19.33
Ruang santai, kediaman keluarga Park."Bang, lo liat uang yang gue taruh di bawah piala gak?" Jake bertanya pada Jay ketika si Kakak tertua itu baru mendaratkan dirinya sofa, duduk di samping Heeseung.
"Nggak, gue nggak liat." Jawabnya.
"Duh, dimana sih? Perasaan tadi masih disini." Gerutu Jake, sembari masih memeriksa di deretan piala selanjutnya.
"Periksa dulu yang bener Jek, siapa tau juga bukan di bawah piala." Nasihat Jay.
"Nggak mungkin, gue yakin banget terakhir gue naruh ya di bawah piala." Yakin Jake, dengan ekspresi sungguh-sungguh.
"Lagian punya dompet, tapi gak digunain." Heeseung menyahut, dengan remote ditangannya, memindahkan ke channel berikut, mencari film yang sepertinya ditayangkan.
"Jangan diganti cung, biar aja yang tadi. Berita itu, penting. Nggak usah nonton film melulu." Sela bang Jay, lalu mengambil alih remote.
"Lo pikir gara-gara siapa gue terpaksa nyimpan uang dibawah piala? Kalo bukan karna bantuin lo nyabut rumput, mungkin gue bakal ngambil dompet dulu." Balas Jake, melanjutkan mencari uangnya. Heeseung hanya terkekeh tanpa berniat membantu.
"Memangnya celana lo tadi gak ada saku? Baju lo?" Jay kembali bertanya.
"Nggak, tadi gue cuman pake kaos sama celana futsal."
"Oh, kalau itu diluar kendali gue Jek, gue nggak liat, jadi gue nggak bisa bantu sorry."
Menghela nafas pasrah Jake mengangguk, melanjutkan pencariannya, banyak sekali piala yang terjejer rapih dimeja panjang, yang memang dikhususkan untuk tempat memajang piala itu, akibat pencapaian dari Jay, Jake, Sunghoon, dan Heeseung pada keahlian masing-masing.
Sedangkan Jay dan Heeseung menonton berita dengan si saudara ke empat yang sedikit tidak terima. "Beh, belakangan ini berita penuh sama perdagangan anak. Makin lama, makin menjadi. Kalo gini, gue makin khawatir sama Unu, apalagi kalo modusnya Ice cream langsung mau dia." Komentar Jay, "pokonya besok, kalo udah pulang, secepatnya jemput, cung."
"Sejak kapan gue nggak pernah tepat waktu jemput tu bocah?" Jengkelnya.
"Ya gue cuman ngingetin. Siapa tau nanti lupa, eh tapi jangan."
"Iki juga harus hati-hati." Kata Jay saat Ni-Ki yang ikut duduk bersama mereka, tak lupa cemilan dikunyahan nya. Ni-Ki mengangkat alis bingung, tidak mengerti jalan pembicaraan.
"Kalo ada orang asing yang nawarin gula-gula, Ice cream, atau mainan, jangan di ambil. Orang jahat tuh, nanti Iki dijual trus di kirim lewat kapal."
"Yaelah bang, mungkin Iki bakal duluan mukul tengkuknya." Jake ikut menimbrung.
"Kalo satu orang sih gak apa-apa, tapi kalau lebih?"
"Intinya, hati-hati juga buat Iki. Oh iya, udah ngerjain tugas? Udah duduk bareng abang-abang berarti udah selesai dong?" Heeseung melirik Ni-Ki yang jelas terlihat tidak suka dengan pertanyaan itu.
Jay ikut melirik, "oh, habis ngerjain tugas?"
Menghembuskan nafas malas, Ni-Ki menyahut. "Belum, ada dua nomor yang Iki nggak ngerti."
"Iki istirahat aja dulu, refreshing otak, nanti abang jelasin, okeh?" Heeseung mengedipkan matanya, dibalas putaran mata oleh Ni-Ki. "Iya."
"Ki, liat nggak uang abang?" Jake bertanya lagi.
"Berapa?"
"Abang nggak bakal sebutin nominalnya. Liat nggak? Abang taruh dibawah piala."
Ni-Ki menggeleng, "nggak. Iki dari tadi di kamar."

KAMU SEDANG MEMBACA
Brother
FanfictionJay mempunyai 6 adik, dengan sifat beragam. Terkadang dia gemas, kadang jengkel, dan kadang juga jadi bikin pengen masukin ke dalam kantong. St ; 2020 © 247EN-