Selamat datang di cerita terbaru saya.
Sudah follow akun ini belum?
Target untuk part ini 1Rb comment ya. Dan bantu author dengan share/rekomendasiin cerita ini ke teman-teman pembaca yang lain.
Yuk kita masuk ke ceritanya.
***
(Revisi setelah end)
“Rahasia terbaik adalah tidak pernah diucapkan.”2000
“Lewat sini Barr!” Suara berat Darman melawan hujan yang semakin deras malam itu. Satu tangannya menggapai ujung kaus anaknya yang masih kebingungan mengapa mereka berada di sini, di tengah malam seperti ini.
Sudah lebih setengah jam ayah dan anak itu berputar-putar di dalam pasar. Toko dan ruko-ruko sudah lama tutup. Tak ada orang lain yang mereka jumpai di sana. Suasananya semakin mencekam dengan hanya ada beberapa lampu remang sebagai pencahayaan. Darman sebenarnya sedang lari dari kejaran seseorang. Jaketnya telah dipenuhi darah. Entah itu darah siapa tepatnya, darahnya sendiri atau darah orang yang ia bunuh satu jam yang lalu.
“Aku capek, Ayah,” keluh Al-Barra. Ia terlihat ngos-ngosan. Kakinya sudah tak sanggup lagi berlari. Sejauh ini dia masih belum paham dari kejaran siapa mereka lari.
“Dikit lagi ya, Nak. Ayok, Barra. Anak ayah kuat kok.” Darman terus menggiring anaknya yang masih berusia enam tahun itu. Hingga akhirnya mereka hampir tiba di ujung lorong. Di ujung sana adalah jalan raya. Namun sebelum itu, tiba-tiba Darman berhenti. Al-Barra juga ikut berhenti. Darman sedikit membungkuk menyamai tinggi Al-Barra. Satu tangannya mengusap kepala anaknya. Keduanya telah basah kuyup sejak tadi.
“Barra, kamu lari terus ya hingga keluar di ujung lorong sana.” Darman menunjuk ujung lorong yang dimaksud. Al-Barra menoleh mengikuti arah telunjuk ayahnya. “Setelah tiba di jalan raya, kamu tetap harus berlari. Lari terus sampai kamu tidak mampu lagi berlari. Ingat ya! Lari. Kamu harus lari.”
Tepat di akhir pesan Darman untuk Al-Barra, muncul di belakang mereka seorang laki-laki yang memakai mantel hujan. Tangannya jelas sekali sedang memegang sebuah pistol. Darman panik. Segera ia tarik Al-Barra bersembunyi di belakang tubuhnya.
“Darman Ali,” ucap laki-laki bermantel sambil tertawa sinis dan bertepuk tangan. “Terima kasih atas kesetiaan dan pengabdianmu kepada organisasi selama ini. Masa bersinarmu sudah usai. Kita cukupkan saja semuanya sampai di sini.”
DORRR…!
Terdengar suara tembakan. Satu peluru menembus dada kanan Darman. Darah hitam menggumpal keluar dari sana. Darman limbung kemudian tersungkur di atas tanah yang sudah becek.
“Ayaaaaah…!” teriak Al-Barra histeris.
Dengan sisa-sisa tenaganya, Darman memberikan isyarat agar Al-Barra segera lari. Al-Barra cepat-cepat beranjak. Ia berlari sekencang-kencangnya. Hujan semakin deras, air mata Al-Barra mustahil terlihat. Badannya yang gemetar terus ia paksa berlari, sesuai permintaan terakhir ayahnya. Tapi tiba-tiba dari arah berlawanan datang sebuah sedan berwarna silver.
BRUKKK!!!
Al-Barra tertabrak. Ia terhempas tak jauh dari mobil. Kepalanya terbentur di aspal kemudian mengeluarkan darah segar. Untung saja tidak begitu parah.
Malam itu adalah terakhir kali Al-Barra melihat ayahnya. Malam itu juga, ia resmi hidup sebatang kara di bumi.
***
Segitu aja dulu untuk prolognya hehe.
Gimana? Seru? Penasaran lanjutannya?
Jangan lupa vote dan comment ya. Tandain juga kalau ada typo. Cerita ini masih draft awal, jadi wajar kalau masih banyak kurangnya, baik dari segi penulisan atau pun alur. Akan direvisi setelah end.
Setelah target 1Rb komentar baru kita lanjut ya.
Spam "NEXT" di sini.
Di KaryaKarsa sudah update sampai part 5. Pengen tau cerita lanjutannya lebih cepat? Langsung ke KaryaKarsa aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. ALDO : SECRETS IN THE SHADOWS
Mystère / ThrillerSIMPAN DI PERPUS BIAR DAPAT INFO UPDATE. *** Pada gelap malam, di antara bayangan yang merayap, ia bersembunyi, salah satu dari penjaga kebenaran yang tak terlihat. Di bawah cahaya bulan yang redup, ia melintasi batas antara cahaya dan kegelapan, me...