Hujan turun sangat deras hari ini, dan suhu jauh lebih dingin dari semalam. Seokjin terus membuang nafas kasar karena bosan, biasanya dia akan pergi ke kantor dan bekerja, menandatangani hal-hal membosankan dan melakukan rapat termasuk pertemuan yang selalu membuatnya mengantuk, tapi pekerjaan itu seperti sudah terikat dengannya, dan membuat Seokjin menyukai hal membosankan seperti itu daripada hanya diam menonton air hujan yang sedang mengejeknya di luar.
Seokjin menatap cokelat hangat di tangannya, lalu beralih ke marsmellow yang sedang menggodanya.
"Lebih lama di sini membuatku sinting." gumam Seokjin. Seokjin sudah terbiasa bekerja, dan tidak suka bermalas-malasan kecuali saat tubuhnya benar-benar lelah. Sayang sekali orang tuanya menyuruhnya bersantai sampai hari pernikahan yang belum di tentukan. Bicara tentang pernikahan, Seokjin mengingat Namjoon. Sudah hampir seminggu mereka tidak bertemu sejak makan malam di restoran waktu itu. Ah, Namjoon mengantarnya pulang sangat larut waktu itu, mereka mengunjungi banyak tempat indah malam itu.
Masalah perjodohan sudah tidak pernah di bahas, semua orang masih sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Kecuali Seokjin tentunya.
Seokjin turun ke dapur, dan di sana dia bertemu dengan seorang maid yang sedang membersihkan dapur.
"Tuan muda, apa anda membutuhkan sesuatu?" tanya maid tersebut.
"Aku ingin membuat bekal makan siang." Seokjin meletakkan gelas kotornya di meja, membiarkan maid yang memasukkannya ke mesin cuci piring.
"Saya akan membuatkannya untuk anda, tuan muda."
"Jangan. Aku akan membuatnya sendiri." Seokjin mencegah maidnya yang sudah berdiri di depan kulkas.
"Kalau boleh saya tau, anda akan kemana?" Tidak bermaksud lancang, hanya saja maid itu berharap tuan mudanya tidak selalu mengerjakan semua sendirian, dan mencoba mengandalkan maid-maid disana yang seperti hanya bersantai dan mendapat gaji.
"Aku akan membawakan bekal untuk Namjoon, jadi aku akan membuatnya sendiri. Di rumah lebih membosankan dari yang aku kira. Aku berharap hujan akan segera berhenti." Itu kalimat terpanjang yang Seokjin ucapkan selama beberapa minggu tinggal di rumah itu.
"Baiklah. Kalau begitu saya permisi." Seokjin membiarkan maidnya pergi.
"Ayo mulai." Seokjin memulai dari daging. Masih terlalu pagi, dia pasti akan sempat untuk membawa makan siang untuk Namjoon. Entah dapat pemikiran darimana Seokjin tanpa canggung ingin membawakan Namjoon makanan, mereka belum seakrab itu. Seokjin yakin ini hanya alasan karna dia bosan dan tidak memiliki teman selain Jungkook-yang sedang sibuk dengan tugas kampus, untuk di ajak jalan.
.
.
.
Seokjin tiba di kampus tempat Namjoon, Taehyung bahkan Jungkook berada.
Perlahan kaki jenjangnya melangkah keluar dari Porche favoritnya. Hujan sudah berhenti walau langit masih mendung, tapi Seokjin senang karena tidak ada matahari. Seokjin tidak suka matahari dan hujan. Semua memang tidak menarik baginya.
Seokjin masuk ke dalam kampus sambil menenteng box kecil di tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya sibuk menggenggam ponsel, melihat pesan yang baru dikirim Jungkook, berisi letak ruangan Namjoon. Seokjin terlalu sibuk sampai tidak menghiraukan tatapan baik mahasiswi dan mahasiswa di sana. Mereka seperti baru saja melihat artis masuk ke sekolah dengan pakaian casual yang mendukung pesonanya. Jika Seokjin tidak fokus pada ponsel, dirinya pasti akan tersenyum bangga menanggapi tatapan orang-orang yang terpana karna visualnya. Beberapa orang memang memanfaatkan kepercayaan diri mereka dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Llévame a la Luna
FanfictionKim Seokjin kembali ke negara asalnya untuk dijodohkan dengan pria yang tidak dikenalnya. Tapi mengapa dirinya malah setuju? Namjin, BL, bxb