[1] Menepati janji?

34 12 6
                                    

Hallo Readers! Author bawa cerita collab nih, baca yuk!
Jangan lupa untuk VOTE dan COMMENT ya^^






Jleb.

Jleb.

Srek.

"Aw ... cu-cuk-kup ... Akh! Sa-sakit Nona!" erang seseorang terbata-bata. Ia sudah tidak kuat menahan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya yang disebabkan beberapa tusukkan di bagian perut dan sayatan pisau di wajahnya.

"Ck, dasar lemah!" decak seorang gadis berambut sepunggung itu.

"Ja ... ngan sik ... sa saya Nona," lirih orang itu suaranya mulai melemah.

"Oke, sekarang gue bakal langsung kirim lo ke syurga." Gadis itu mengambil sebuah pistol dari saku jasnya.

Dor!

Dor!

Peluru melesat tanpa meleset sedikit pun, langsung mengenai jantung mangsanya. Bukan mangsa, lebih tepatnya seorang penghianat. Setelah gadis itu puas dengan apa yang dilakukannya, ia langsung keluar dari rumah tua itu yang berada di sisi hutan. Orang yang ia bunuh tadi? Sudah di serahkan kepada anak buahnya.

Sekarang gadis itu tengah berada di depan rumahnya. Ia ingin masuk, tapi ia takut kalau dirinya akan dimarahi oleh ayahnya.

"Duh, gak mungkin kalau gue lewat pintu depan, bisa-bisa Papa marah sama gue," ucap gadis itu tengah memikirkan sesuatu.

"Ahaa! Gue punya ide!" seru gadis itu langsung berjalan menuju pintu belakang di rumahnya. Akhirnya, gadis itu berhasil masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan mengendap-endap seperti pencuri yang takut akan ketahuan penghuni rumahnya.

"Dari mana saja kamu?" Tiba-tiba ada seseorang di belakang gadis itu.

"Eh, Papa. Aya abis main sama temen Aya," jawab gadis itu menahan gugupnya.

"Kanaya! Kenapa tangan kamu berlumuran darah?! Kamu habis membunuh lagi?!" tanya Afgan-Papa Kanaya.

Ya, gadis itu bernama Kanaya. Kanaya Azkayra Afghania. Nama yang bagus bukan? Dia Memiliki paras yang cantik, pipi chubby, kulit putih, bulu mata lentik dan pastinya dia hampir mendekati sempurna karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. Namun, siapa sangka di balik nama yang bagus dan fisik yang hampir mendekati sempurna Kanaya memiliki sifat yang kejam? Kanaya adalah gadis piatu semenjak belasan tahun yang lalu, yang membuatnya memiliki sifat yang kejam kepada siapa pun yang mengusik kehidupannya.

"I-iya, Pah. Tadi Aya habis membunuh lagi," jawab Kanaya menundukkan kepalanya. Afgan hanya menghela nafasnya kasar, ia tidak tau harus bagaimana lagi agar Kanaya bisa menghilangkan hasrat membunuhnya.

"Sebentar lagi usia kamu genap 17 tahun. Setelah perayaan sweet seventeen, Papa akan mengirim kamu ke Pesantren," ucap Afgan melengos pergi ke kamarnya.

"APA?!" pekik Kanaya membelalakkan matanya.

"Aya nggak mau ke Pesantren!" tolak Kanaya melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kamu lupa sama janji kamu? Kamu pernah berjanji sama Mama, kalau kamu akan mengikuti semua keinginan Mama. Dan keinginan Mama hanya satu yaitu kamu harus menuntut ilmu di Pesantren. Itu keinginan terakhir Mama." Afgan menatap Kanaya sendu.

Pikiran Kanaya mulai traveling kemana-mana, mencoba untuk mencerna perkataan papahnya.

Flashback on.

"Mama ... ja-jangan pergi! Aya nggak mau hi-dup tan-pa Mama," ucap gadis kecil yang usianya kira-kira terisak-isak memeluk seorang wanita yang tergeletak tak berdaya di tengah jalan dan tubuhnya berlumuran darah.

"Ma ... ma sudah ti ... dak kuat la ... gi, Sayang," lirih wanita itu terbata-bata.

"Mama nggak boleh pergi! Aya janji, Aya akan jadi anak yang penurut. Aya juga janji akan memenuhi semua keinginan Mama hiks ... hiks." Air mata Kanaya semakin mengalir deras, hatinya benar-benar merasa sakit saat melihat orang yang sangat disayangi dan dicintainya sudah tidak berdaya lagi.

"Aya ... beneran mau ngelakuin apa yang Mama mau?" Kanaya mengangguk mantap mengiyakan ucapan Dania-Mama Kanaya.

"Aya mau ... kan janji ... sama Mama?"

"Aya janji. Aya bakalan ngelakuin apapun yang Mama mau." Kanaya tak ada hentinya menangis.

"Aya mau kan menuntut ilmu di Pesantren?"

"Ta-tapi Aya masih terlalu kecil Ma," ucap Kanaya menunduk. Perlahan tangan Dania terangkat, mengusap surai rambut Kanaya dengan lembut.

"Sayang, kita ke rumah sakit ya?" ajak Afgan-suami Dania.

"Ng-gak usah, Mas. Waktuku ... udah nggak la-ma lagi," lirih Dania terbata-bata.

"Mas, a-aku mohon jaga Ka-na-ya baik-baik." Mata Dania tertutup rapat.

"MAMA!" jerit Kanaya, tangisannya semakin menjadi-jadi.

"Sayang, bangun! Jangan tinggalkan aku sama Aya, aku mohon bangun. DANIA BANGUN! JANGAN TINGGALKAN AKU DAN AYA!!" Afgan berteriak histeris.

Hujan deras mengguyur kota, membasahi dua orang yang sedang merasa kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya. Dunia seolah-olah ikut bersedih atas kepergiannya Dania.

Flashback off.

"Aya mau ke Pesantren, asalkan Aya masih bisa tetap sekolah," putus Kanaya.

"Beneran, Aya mau ke Pesantren? Kalo soal sekolah, Aya tenang aja. Papa udah siapin Pesantren yang ada sekolahannya." Afgan memeluk Kanaya dengan penuh kasih sayang.
.
.
.
.
.
.
B E R S A M B U N G.




Kanaya [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang