Part 3

1 0 0
                                    

"Kamu kenapa,Mir, pucat begitu?"

"Apakah Farid Arsyad yang kamu maksud itu kakak kelas kita yang dua tingkat di atas kita?"

"Kirain aku kamu gak akan kenal sama calon suami aku ternyata kamu kenal. Gimana ceritanya bisa kenal sama calon suami aku?"

"Aku gak kenal hanya sebatas tahu."

Amira merasa dadanya sesak dan dan ingin menumpahkan rasa sesak itu dengan mengatakan 'Farid adalah ayah biologis dari anak yang aku kandung saat ini, hingga bagaimana mungkin aku tidak mengenal calon suamimu.' Tapi Amira mengingat bahwa orang tua Farid tidak menginginkan dirinya menjadi menantu. Untuk apa dikatakan bahwa Farid adalah ayah biologis dari anak yang dikandungnya. Karena menikah dengan Farid pun hanya akan menambah luka sakit hati bukan bahagia.

"Kamu nangis kenapa, Mira?"

"Aku bahagia, Ai, dengan pernikahan kamu. Yang aku tahu Farid itu anak dari keluarga terhormat, kaya dan juga dia tampan. Bagiku kalian serasi dan doaku semoga kalian langgeng."

"Aamiin."

Aisyah memeluk Amira dan Amira semakin menangis tergugu di pelukan Aisyah. Yang Aisyah tahu bahwa Amira menangis karena kebahagiaannya, padahal di di balik semua itu Amira adalah orang yang paling terluka dengan kabar pernikahan temannya itu.

"Semoga lancar sampai hari H, aku pamit pulang karena bunda sudah menjemput di gang depan."

Amira terpaksa berbohong padahal dia belum menghubungi ibunya untuk menjemput. Amira tidak sanggup melihat senyum bahagia Aisyah yang menanti hari bahagianya.

"Bunda..."

Setelah sang ibu dihubungi dan menjemput, Amira langsung membuka pintu mobil dan memeluk ibunya.

"Kenapa?"

"Aku gak sanggup dengan semua ini. Aku tahu kalau aku salah tapi kenapa Tuhan menghukumku seperti ini?"

"Ada apa? Tadi berangkat masih baik-baik saja. Apa ada yang terjadi dengan Aisyah?"

"Aisyah akan menikah bulan depan dan calonnya adalah Farid, bun. Mira gak sanggup dengan semua ini. Antar Mira ke masjid terdekat karena Amira ingin bersujud yang panjang meminta ampun sama Allah atas semua dosa Amira."

Yasmin sebagai seorang ibu jelas mengetahui rasa sakit hati yang dialami anaknya hingga dirinya ikut menangis pilu.

Yasmin membawa mobilnya ke sebuah masjid. Mungkin keduanya terlalu banyak dosa hingga musibah datang sebagai penegur.

Amira berdoa dengan khusyu, bahkan air matanya tak henti menetes. Orang-orang di luar sana menggunjing dengan kata-kata pedas tanpa mengetahui bahwa yang digunjing berjuang memohon ampunan atas semua dosa.

"Bun, kalau bukan karena bunda aku sudah pasti bunuh diri atau menggugurkan kandungan ini. Maaf kalau Amira tidak pernah membuat Bunda bangga bahkan malah membuat bunda malu dengan kelakuan Amira."

Amira mencium kaki ibunya dengan air mata yang terus saja berlinang hingga air mata itu membasahi kaki ibunya. Ibunya sampai menengadah menahan agar air matanya tidak kembali menetes.

"Ya Allah, maafkan putriku dan terimalah taubatnya. Ampuni aku yang lalai dalam mendidik juga membimbingnya hingga kau kirimkan musibah sebagai hukuman atas dosaku dan juga anakku. Jangan hukum anakku tapi hukumlah aku ibunya yang tidak mampu mendidiknya. Tolong sampaikan pada suamiku bahwa kami merindukannya," ucap Yasmin dalam hatinya yang terdalam.

Sang ibu mengangkat wajah Amira dan memeluknya dengan erat.

"Maafkan bunda juga yang terlalu sibuk mencari uang dengan dalih semua untuk kebahagiaanmu hingga bunda lalai dalam mendidik dirimu. Jangan merasa sendiri karena bunda akan selalu ada untukmu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang