknya.
Zoe membuka pintu tersebut dengan pelan kemudian melihat keadaan dapur, karena sudah lewat jam makan siang ia yakin dapur pasti sepi. Namun, masih ada seseorang duduk di kursi makan membelakanginya. Ia segera bersembunyi sebelum ketahuan, lalu menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan, menjadikan orang itu yang pertama dikejutkannya atau menunggunya pergi. Ia juga tidak tahu siapa orang itu, Zoe hanya yakin dia pasti salah satu Hyung-nya.
"Hmm~ ayam goreng pedas memang yang terbaik," ujar orang itu tiba-tiba.
Mendengarnya bersuara Zoe akhirnya memutuskan untuk menyapa, "Jungwoo Hyung!" teriaknya agak keras lalu memeluk Hyung-nya dari belakang.
"S-siapa?" Jungwoo lalu menolehkan kepalanya ke belakang. Saking terkejutnya Jungwoo berhenti mengunyah ayam di mulutnya, lalu berdiri untuk memeluk adik perempuannya. "Astaga, Zoe! Hyung kira kamu tidak akan pernah pulang, Hyung kangen sekali tahu!" Jungwoo memeluknya dengan sangat erat, seperti adik perempuannya itu akan pergi lagi jika tidak dipeluk.
"Ahaha, Zoe juga kangen Jungwoo Hyung," tuturnya sambil membalas pelukan erat Jungwoo.
Jungwoo kemudian melepas pelukannya dan mulai menghujani Zoe dengan berbagai pertanyaan, "Bagaimana kabarmu? Kenapa baru pulang sekarang? Kapan kamu sampai? Sudah makan siang? Kenapa tidak b–"
Pertanyaannya terputus karena Zoe menaruh jari telunjuk di depan mulut Jungwoo, "Sst! Nanti ada yang dengar," bisiknya kemudian duduk di samping kursi Jungwoo. "Zoe akan menjawab semua pertanyaan Hyung dan yang lainnya saat makan malam, dengan begitu hanya perlu sekaligus menjawab," jelas Zoe. "Siapa saja selain Hyung yang ada di rumah sekarang?" tanya Zoe sambil memakan ayam goreng pedas milik Jungwoo.
"Hanya Taeyong Hyung dan Doyoung Hyung; sisanya sedang bekerja, kuliah, dan di sekolah," jawab Jungwoo sambil mengerucutkan bibirnya.
Zoe yang melihat wajah Hyung-nya menjadi gemas, "Jungwoo Hyung tidak pergi ke kampus? Atau sudah pulang?"
"Sudah selesai, kelasku tadi pagi."
Setelah berbincang singkat Zoe memberi tahu Jungwoo rencananya untuk mengejutkan yang lain, Hyung-nya itu juga ingin bekerja sama.
"Ah! Karena kamu datang tiba-tiba kamarmu belum dibersihkan dan masih berdebu, mau Hyung panggilkan jasa housekeeper?"
"Terima kasih Hyung. Tapi, Zoe ingin membersihkannya sendiri."
Setelahnya ia dan Jungwoo berpisah di depan tangga bagian timur rumah besar itu. Zoe menaiki tangga menuju kamarnya dan Jungwoo pergi keluar untuk bertemu dengan teman-temannya. Kamar tidur Zoe berada di lorong yang sama dengan Hyung-hyung–nya. Setelah menaruh barangnya di kamar, Zoe dengan hati-hati menuruni tangga lagi menuju kamar mendiang kedua orang tuanya di lantai dasar.
Saat membuka pintu dengan pelan mengecek apakah ruangan tersebut sepi, Zoe berjinjit agar tidak menimbulkan suara, ia kemudian melihat-lihat kembali ruangan yang interiornya tidak berubah itu. Pandangan matanya terjatuh di foto keluarga besarnya yang diambil enam tahun lalu, foto itu berisi kedua orang tuanya, ke-23 Hyung-nya, dan Zoe. Rambutnya sangat pendek saat itu, orang-orang sering salah mengira kalau dia anak laki-laki.
Zoe membuka lemari pakaian dari kayu milik kedua orang tuanya, ia ingat sering bersembunyi di dalamnya ketika bermain petak umpet. Zoe mencoba kembali memasuki bagian lemari itu dan ternyata ia berhasil masuk. "Hm, dulu Zoe sering ketiduran saat menunggu ditemukan di sini." Ia lalu keluar dari lemari tersebut, "Karena menunggu lama akhirnya keluar sendiri dan orang rumah sudah panik semua, hehe."
Ia melihat-lihat jas ayahnya dan mencoba salah satunya yang berwarna hitam putih, "Hm? Ini seperti jas pernikahan." Zoe bercermin dan melihat pantulan dirinya dengan jas kebesaran. Setelah mencari di dalam lemari yang sama, Zoe akhirnya menemukan gaun ibunya yang ia yakin adalah gaun pernikahan. "Oh, panjangnya pas hanya saja di bagian dada sedikit longgar, pfft," tawanya sendirian sambil bercermin. Setelah menyimpan kembali semua pakaian yang telah dicobanya ke dalam lemari, Zoe menatap tempat tidur berukuran king size di hadapannya. Tanpa pikir panjang ia langsung melompat ke atasnya kemudian berguling-guling.
"Woah, empuknya."
Zoe yang sudah puas melompat dan berguling di atas kasur mendudukkan tubuhnya di pinggir, lalu termenung agak lama, "Sudah enam tahun ya, Pa, Ma." Ia menggoyangkan kedua kakinya sambil menatap ke luar jendela, "Sudah lama, Zoe masih kangen sekali." Ia lalu mendengar suara pintu di belakangnya tiba-tiba terbuka dan seseorang memanggilnya.
"Siapa di situ?"
*****
"Hei, apakah kalian merasakan yang kurasakan?"
"Kuharap tidak," jawab salah seorang dari enam bersaudara yang baru datang dengan segelas minuman dingin di tangannya.
"Ck, kau bahkan belum mendengarnya." Pria yang bernama Haechan itu mendengus, "Begini, aku merasa ada sesuatu di rumah, perasaanku campur aduk. Tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya."
Salah satu dari mereka yang sedang menyesap kopi americano-nya berkata, "Hm, aku juga pernah merasa begitu, terlebih saat pulang kuliah melihat Jisung makan dan tidur di atas kasurku."
Semuanya terkekeh. "Biarkan saja, Jaemin, dia kan imut," celetuk salah seorang dari mereka berenam.
Jaemin memicingkan mata, "Aku tidak mengerti di mana korelasinya, Jen."
"Hing~ padahal Haechan-ie kan lebih imut," pria yang pertama berbicara kemudian bertingkah imut dengan suaranya membuat yang lain merasa mual.
"Hentikan, Lee. Kau membuatku merinding."
"Ya ampun, imutnya," puji yang lainnya dengan tersenyum sambil mencubit pipi Haechan dengan keras.
"Jun, sakit." Semuanya tertawa melihat ekspresi Haechan yang datar dan pipinya memerah karena dicubit. "Kalian...," Haechan tiba-tiba bertanya, "Apa kalian tidak merindukan Zoe? Akhir-akhir ini aku sangat ingin melihat dia memarahiku karena menganggunya."
"Kau terdengar seperti masokis, Chan. Aku akan melindungi Zoe darimu," tukas salah satu pria dengan tahi lalat di bawah mata kanannya.
"Cih, kau sendiri selalu menggendongnya kemana-mana, posesif sekali saat aku ingin gantian."
"Ah, aku sangat merindukan tawanya. Dia sedang apa, ya?" tanya salah satu dari mereka yang bernama Yangyang.
"Uh, aku juga rindu belajar dansa dengannya," ujar salah seorang dari mereka sambil memangku wajahnya di tangan, "Aku harap dia tidak melupakan kita."
"Itu tidak mungkin Shotaro Lee," Haechan kemudian berdiri di kursinya dan berteriak, "Zoe Lee tidak akan bisa melupakan kita!" Tanpa sadar ia sukses jadi tontonan mahasiswa di kantin.
"Ah, hentikan. Kau memalukan," ucap Renjun.
tbc