Kenangan

17 4 1
                                    

Pada saat itu aku masih berada di taman kanak-kanak. Aku selalu enggan datang cepat ke sana, karena teman-temanku selalu mengolok-olokku dengan menyebutku gajah bengkak. Ya, waktu itu aku memang memiliki tubuh yang gemuk dengan badan yang tidak terlalu tinggi. Lebih mirip bola memang, haha. Aku seharusnya sudah siap berangkat pukul enam pagi karena jarak sekolahku dengan rumah cukup jauh untuk ukuran anak seumuranku tetapi aku selalu saja selesai rapi-rapi pukul tujuh kurang lima menit.

Aku harus naik angkutan umum satu kali dengan perjalanan hampir setengah jam. Untungnya aku selalu ditemani oleh asisten rumah tangga keluargaku yang aku panggil "Bibi". Tapi setelah bibi sampai mengantarkanku ke sekolah ia langsung pulang kembali ke rumah, jadi aku sendiri di sana. Tidak seperti teman-temanku yang ditemani oleh orang tuanya hingga pulang, aku hanya sendirian hingga bibi menjemputku kembali.

Oh ya, tadi aku sempat berkata jika aku sering diolok-olok. Meski aku sering diolok-olok aku selalu berusaha menjadi orang yang menyenangkan di sana. Aku selalu bertingkah konyol dan menjadi bahan tertawaan temanku karena sepertinya itu salah satu cara agar aku bisa diterima di sana walaupun aku harus jadi bahan olok-olok. Namun, dibalik itu aku merasa sendirian karena seperti tidak ada yang benar-benar ingin berteman denganku. Saat jam makan, di mana teman-temanku berkumpul di tengah aula untuk makan bersama, aku selalu pergi ke sudut aula untuk makan bekal sendiri.

Terkadang aku merasa muak dengan perkataan teman-temanku, pernah aku marah dan memukul temanku. Lalu ia menangis dan keluar kelas mengadu ke ibunya, ibunya menarikku keluar kelas dan memarahiku. Ibunya bilang bahwa aku menyedihkan, orang tuaku tidak menyayangi dan memedulikan aku karena tidak pernah mengawasiku di sekolah dan selalu membiarkanku sendirian di sana hingga aku dianggap menjadi anak yang liar dan nakal.

Saat jam kelas berakhir dan satu persatu temanku pulang bersama keluarganya, aku selalu berjalan sendiri ke warung kecil di pinggir jalan besar untuk menunggu bibiku datang menjemput. Suasana sekitar sekolah yang tadinya ramai hingga menjadi sepi. Aku tak berani untuk pulang sendiri naik angkutan umum ditambah aku juga tidak memiliki uang, kadang pemilik toko itu memberikanku cokelat stik secara cuma-cuma karena merasa kasihan padaku selalu menunggu sendirian tiap pulang sekolah.

Sesampainya di rumah, aku kembali sendirian. Kedua orang tuaku sudah pergi berangkat untuk bekerja lalu bibi setelah menyelesaikan pekerjaan rumah dan memasak langsung pulang ke rumahnya, ia tidak menemaniku hingga orang tuaku pulang. Aku selalu ditinggal sendirian di dalam rumah, tak jarang aku merasa takut berada di dalam. Aku lebih sering diam di teras rumah dan duduk di kursi panjang hingga aku tertidur sampai sore lalu bibi atau jika ia tidak datang lagi aku dibangunkan oleh Ibuku yang baru pulang bekerja.

Malam harinya saat Ayahku pulang, kami kadang menyempatkan untuk makan bersama. Ayahku selalu menanyakan bagaimana hariku di sekolah lalu aku jawab ya, menyenangkan. Aku tidak pernah menceritakan hal buruk yang aku alami di sekolahku. Aku merasa itu akan menjadi beban pikiran untuk ke dua orang tuaku. Ayahku selalu berkata agar aku lebih semangat bangun pagi untuk pergi sekolah dan Ibuku hmm, ia lebih sering membentak dan memarahiku daripada mengajakku mengobrol pada saat itu.

Hari-hari berjalan sama, aku masih menjadi bahan olok-olok dan jika aku membalas malah aku yang akan dimarahi oleh orang tua mereka. Hingga pada suatu pagi guruku mengenalkan seorang murid baru seorang perempuan. Entah dia murid pindahan atau memang murid baru, aku mana memikirkan hal itu pada saat anak-anak. Namanya adalah Rara, seingatku. Selebihnya yang aku ingat ia memiliki kulit putih, mata yang sedikit sipit sepertinya, dan dia memiliki senyum yang sangat manis dan tulus.

Aku termasuk anak yang pemalu untuk berkenalan dengan orang baru pada saat itu. Rara langsung dikerumuni anak-anak yang lain, mengajak berkenalan, dan diajak untuk duduk bersama. Aku? aku hanya memerhatikan mereka semua dari kursi pojok paling belakang. Aku terlalu malu dan juga merasa tidak terlalu tertarik untuk berkenalan. Lagi pula kalau aku maju ke depan mereka semua pasti langsung mengolok-olokku.

"Halo, namaku Rara."

Aku yang sedang menunduk terdiam tiba-tiba terkejut dengan uluran tangan darinya. Ia memperkenalkan dirinya dan ingin duduk satu meja denganku. Mungkin karena meja yang lain sudah penuh dan hanya mejaku saja yang masih ada sisa untuk satu kursi lagi.

"Hai Ra, aku Ge."

Aku membalas uluran tangannya dan memperkenalkan diriku. Aku merasa sangat malu dan tidak berani mengobrol dengannya.

"Eh Ra, kamu kenapa duduk sama Ge. Dia itu gajah bengkak nanti kamu diinjak haha."

Sontak seisi kelas tertawa, aku hanya terdiam merasa malu. Aku sedang tidak ingin menjadi orang yang menyenangkan pada saat itu. Rara tidak ikut tertawa, ia menarik kursi dan langsung duduk di sampingku.

Beberapa hari telah terlewat aku sudah bisa mengobrol dengan Rara, dia anak yang menyenangkan dan seru. Dia selalu bisa membuatku tertawa, benar-benar tertawa bukan tertawa karena harus berpura-pura. Aku turut senang juga karena tingkah laku konyolku ia tertawa, itu adalah saat-saat yang menyenangkan, tingkah konyolku yang biasa tidak tulus aku lakukan kini dengan senang hati aku berikan untuk membuat Rara tersenyum dan tertawa mulai saat itu hari-hariku terasa lebih bahagia.

Pada saat itu sedang pelajaran menulis huruf, aku menulis huruf "a" sama seperti yang sedang kalian lihat saat ini tetapi dia menulis dengan gaya yang berbeda. Aku bertanya padanya dan menganggap itu salah, hingga saat aku pulang dan bertanya pada Ayahku, ia berkata bahwa memang huruf "a" ada beberapa gaya. Saat itu aku merasa bodoh dan esoknya aku minta maaf pada Rara. Hingga sampai saat ini jika aku menulis huruf "a" itu adalah huruf "a" yang sama seperti yang Rara buat.

Hari sabtu pagi, seperti biasa kelas sedang berlangsung. Hari itu adalah pelajaran kesenian, semua anak dikelas dibebaskan berkreasi membuat apa saja dari secarik kertas origami. Aku yang tidak mengerti harus membuat apa bingung sendiri harus bagaimana, karena hanya diberi waktu sepuluh menit. Rara terlihat sedang melipat kertasnya lalu kertas kosong itu berubah menjadi sebuah pesawat kertas. Sedangkan aku hanya meremas-remas kertas berharap itu bisa jadi sebuah maha karya. Rara yang melihatku tertawa, ia bertanya apa yang aku buat. Aku yang malu lalu berkata bahwa aku sedang mencoba membuat meteor.

Ia semakin tertawa mendengarku, lalu Rara memberikan saran untuk membuat pesawat kertas seperti yang dibuatnya. Ia mengajariku bagaimana cara membuatnya, itu pertama kalinya aku merasa ada orang yang ingin membantuku. Biasanya anak-anak di kelasku hanya menertawakan dan menyebutku gajah bodoh karena tidak bisa membuat sesuatu. Setelah pesawat kertas itu jadi, guru berkeliling dan menilai. Lalu beberapa anak yang membuat pesawat kertas diminta untuk menerbangkan pesawat kertas tersebut.

"Ini buat Ge."

Rara memberikan pesawat kertas miliknya padaku, aku merasa kebingungan. Kenapa ia tidak menerbangkannya dan malah memberikannya padaku. Apakah Rara mengira bahwa aku bercita-cita menjadi seorang pilot? Atau dia tidak mengerti cara menerbangkannya? Rasanya tidak mungkin.

"Kenapa dikasih ke aku Ra?"

"Kamu mau aku menerbangkan dua pesawat sekaligus?"

Rara pada saat itu tertawa kembali lalu ia mengambil pesawat kertas milikku.

"Kita tukaran pesawat ya!"

Aku terdiam bertanya-tanya, kenapa harus tukaran pesawat. Kenapa tidak langsung diterbangkan saja, lagi pula pesawat yang aku buatkan tidak bagus berbeda dengan yang Rara berikan padaku.

"Kita saling simpan pesawat ini, aku simpan punya Ge dan sebaliknya"

Pada saat itu aku hanya mengiyakan dan kami menyimpan masing-masing pesawat kertas yang kami pegang. Tanpa aku mengerti apa maksudnya, apakah itu sebuah janji, ataukah itu hanya ucapan iseng dari seorang anak TK. Namun, yang pasti aku senang Ra terima kasih banyak ya.

Oh ya, kamu tahu Ra? Aku masih menyimpan pesawat kertasmu hingga saat ini.

Pria Pesawat KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang