patah

6 3 0
                                    

Nana menutup pintu nya dengan pelan, lalu menatap seorang wanita paruh baya di depan nya itu.

Mama nana kangen-batin Nana

"Assalamualaikum" ucap Nana sambil menghapus air matanya.

Tidak ada jawaban, tak apa Nana sudah terbiasa, terbiasa dengan semua orang yang tidak menganggap nya.

Tak lama pintu depan terbuka lagi menampakan seorang pria yang tinggi putih. ya, itu farel abang kedua Nana yang tak suka pada Nana dari sejak kecil. Dirumah ini semua orang tak menganggap nya ada kecuali abang nya yang pertama yang menjadi alasan dia untuk tetap hidup.

Memang sakit, tapi tak apa Nana sudah terbiasa.

" ma, Farel pulang"

" Farel, anak mama udah pulang, kamu laper gak? Mau mama masakin apa?"

Mendengar ucapan mama nya hati Nana sangat teriris, apa salah Nana tuhan? Apa yang Nana lakukan sampai mereka tak menganggap Nana?.

Nana melangkah kan kaki nya menuju kamar nya, semua rasa sakit ini begitu sakit. Apa mereka tak ada yang berniat menyembuh kan nya?.

Nana terisak dalam diam sudah berapa kali Nana menangis, Nana lelah, Nana ingin sekali menyerah, tapi jika Nana menyerah apa tuhan masih sayang sama Nana?.

Nana sebenarnya tak ingin lemah seperti ini yang cepat menangis yang cepat ingin menyerah, tapi rasanya semakin dia bernafas semakin dia merasakan luka.

Nana menatap nanar cutter yang ada di hadapan nya, lalu menggores sedikit demi sedikit tangan nya. Luka ini tak sebanding dengan luka yang ada di hatinya sudah beribu luka yang mereka berikan pada nya.

~🌻~

Nana duduk diam di balkon, di sambut angin yang sejuk yang membuat nya nyaman.

"bulan, apa Nana itu lemah?" tanya Nana pada bulan.

Ya, tiap malam dia selalu bercerita pada bulan. walaupun tak ada jawaban tapi dia merasa lega.

"dek" panggil Bastian tiba tiba masuk

Nana menghapus air matanya yang sedari tadi mengalir begitu saja.

"iya bang?" tanya Nana dengan lembut

"Nana jangan diluar terus ntar Nana masuk angin"

"nggak kok bang, Nana suka disini"

Bastian duduk disebelah Nana, lalu menarik Nana dalam dekapan nya.
Dia tau Nana mengalami depresi berat, tapi kenapa Nana tidak mengatakan semua yang dia rasakan.
Apa dia menyembunyikan semua nya?

"dek abang boleh nanya?" tanya Bastian sambil mengelus rambut Nana

"boleh kok bang, abang mau nanya apa? Matematika? Fisika? Biologi?" ucap Nana sambil terkekeh pelan

"bukan itu Nana sayang, abang tau Nana pinter tapi gak gitu juga kali kan serasa abang gak tau apa apa" balas Bastian sedikit tertawa.

"abang boleh liat tangan Nana?"

Deg

Nana tersentak begitu mendengar pertanyaan dari abang nya. Bagaimana ini tangan nya penuh luka yang belum kering, jika Bastian melihat akan bertanya dengan beribu pertanyaan.

LAMENTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang