Episode 7 : Kabar Duka yang Menggemparkan.

19 2 0
                                    


Pagi itu adalah pagi yang nampak berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Langit nampak gelap, mendung tertutup awan. Padahal saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Awan-awan itu seakan mengatakan padaku bahwa akan ada hal yang tak menyenangkan hari ini. Saat itu aku sedang duduk di teras rumahku. Sebenarnya aku tak ada rencana pergi ke mana pun karena langit sedang mendung. Tadi malam aku juga dapat kabar dari Wahyudin kalau dosen yang mengajar pagi ini sedang pergi ke luar kota. Jadi pagi ini aku bisa santai-santai dengan tenang.

Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba ponselku berdering tanda ada panggilan masuk. Setelah kulihat, ternyata itu adalah panggilan dari sahabatku Alsya. Tumben sekali dia menelpon. Aku pun langsung mengangkat panggilan itu.

" Hallo. Assalamualaikum Sya"

"Raihan! Raihan!"

" Iya Sya, Iya. ini aku. ada apa?"

" Ce.. Cepat ke kampus, sekarang juga." Ia mengatakan itu dengan suara lirih, menahan tangis.

"Ada apa, Sya? kamu gak apa-apa?"

" Febrian, Han.. Febrian teman kita. Dia bunuh diri.."

"Apa!! Jangan bercanda kamu! Ba.. Baik aku ke sana sekarang".

Kabar itu bagaikan petir yang menyambar, tak ada yang menyangka hal ini akan terjadi. Tanpa basa basi, saat itu juga aku langsung bertolak ke kampus.

***

Kurang dari satu jam setelah mendapat kabar itu aku sudah ada di lokasi. Tadi, aku memacu motorku dengan kecepatan tinggi bak orang gila. Saat sampai di kampus, terlihat sudah banyak orang berkerumun di gedung fakultasku. Ramai sekali. Aku langsung berlari menghampiri kerumunan itu. Di parkiran sudah ada mobil ambulan, dan juga mobil polisi terparkir. Terlihat juga tak jauh dari sana ada seorang polisi yang mewawancarai Bu Husna, salah satu Cleaning service gedung E. Di antara kerumunan itu aku meilhat ada Najwa dan Alsya. Aku lalu masuk ke keramaian itu, mendatangi Najwa dan Alsya. Alsya masih menangis. Najwa merangkul bahu Alsya untuk menguatkannya. Di antara kami, Alsya memang yang paling merasa terpukul dan sedih. Bagaimana tidak, Febrian adalah teman kelas sekaligus sepupunya. 

"Assalmualaikum Sya, Najwa, Gimana situasinya?"

"Waalaikumussalam, Akhirnya kamu datang juga Raihan, shht! jangan berisik dulu. Jenazahnya baru mau dibawa "

Setelah beberapa saat, Akhirnya muncul beberapa petugas rumah sakit keluar dari gudang Gedung E sambil membopong sebuah tandu. Di atas tandu itu sudah terbaring sesosok jenazah lelaki yang tak lain tak bukan adalah Febrian. Suara tangis seketika pecah. Kami sebagai teman, guru, juga keluarga sama sekali tak menyangka Febrian akan melenyapkan nyawanya dengan cara seperti ini.

Najwa menceritakan semua padaku. Pagi tadi sekitar pukul enam, seperti biasa bu Husna sudah ada di Fakultas untuk bersih-bersih. Namun, saat Ia datang ke gudang untuk mengambil peralatan bersih-bersihnya, ia melihat pintu gudang itu sudah terbuka sedikit. Bu Husna kemudian memberanikan dirinya untuk membuka pintu itu dan melihat apa yang ada di dalamnya. Begitu pintu itu terbuka, saat itu juga bu Husna berteriak sangat kencang. Ia tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat. Di dalam sana Febrian sudah tak bernyawa dengan tubuhnya yang tergantung. Di gudang itu, ditemukan juga lembaran-lembaran draft skripsi berserakan di lantai. Lembaran-lembaran yang penuh dengan coretan merah. Berantakan sekali. Aku langsung teringat dengan kejadian kemarin saat Pak Farhan memakinya di tengah bimbingan skripsi. Apa mungkin Febrian memutuskan untuk gantung diri gara-gara tertekan dengan tugas akhirnya? Aku memang tidak terlalu akrab dengan Febrian, tetapi aku pernah satu kelas dengannya di beberapa mata kuliah dahulu. Aku tahu seperti apa Febrian. Dia adalah sosok periang dan penuh semangat. Mengetahui ia menghabisi nyawanya sendiri hanya karena skripsi benar-benar tak masuk di akalku. Pasti ada yang tidak beres. Aku yakin.

***

Kabar tentang kematian Febrian menjadi berita viral yang tersebar dengan begitu cepat. Seluruh Bogor membicarakan tentang insiden ini. Apalagi mahasiswa Djuanda. Aku yakin semua mahasiswa sudah tahu tentang ini, termasuk Mentari. Beberapa hari setelah kejadian itu, Mentari menanyakan tentang kematian Febrian kepadaku melalui WA.

" Kak, Raihan. Katanya Mahasiswa yang bunuh diri itu pernah satu kelas dengan kakak?"

Mentari dan aku sekarang jadi lebih dekat. Kami punya nomor WA satu sama lain. Walaupun tidak setiap hari, tapi kami sering bertukar pesan. Kadang membicarakan hal penting, kadang hanya membicarakan hal sepele untuk sekedar membuat tawa. Siang itu, aku sedang ada di perpustakaan Universitas Djuanda. Setelah tadi mengembalikan buku yang pernah kupinjam, aku duduk-duduk dulu di perpustakaan itu sambil bersantai, menikmati Wi-Fi gratis. Setelah membaca pesan dari Mentari tadi, aku langsung membalasnya.

"Iya Mentari, dulu Sebelum Kakak ambil cuti. Kami pernah satu kelas di beberapa mata kuliah gabungan. Beneran gak nyangka bakal kejadian kaya gini ". Pesan balasan yang kukirim.

Beberapa menit pun berlalu, "Loh, kok Mentari gak balas lagi ya?". Aku berpikir positif saja. Barang kali dia sibuk atau sedang masuk kuliah. Karena, Mentari tak membalas akhirnya aku putuskan untuk membuka instagram. Melihat konten-konten yang memanjakan mataku.

Setelah beberapa saat berselancar di instagram, Aku menemukan satu konten yang menarik perhatianku. beberapa slide berita yang berjudul "Bogor krisis kesejahteraan psikologis", lengkap dengan gambar siluet orang gantung diri sebagai cover. Ternyata berita itu diupload oleh akun sahabatku, Alsya. Alsya memang senang dengan dunia pers dan jurnalis. Mencari informasi dan membuat berita adalah salah satu keahliannya. Bahkan, beberapa sesemester lalu dia pernah menjabat sebagai ketua dari komunitas Lingkar Studi Pers Kampus. Dalam beritanya Alsya menjelaskan bahwa, dalam jangka waktu dua minggu ini sudah ada tiga orang yang bunuh diri di Bogor, tulisan itu juga memberikan saran kepada kepolisian untuk mengusut kasus-kasus tersebut secara tuntas untuk dicari tahu penyebab pastinya. Sepertinya Alsya belum rela dengan kepergian Febrian. Alsya juga kecewa dengan hasil penyelidikan kepolisian yang mengumumkan kematian Febrian sebagai murni kasus bunuh diri. Alsya belum mempercayainya, dan jujur sebenarnya aku pun sama. Namun, mau bagaimana lagi? Para penyelidik pasti lebih tahu dari kami.

"Yang kuat ya, Sya". Aku bergumam dalam hati, mendoakannya.

***


_________________________________________________

Bersambung


Note :

Terimakasih banyak yah kawan-kawan, sudah baca sampai ke episode ini.

Kalau kalian suka ceritanya, mohon dukungannya dengan mempromosikan ke teman-teman kalian yaaa.. terimakasiih..

Next :

Episode 9 :   Kereta Pagi

Love Of The Spirit's EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang