"Sadaqallahul azim"
Aku menutup Alquran, kemudian menoleh ke arah ranjang. Di sana, dia Syah Reza suami yang telah menikahiku 3 tahun yang lalu karena sebuah kesalah pahaman tengah tertidur pulas.
Masih di atas sajadah dan Alquran dalam pelukan, aku menundukkan wajah. Menatap jari manis yang dilingkari cincin bermata berlian kecil.
Cincin pernikahanku.
Tubuhku bergetar menahan isak karena takut akan mengganggu istirahatnya. Satu persatu air mataku menetes diatas cincin yang masih kutatap dengan perasaan campur aduk. Cincin itu berkilau indah karena basah, tapi tidak dengan hatiku.
'Ya Rabb, apa yang harus aku lakukan? Mampukah aku bertahan dalam pernikahan yang sudah kacau sejak awal?'
Azan subuh berkumandang. Cepat-cepat aku bangkit dan menyimpan Alquran di dalam lemari khusus. Melepas mukena kemudian beranjak ke kamar mandi untuk kembali berwudhu.
Entahlah, sudah menjadi kebiasaan bagiku selalu memperbaharui wudhu. Padahal jelas-jelas tidak batal. Mungkin sudah sedari gadis dilakukan jadi terbawa hingga sekarang.
**
Aku berdiri gamang di pinggir ranjang, ragu untuk membangunkannya shalat subuh berjamaah di masjid. Tapi ini kewajibanku, kan? Aku istrinya. Dan juga kewajibannya sebagai lelaki muslim untuk menunaikan shalat berjamaah.
Aku menatap wajahnya lama. Laki-laki tampan yang berstatus suamiku itu tetap terlihat menawan dalam keadaan tidur sekalipun.
Namun hanya saat dia terlelap aku baru berani melakukan ini -mengagumi dalam sunyi betapa sempurna paras yang dianugerahi padanya- karena pada saat sepasang mata sewarna jelaga itu terbuka, aku tahu tidak ada kehangatan yang di biaskan oleh mata itu untukku.
Tersenyum getir, kuhela napas dalam kemudian menyeka sudut mata.
Kulirik jam dinding, sebentar lagi azan berkumandang.
Aku menimbang-nimbang, apakah harus kubangunkan sekarang dan merusak kesenanganku menatapnya?
'Tapi sebentar lagi azan' hatiku mengaminkan pikiranku.
Kulirik jam dinding kemudian kembali kuarahkan mataku padanya.
'Ayo sarah, bangunkan suamimu'
'Jangan Sarah, nanti mas Reza marah'
'Nggak akan marah, toh kemarin waktu kamu telat bagunin, dia kesal karena jadi masbuk di mesjid'
'Bangunin Sarah...'
'Jangan'
'Bangunin'
'Jangan'
"Mas!"
Tanpa sadar aku menepuk pelan lengan mas Reza kemudian mengguncangnya pelan. Suara-suara di kepalaku seketika hening.
Tidak ada pergerakan,
"Bangun mas, sebentar lagi azan subuh" Aku kembali menggoyang lengannya kali ini cukup kuat.
Mas Reza mengerang pelan sebelum membuka mata, memandangku tajam.
Aku terkesiap. Gugup.
"Jam berapa?" Suara seraknya terdengar berat.
"I-itu lagi azan. Mas Shalat di masjid kan? Ini aku udah siapin baju koko sama sarung bersihnya" aku memilih tak menjawab pertanyaan itu, namun masih berdiri kaku di sisi ranjang sambil memilin ujung atasan piama tidurku.
"Ck" dia berdecak kemudia bangkit berjalan menuju kamar mandi tanpa menatapku.
Selalu seperti itu.
Mataku memanas. Perih menusuk ulu hatiku. Aku tahu rumah tanggaku sedang tidak baik-baik saja, ralat, tidak pernah baik-baik saja sejak awal pernikahan kami, tapi sepagi ini menerima perlakuan sinisnya, sungguh menghancurkan hatiku.
'Ya Allah ya Rabb, berapa lama lagi aku sanggup bertahan?'
***
Jakarta, 20 November 2020
Hai hai...
Apakabar kalian semua? Semoga selalu sehat ya.
Ya ya... Aku tau lapak ini berdebu🤧
Nyaris satu tahun minus 2 bulan gk kukunjungi🙈Jadi sekarang aku mau nyelesaikan cerita ini dengan konsisten..
supaya gk jd penulis ghosting, yg abis lempar sinopsis dan up beberapa bab trus ngilang😌Bantu vote dan komen yaa, biar aku tau keberadaan kalian, jg buat nambah semangat untuk lanjutin ini hingga sampai di bab keramat "Epilog"
Love, indah❤️
Jakarta, 19 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Kisah Kita
Romance"Apa maksud kamu bawa perempuan itu ke rumah, Mas? Nggak cukup ya, kamu nyakitin aku karena menghadirkan dia dalam rumah tangga kita?" "..." "Kamu sendiri yang bikin aturan, kalau kamu nggak akan pernah bawa perempuan itu ke sini!" "Aku ubah aturann...