0

43 7 25
                                    

Kepulauan Riau, 3 Juli 2021.


"Setelah ini, aku harap kita tetap berada di koordinat yang sama."

Kenapa harus?

Tangan itu memeluknya dari belakang. Memeluk sangat erat, bahkan sampai Ana mendengar detak yang berpacu cepat. Anggukan menjadi balasannya, sebelum Ana melepaskan pelukan itu dan berbalik.

"Ayo pulang, ini semakin dingin."

"Tunggu sebentar, ini salju yang pertama, kau tahu." Tangan berat itu menangkap kedua sisi wajah Ana. Memperhatikan lekat-lekat wajah sahabatnya yang satu ini. "Kau cantik. Sahabatku yang cantik," ucapnya dengan nada yang rendah.

Kata-kata sederhana yang tidak lagi berhasil membuat Ana tersipu.

Ana selalu berharap, untuk kedepannya mereka akan tetap menikmati turunnya salju pertama bersama. Di kota yang sama, dengan status yang sama. Dia Jung Jaehyun. Sosok pria yang saat ini menatap hangat matanya. Seseorang yang berhasil mengikat Ana sangat kuat. Sosok yang Ana harapkan untuk terus bersama ke depannya.

"Baiklah. Orang sahabatku yang cantik tidak baik melamun, kau tahu," ujar Jaehyun yang menyadarkan Anna dari keheningan.

Masih sahabat, ya.

***

"Kau dimana?"

"Sedang di sekolah. Ada apa dengan suaramu?" jawab Jaehyun dari ponsel.

Ana menggeleng walaupun tahu Jaehyun tidak akan melihat kondisinya.
"Ana? Are you okay?"

"Im not."

"Papa pulang, Jaehyun. Papa sudah bahagia."

Ana menarik napasnya dalam-dalam. Menangis tapi tidak terisak. Matanya menatap foto yang dipajang di kamarnya. Hatinya teriris, bagaimana bahagianya dia dan keluarganya saat itu.

"Justru itu bagus, Ana. Aku baru menemui Papa mu semalam di rumah sakit. Papa mu memang terlihat sehat semalam."

Tangis Ana pecah mendengar jawaban Jaehyun. Tangan kanannya menutup mata sambil terus menangis. Di luar kamar, Ana mendengar ibunya yang meneriaki nama papanya.

Hari ini, Ana kehilangan salah satu semangatnya. Papanya pergi.

Menjelajah ke alam yang berbeda dari Ana.

"Halo? Ana?"

"K-ke rumah, Jae."

***

"Maaf aku harus pergi."

Lagi.

Ana mendongak menatap Jaehyun yang tampak buru-buru. Pemuda itu memakai jaket hitam miliknya sebelum beralih menatap Ana tidak tega.

Jaehyun mengusap pucuk kepala Ana sebelum berakhir memberinya satu pelukan hangat. "Maaf, aku harus menjemputnya. Aku sudah berjanji," bisik Jaehyun saat Ana lagi-lagi memeluknya erat dan menangis.

Entah sudah berapa ratus kali seperti ini, Je.

Jaehyun tidak tega, tapi dia juga tidak bisa melanggar janjinya.

"Jangan pergi, Je. Aku tidak bisa."

"Kau bisa, Ana. Kau ingin menjadi anak mandiri, bukan? Sekarang kau bisa melakukannya."

Aku tidak bilang begitu,

Ana menggeleng dalam pelukan itu. Dia tidak mengatakan ingin menjadi anak mandiri, dia hanya ingin mencoba. Karena Jaehyun tampak kelelahan dengan tingkahnya.

"Jangan pergi. Dia bisa pulang sendiri, Jaehyun," ucap Ana saat Jaehyun mulai melepaskan pelukannya.

Sepertinya ini waktu yang terbaik.

Tangan Jaehyun menangkap wajah Ana yang berantakan. Menatap Ana yang sebentar lagi bersiap kembali menangis. "Aku sudah berjanji. Maaf, aku akan cepat pulang."

Semuanya pasti baik-baik saja setelah ini. Tidak ada yang terbebani lagi.

"Jangan pulang."

Langkah Jaehyun berhenti saat mendengar bisikan Ana yang masih duduk di lantai dingin ruang tamu. Dia berbalik dengan tanya pada gadis yang menatap lantai sambil memeluk kedua kakinya.

Jaehyun berjalan mendekat, menyejajarkan tubuhnya sampai bertemu pandang dengan gadis yang bersamanya selama 10 tahun lebih ini.
"Aku akan pulang. Ini tidak lama Ana, aku akan pulang. Oke?"

Ana menggeleng pelan. "Aku akan mencoba mandiri. Jadi kau jangan kembali ke sini. Cepat jemput dia."

Maaf, tapi aku akan menjadi mandiri seperti ucapanmu.

***

Oke, ini fanfic pertama ku setelah sekian lama. Semoga ini ceritanya langgeng sampai tamat😭

Hope u guys like this!



Found ; JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang