Luke adalah seorang pemuda yang menjalani hidupnya di rumah bersama Ibunya, dan jarang pergi keluar tanpa didampingi sahabatnya Juliet. Ia juga menghabiskan masa remajanya dengan menempuh pendidikan non-formal dari rumah dan mempelajari seluk-beluk...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
💐
Luke's POV
Pandanganku menyapu jendela kaca yang memantulkan bayanganku di sana. Jas putih yang kukenakan kontras dengan perasaan abu-abu yang menyelimuti hatiku. Kudengar suara ketukan, dan aku pun mendongak. Ayahku menungguku di pintu dan mengulurkan tangannya untuk kugenggam. Aku tersenyum gugup padanya dan ia menatapku dengan tatapan menenangkan. Meyakinkanku dalam diam bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa aku akan baik-baik saja. Ia menggenggam tanganku yang berkeringat dingin dan menuntunku berjalan ke altar. Aku bisa melihat punggung laki-laki dengan setelan jas hitam berdiri di hadapan Pastor. Kami tidak memakai jas sewarna sebab dia ingin agar aku tetap menggambarkan mempelai pengantin pada umumnya. Pria dihadapanku ini sesaat lagi akan menjadi suamiku. Ya suamiku.
(George Scorus sebagai Luke — menatap pantulannya di cermin)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sejujurnya, aku tak mengerti bagaimana pernikahan ini akan bekerja. Aku tak pernah memiliki hubungan kekasih dengan siapapun. Tidak dengan perempuan manapun, terlebih laki-laki. Aku tidak tahu apakah ini hal yang lumrah atau tidak, tapi aku berusaha untuk berpikiran positif. Jadi aku menganggap hal ini biasa saja. Meskipun agak aneh, karena sejauh yang aku pelajari laki-laki itu harusnya menikahi perempuan. Sama seperti kedua orang tuaku. Bukan dengan sesama laki-laki. Tapi aku tak akan mengeluh. Tidak sekarang, karena ini bukan saatnya aku merasa ragu. Ini semua kulakukan demi masa depanku dan keluargaku.
Setelah sampai di altar, ayahku melepaskan genggamannya dan membiarkan calon suamiku yang ganti menggegam tanganku. Di telapak tanganku yang masih dingin dnegan keringat, tangannya terasa hangat. Samar-samar mengalirkan kehangatannya padaku. Dia sma sekali tidak menoleh untuk memandangku. Dan aku hanya bisa melihat separuh wajahnya saja karena ia menatap lurus ke depan. Kalau tidak salah namanya Damon. Aku merasa sedikit minder berdiri di sampingnya. Aku terus bertanya-tanya dalam hati. Kenapa ia tidak melihat ke arahku? Kenapa ia tidak tersenyum? Apakah ia malu menikahiku? Apakah ia menyesal melamarku? Atau apakah ia juga terpaksa menyetujui pernikahan ini? Terlalu banyak pertanyaan dan sedikit sekali jawaban. Sedikit sekali waktu untuk mencari tahu.
(Nick Bateman sebagai Damon — menatap Luke dan tersenyum diam-diam)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah Pastor mengucapkan banyak sekali sumpah pernikahan dan kami menjawab bahwa kami bersedia, Pastor tadi memperbolehkan Damon menciumku. Aku memejamkan mata saat ia menarikku menghadapnya. Menunggu dengan gugup. Ini akan menjadi ciuman pertama dalam hidupku. Tapi, alih-alih menerima ciuman di bibir, aku justru merasakan Damon mengecup keningku. Tepuk tangan membahana di sekeliling kami dan aku pun membuka mataku. Tatapanku jatuh ke wajah Damon, dan aku bisa melihat wajahnya yang tanpa senyum balik menghadapku. Hal itu membuatku sedikit merasa kecewa. Kami menggelar pesta setelahnya di salah satu rumah pantai milik Damon. Sayangnya dia tidak bisa hadir karena dia sudah harus melakukan perjalanan bisnis ke luar negara.
Well, apakah hal ini bisa kuanggap keberuntungan atau ketidakberuntungan? Dengan perginya Damon, maka aku tidak perlu menghabiskan malam dengannya. Tapi di sisi lain, aku merasa seolah pernikahan ini tidak ada artinya. Tak apa. Hal ini tidak akan terjadi terus menerus ‘kan? Semoga saja.
