Prolog

447 46 0
                                    

🚨hetttt mau ngapain? Baca deskripsi dulu sayang, baru mulai baca kesini. Lafyu tuu♡
*
*
*
*
*
"Satu yang paling aku benci sampai saat ini dari Chanyeol Park adalah, menjadikanku seorang mafia terkenal di dunia." -Js, P

⋅•⋅⋅•⋅⊰⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅∙∘☽༓☾∘∙•⋅⋅⋅•⋅⋅⊰⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅

"Tuan, kau sudah jatuh tempo!"

Seorang pria kecil berumur sekitar 7 tahun berucap pada pria paruh baya berperut buncit dengan nada halusnya, khas bocah kecil. Sambil duduk pada sofa membersihkan sepatu bootsnya yang penuh dengan lumpur menggunakan ranting kayu. Dia tidak peduli jika lantai rumah itu akan kotor, karena memang sudah terlihat kotor dari awal dia masuk.

Pria paruh baya itu hanya menoleh sekilas. "Katakan pada ayahmu, aku akan membayarnya nanti." lalu Pria tua itu mengambil bir dari dalam kulkas dan masuk ke kamarnya. Tidak mempedulikan sama sekali bocah kecil yang sejak tadi menunggunya.

Bocah kecil itu cemberut langsung melangkahkan kakinya keluar dari rumah kotor tak terurus itu kembali menuju ke rumahnya, atau lebih tepat disebut penjara baginya. Perjalanan yang sudah ia tempuh jauh-jauh hingga mengakibatkan sepatu boots birunya kotor nyatanya sia-sia. Dia tidak berhasil mendapatkan uang ayahnya kembali, barang sepeserpun. Ada perasaan takut dalam dirinya, Jika saat sampai rumah nanti dia akan kena caci maki dari ayahnya. Karena seseorang yang dipanggil ayah itu tidak pandang bulu jika sudah dalam mode marah. Tidak ada yang bisa menghentikannya, bahkan dirinya sendiri.

Bocah dengan sepatu boots itu berhenti lalu menghembuskan napasnya pelan, kedua tangannya terkepal erat meyakinkan diri. Dihadapannya saat ini sudah terpampang pintu besar bercat hitam. Tanda kemuraman. Bocah itu kembali mengambil napas panjang saat membuka pintu rumahnya. Dia tahu pasti, ayahnya sudah menunggunya dibalik pintu besar.

Tangan kecilnya mendorong pintu itu, bocah itu menelan ludahnya susah payah.
"Tuan Chen bilang dia akan membayarmu nanti." lapornya saat pintu terbuka. Dugaannya benar ayahnya sudah menunggunya sambil duduk santai menghisap linting ganja tepat di balik pintu.

Asap mengepul tebal menutupi wajahnya. "Sudah kubilang paksa dia. Tirulah apa yang aku lakukan!"

"lebih baik aku mati." Gumamnya.
Pria tua yang dipanggil ayah itu meletakan rokok ganjanya pada kotak asbak didekatnya. Lalu perlahan mendekat dengan tatapan tajamnya. Siap untuk mengabulkan keinginan anaknya itu.

'Plakk'

Semua terjadi begitu saja. Bocah itu tersungkur dilantai tepat dibawah kaki sang ayah. Sepatu mahal nan mengkilap berada tepat di wajahnya. Ia meringis, cetakan merah membentuk jari-jari tangan membekas pada pipi tirusnya. Hari ini untuk kesekian kalinya, dia akan habis ditangan ayahnya.

Tangan bocah kecil itu meraba dengan hati-hati pipinya. Rasa perih menjalar sampai hati. Bocah itu menjerit dalam diam, meneriakkan kepahitan yang ia hanya bisa pendam selama ini. Bahkan mungkin selamanya. Tidak ada keberanian untuk melawan. Hanya bisa berharap dewa maut sudi menghabisi dirinya atau ayahnya itu lebih dulu.

Tangan besar itu meraih kerah sang anak, membawanya untuk mendekat. "Kau pikir aku memungutmu dari lubang tikus itu untuk apa? Membiarkanmu mati ditanganku? Jika memang iya, itu sudah kulakukan sejak awal. Jadi lah sepertiku dan ambil uangku kembali!" Tegasnya melempar tubuh bocah kurus kering itu ke lantai. Tangan bocah itu mengepal kuat, ia marah, sangat marah namun tidak bisa melakukan apapun.

Sialan!!!

Jadilah sepertiku, sepertiku, sepertiku, kata-kata itu yang selalu diucapkan sang ayah. Sehingga menjadi nyanyian mengerikan pengantar tidur ditiap malamnya. Kata-kata sederhana itu menghantui hingga rasa takutnya menembus sampai ke jantung, membuat degupan ribut tak beraturan tiap kali mendengarnya.

FATALISM: Takdir yang mengikat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang