4. Misi dalam penjara

128 21 1
                                    

⋅•⋅⋅•⋅⊰⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅∙∘☽༓☾∘∙•⋅⋅⋅•⋅⋅⊰⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋅•⋅⋅•⋅⊰⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅∙∘☽༓☾∘∙•⋅⋅⋅•⋅⋅⊰⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅

Malam itu seseorang mengetuk jeruji sel-nya.

Jisung tidak mendapatkan sel yang terisi dari beberapa napi tapi dia memiliki sel-nya sendiri dengan fasilitas yang cukup mewah jika dibanding sel lainnya. Dengan kamar mandi, kipas angin, dan kulkas itu sudah termasuk mewah jika didalam penjara.

Ada banyak sel yang berfasilitas seperti itu. Tidak cuma di penjara tempatnya saat ini, lokasi penjara dikota lain juga ada yang seperti itu. Penjara dengan fasilitas plus-plus memang sengaja disiapkan tanpa sepengetahuan masyarakat awam, kecuali dirinya pernah dipenjara dan melihat langsung.

Bahkan ada juga yang memiliki fasilitas karya wisata, dimana napinya dapat berjalan-jalan ria keluar sel. Tentunya semua ada tarifnya. Para elite kepolisian menjadikan itu sebagai sumber penghasilan tambahan. Nampaknya, yang selama ini diibaratkan 'hotel prodeo' bernarlah sebuah hotel.

Ketukan tongkat dengan besi kembali memekakkan telinganya dan itu berhasil membuatnya terbangun ditengah mimpi buruk yang dibuat otaknya. Sungguh Jisung sangat bersyukur akan hal itu, karena membuatnya terbebas dari mimpi buruk yang memakan jiwanya perlahan.

Keringat mengucur deras membasahi kaos tipisnya serta onyx matanya memendar menelaah ruangan sempit itu. Seseorang berdiri dihadapannya dengan seragam lengkap yang sudah dapat ia kenal betul, kepala sipir perjara. "Ada apa?" Pria itu menyentuh kepalanya "Akh kepalaku berputar."

"eh?" pria berseragam itu terkejut melihat keadaan sang penguasa hampir separuh daratan asia itu yang bisa dibilang um... mengerikan. Wajah bocahnya tertutupi oleh semburat merah juga butiran-butiran keringat yang tidak menetes.

Jisung menggeram tidak senang, tangannya memukul kasur yang ia duduki. "Aku meminum obat sialan itu, kepalaku rasanya bercampur."

"Kenapa kau meminumnya? Aku sudah mengingatkan soal obat itu"

Jisung memukul kepalanya yang semakin sakit. Pandangannya sulit fokus karena bayang-bayang yang dibuat otaknya. "Kau harusnya tahu, hampir 10 FBI menyaksikannya saat obat itu diberikan. kau ingin aku menolaknya dan membuat keributan? CIh.. itu bukan gaya ku bung!" Serunya dengan sedikit mencemooh. Jisung berjalan mendekat, tangannya ia lipat didada. "lupakan, aku lebih ingin tahu apa yang membuatmu berjalan kemari?"

Pria berseragam itu menunjukan layar ponsel dihadapan Jisung, "Jeno ingin bicara padamu." Ucapnya santai.

"Dia tidak bisa melakukannya Vern?" Jisung sedikit mendengus. Tangannya otomatis meraih benda pipih itu segera, takut-takut jika terjadi masalah pada bisnisnya. Pasalnya sudah beberapa hari ia menyerahkan segalanya untuk diurus Jeno.

"Sepertinya. kau bicara dulu saja." Bisiknya dengan memberikan sebuah telepon genggam yang sudah terhubung. Layar ponsel itu bertuliskan 'nomor pribadi'.

FATALISM: Takdir yang mengikat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang