7.

22 7 5
                                    

Bisakah kita menyerah?

Aku menyerah

Tidak akan ada yang menang kali ini!

Aku hanya ingin kau kembali.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Azza membuka pintu kamar Rissa dengan gerakan sangat hati hati,khawatir jika di dalam sana putrinya sedang beristirahat.Rissa sudah menceritakan semuanya kepadanya tadi malam--tentang Rayn dan juga Diandra.Awalnya Azza tidak mempercayai perkataan Rissa yang mengatakan bahwa selama ini Rayn sudah membohonginya.Rasanya terlihat mustahil jika anak sebaik Rayn melakukan hal itu kepada Rissa.Tapi mengingat perkataan Rayn kemarin yang tiba tiba meminta maaf kepadanya membuatnya langsung berpikir ulang.

Meski demikian,Azza yakin bahwa Rayn melakukan itu karena sebuah alasan yang Rissa tidak ketahui.Azza tahu,Rayn mencintai Rissa.Dia bisa melihat bahwa Rayn menaruh hati kepada putrinya,terlihat dari tatapan Rayn yang begitu peduli dan khawatir dengan Rissa.

Satu mangkuk bubur dan juga teh hangat yang di bawanya di atas nampan ia letakkan di atas nakas."Kamu ngapain?bukannya istirahat biar besok bisa berangkat sekolah lagi,malah bengong kaya orang linglung." Tegur Azza.

Rissa mengusap wajahnya,membersikan bekas bekas ingus di hidungnya dengan tisyu yang sedari tadi di pegangnya.Melihat hal itu Azza hanya tertawa kecil."Ini beneran Rissa anak bunda bukan sih?" Tanya Azza setengah tak percaya.Selama ini ia tidak pernah melihat Rissa menangis sampai seperti ini.

Bahkan saat Rissa masih kecil,pernah sekali Rissa bersepeda hingga kecebur di kolam lele milik tetangga karena tidak bisa mengerem.Dan Rissa sama sekali tidak menangis.

Seingat Azza,terakhir kali Rissa menangis adalah saat Rissa masih berusia 5 tahun.Waktu itu Rissa menangis tiga hari berturut turut tanpa henti karena telur ayam kesayangannya menetas.

Tapi Rayn mampu membuat perempuan sekeras Rissa menjadi seseorang yang cengeng.

"Berapa lama lagi ya Bun?" Gumam Rissa menatap langit langit kamarnya dengan pandangan menerawang."Harus berapa lama lagi biar Rissa bisa kembali kaya dulu?" Cairan bening itu kembali menetes,entah untuk yang ke berapa kalinya.

Azza terdiam di tempatnya.

"Berapa lama lagi?kapan hari itu datang?"

Azza menghela nafas pelan,tangannya bergerak mengelus kepala Rissa penuh sayang."Hari itu akan datang,Kalau Rissa udah nggak terluka lagi saat mikirin Rayn."

Rissa menolehkan kepalanya,menatap sang ibunda dengan pandangan bertanya tanya.Azza mengulas senyuman tipis di wajahnya."Saat ini,yang ada di pikiran kamu cuma Rayn.Cuma Rayn yang terus kamu pikirin."

"Butuh waktu lama untuk kamu bisa sembuh.Tapi suatu hari nanti--entah itu kapan,kamu pasti tanpa sadar udah nggak mikirin Rayn lagi.Lalu saat itu kamu mulai berpikir Kenapa aku bisa mikirin dia? "

"Saat itulah,kamu nggak akan terluka."Lanjut Azza tersenyum tulus.

Azza meraih magkuk berisi bubur itu lalu menyodorkannya kepada Rissa."Sekarang kamu harus makan.Biar besok bisa berangkat sekolah lagi."

Rissa yang tadinya hanya diam termenung menatap jalanan luar dari jendela kamarnya,kini merebahkan tubuhnya."Males sekolah,Bun.Boleh nggak kalo seminggu ini Rissa ijin nggak masuk sekolah dulu?" Ujar Rissa menawar.Jujur,Rissa belum siap jika harus berpapasan dengan Rayn.

"Bunda kan udah pernah bilang,kamu itu harusnya fokus dulu sama sekolah,belum waktunya pacar pacaran.Kamu jadi nggak mau sekolah gini pasti gara gara Rayn kan?" Azza mendudukkan dirinya di tepian ranjang,mengelus rambut putrinya penuh sayang.

InevitableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang