BAB 2 - I like Cherry?

52 3 0
                                    

Alvin kini tengah berbaring di kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alvin kini tengah berbaring di kamarnya. Melipat tangan kiri sebagai bantalan, tangan satunya lagi memegang sebuah kartu nama yang tadi di beri Cherry untuknya. Ia memperhatikan kartu nama itu.

Rasa bersalah masih memendam di benaknya. Bertahun tahun mereka tidak bertemu, kata maaf belum juga ia ucapkan. Ia ingin meminta maaf tadi, tapi melihat Cherry bersikap seperti itu mengurungkan niatnya. Rupanya Cherry sudah tumbuh dengan baik, ia tidak seperti Cherry yang dulu mengejarnya. Aneh rasanya jika Cherry bersikap seperti itu kepadanya.

Bunyi ketukan pintu menyadarkan Alvin dari lamunannya, "masuk..." ucapnya.

Seorang pria memasuki kamarnya, pria itu sudah tidak muda lagi. Ia seperti sudah cocok untuk menimang cucu. Tapi sayang, anak anaknya belum ada yang menikah.

"Kenapa pa?" ucap Alvin, bangun dari berbaringnya, duduk menatap sang papa. Kartu nama yang ia pegang tadi, ia selipkan di bawah bantal.

"Ayo turun, makan malam"

"Tumben papa yang panggil, Mama mana?"

Satria berjalan menghampiri Alvin, ia duduk di samping anaknya, "Ada yang papa mau tanyain sama kamu"

Sudah Alvin duga pasti ada apa apa, tidak biasanya papa yang memanggilnya begini.

"Apa?" tanya Alvin.

"Kamu tadi abis antar siapa?"

Alis Alvin bertautan, ia tidak mengerti apa yang Satria tanyakan, "maksud papa?"

"Kamu antar perempuan kan tadi, pacar kamu? Kalo pacar di segerakan, kenalkan dengan keluarga" ucap Satria menepuk pundak Alvin dengan pelan.

Alvin menghela nafasnya pelan, kini ia mengerti, kenapa papanya bertanya begini.
"Papa tau dari mana aku anterin cewek?"

Satria menunjuk matanya dengan dua jari, "mata papa yang ngasih tau."

"Papa tadi di hotel?"

"Iyaa, ada urusan sebentar," ucap Satria. "Jadi siapa perempuan yang kamu ajak debat di depan hotel, dan sekaligus kamu antarkan pulang" tanyanya lagi kepada Alvin.

"Cuma teman"

Satria menghela nafas berat, "Temen terus, dekati dong Vin."

Alvin mengalihkan pandangannya kedepan, "Dia yang duluan deketin aku"

"Maksud kamu?"

"Dia pernah nembak aku pa, tapi aku tolak"

Aalvin tidak sungkan menceritakan ini kepada papanya. Ia lebih suka bercerita dengan Satria daripada ke Karin, mamanya. Karin, di kepalanya penuh dengan skenario drama, jika Alvin bercerita A di otak mamanya sudah sampai Z, bukannya mendapat solusi tapi Alvin malah pusing.

"Kamu ditembak? Kok ngga mati sih?"tanya Satria polos.

Alvin kini menatap Satria kesal, yang di tatap hanya membalasnya dengan cengiran.

Satria menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Alvin, ia merangkul pundaknya, "kenapa kamu tolak dia?" tanyanya berbisik.

"Aku tanya sama papa. Dulu, waktu papa pacaran sama mama siapa yang ngajakin pacaran duluan?"

"kamu yakin pengen tau?"

"papa kan yang duluan?"

Satria menggeleng, menjawab pertanyaan Alvin.

Mata Alvin membulat lebar, "mama yang duluan?." Alvin tak percaya, ternyata Karin yang lebih dulu menyatakan cinta kepada Satria. Tapi jika ia kembali mengingat sifat drama Karin, ia tak heran lagi jika mamanya terlebih dulu menyatakan cinta.

Satria mengangguk tersenyum, "memang kenapa sih? salah kalau perempuan yang nyatain duluan?"

"Salah, menurut aku." Alvin melipat kedua tangan, menaruhnya di belakang kepala dan berbaring menatap langit - langit kamar, "ngga seharusnya perempuan mengejar lelaki seperti itu, apalagi sampai ngajakin pacaran, itu tugas laki-laki."

Satria menepuk paha Alvin pelan, "kalau kamu suka sama seseorang, apa kamu bisa diam saja?. Bisa kamu melihat dia bersama orang lain. Melihat dia tersenyum bahagia, tapi bukan kamu penyebabnya?"

Alvin menggeleng sebagai jawaban

"Itu yang di lakukan perempuan yang mendekati kamu. Dia mengejar kamu, lelaki yang dia suka, dia ngga mau kamu bersama orang lain. Dia ingin memiliki kamu sebagai kekasihnya."

Alvin bangun dari berbaringnya, menatap Satria tak terima,"tapi dia perempuan pa"

"Mama kamu juga perempuan. Dia yang pertama kali ngajakin papa pacaran. Kamu tau kenapa papa terima?"

Alvin memggeleng dengan wajah datarnya.

"Papa menghargai usaha mama kamu ketika mendekati papa. Papa terima, belajar mencintai mama kamu. Selalu menghabiskan waktu bersama, membuat papa jatuh cinta. Dan sekarang lihat, ada kamu dan juga Yola bersama kita. Mentang-mentang dia perempuan, dia ngga boleh berjuang ? Apa dia harus berdiam diri?. Kalau gitu caranya, kamu mana tau dia suka kamu." ucap Satria panjang lebar.

Alvin terdiam, mendengarkan cerita papanya. Ia jadi teringat ketika Cherry mendekatinya, ia tidak pernah memberikan kesempatan kepada perempuan itu. Menolaknya di depan umum, pasti sangat melukai perasaannya.

"Lagian, kalau kamu ngga suka perempuan yang ngejar duluan, kenapa ngga kamu yang inisiatif buat deketin"

"yaa...., karna aku ngga suka dia lah pa. Ngapain aku ngejar orang yang ngga aku suka"

"Lagak kamu bilang ngga suka. Tadi kenapa sampai pinjem mobil Baron buat nganterin dia? "

"Aku bawa motor ninja, papa ngga liat dia pakai rok panjang?"

"Nah itu, dengan begitu aja kamu sudah perhatian sama dia"

"Gitu doang di bilang perhatian"

Satria menepuk pundak Alvin pelan, ia berdiri seraya berucap,"tau ah, capek papa ngomong sama kamu." Satria berjalan ke arah pintu, "ayo turun mama udah nunggu"

Satria memutar knop pintu untuk membukanya. Ketika pintu terbuka,"Astaga!" pekiknya terkejut, ia kaget melihat Karin berdiri disana menatapnya tajam dengan tangan melipat di dada. Alvin yang mendengar pekikan Satria menoleh ke arah pintu.

"Ngobrolin apa sih di dalem! Lama banget. Dari tadi di tungguin juga. Kalian ngga mau makan? Iya!?"

Satria dan Alvin menggeleng bersamaan.

"oohhh.. Yaudah, mama kasih makanannya ke tetangga duda anak satu di sebelah aja! Biar dia yang abisin!" ucap Karin, ia hendak berjalan turun tangga, tapi lengannya di tahan oleh satria.

"Ngambekan," ucapnya seraya mencium kening sang istri. "Berani kamu injekin kaki di rumah dia, Aku gorok ntar!"

"Kamu mau gorok aku mas!? Jahat kamu yaa!"

"Siapa yang mau gorok kamu, aku gorok duda itu! Kalau perlu sama anaknya sekalian. Ngapain sih mereka pindah kesini." ucapnya kesal. "Vin, ayo turun makan malam." Satria merangkul bahu Karin, berjalan menuruni tangga.

Alvin yang melihat mini drama itu, memutar bola matanya dengan malas. Sangat drama sekali keluarganya ini.

⭐⭐⭐

SEE U<3

Head Over HeelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang