Part IV

884 88 26
                                    

Namjoon menyusun bukunya di rak belakang kursi saat ada yang mengetuk pintunya. Namjoon berjalan cepat membuka pintu itu.

"Hani, ada apa? oh, silahkan masuk." Hani, mantan dokter di SNU, wanita yang dulu sangat membantu Namjoon saat dirinya stres. Berkat Hani, Namjoon tidak perlu bolak-balik ke rumah sakit, dan itu membuat mereka sangat dekat.

"Tidak perlu. Aku akan berangkat hari ini, jadi aku ingin mengucapkan selamat tinggal secara langsung."

"Sudah hari ini?" Namjoon mengecek tanggal di ponselnya. Pekan lalu wanita itu sudah bilang jika dia akan pergi ke Eropa untuk bertugas sekaligus menikah disana, tapi Namjoon lupa tanggalnya.

"Memang di percepat. Dan kau sebaiknya cepat menyusul oke?" Hani memeluk Namjoon erat, ah, pria itu sudah menjadi kekasih, sahabat, bahkan keluarganya. Tanpa Namjoon, dia tidak akan bertemu dengan calon suaminya sekarang.

"Aku ingin pergi tapi aku sudah memiliki rencana. Perlu ku antar ke bandara?" Namjoon masih memeluk Hani, menepuk punggungnya.

"Tidak usah, kau berlebihan. Tapi aku sangat berharap kau akan datang di pernikahanku nanti." Mereka melepas pelukan. Namjoon tertawa kecil, kepalanya sedikit berputar dan dia menangkap siluet Seokjin yang berjalan menjauh. Ah, mungkin dia salah.

"Aku minta maaf. Sampaikan pada calon suamimu."

"Nee. Ah, kudengar kau akan menikah? bagaimana apa dia cantik? aku ingin bertemu dengannya."

"Dia sangat cantik." Namjoon tersenyum sambil menunduk malu.

.

.

.

Orang tua Namjoon dan Seokjin sangat bersemangat membahas tanggal pertunangan dan pernikahan anak mereka, sedangkan Namjoon dan Seokjin hanya diam menikmati makan malam. Namjoon terus memperhatikan Seokjin yang terlihat tidak tertarik pada makanan, bahkan pada bahasan kali ini.

"Ekhm. Bisakah aku meminjam Seokjin sebentar?" Bahkan suara Namjoon tak membuat Seokjin mengangkat kepalanya, dia sibuk dengan dunianya sendiri.

"Tentu saja. Tapi jangan terburu-buru, kalian akan segera menikah, tenang saja." Namjoon tersenyum kecil menanggap candaan itu.

"Seokjin?"

"Aa?" Seokjin menatap Namjoon yang baru saja memanggilnya.

"Mau mencari udara segar?"

Namjoon hanya membawa Seokjin ke sekitar restoran, lebih tepatnya taman kecil dengan ayunan dan mainan anak-anak lainnya.

"Kau terlihat tertekan, atau mungkin ragu?" Seokjin tersenyum paksa. Ada sesuatu yang membuatnya tak bisa fokus, itu selalu mengganggunya sejak tadi saat dia pergi ke kampus tempat Namjoon mengajar.

"Aniyo. Aku hanya gugup."

"Tidak terlihat begitu. Kau memikirkan sesuatu? kau bisa menceritakan semuanya padaku. Aku bukan pria romantis, tapi kita akan menikah sebentar lagi." Dan itulah masalahnya.

"Begini, Namjoon. Aku memikirkan sesuatu dan itu sangat menggangguku, tapi aku tak bisa menceritakannya padamu." Seokjin takut jika mengatakannya dia akan semakin sakit nantinya, Seokjin terus menghindari hal yang menyakitinya, tapi kali ini hal itu seperti menelan habis seluruh keberaniannya. "Dan aku butuh waktu untuk memikirkannya, jadi aku memutuskan untuk pergi sendiri ke Amerika." Setidaknya dengan begini Seokjin merasa sedikit ringan.

Llévame a la LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang