Angin sore membuat kontak secara langsung dengan Arthur yang baru saja sampai di kediaman Bang Adam, canda tawa beberapa orang sudah dapat ia dengar dari luar. Tanpa pikir panjang ia melangkahkan kakinya menuju kediaman Adam, menemui Adam serta keempat tamu lainnya.
"Bro! Gua kira gak jadi ikut lo, tadi kata Adam mau nemenin adek," kata Kevin yang sontak menepuk pundak Arthur pelan.
"Gua tinggal dia," ceplos Arthur yang dibalas tawaan teman-temannya.
Abang Adam, Adam, selaku pemilik rumah mengajak Arthur untuk duduk dan bergabung. "Kak Arthur, lo kenapa gak manggil gua Adam?" Tanya Adam kepada Arthur.
"Biar sopan," jawab Arthur pelan. Bahkan masing-masing dari mereka sudah tau bahwa Adam adalah mahasiswa fakultas paling muda di angkatan mereka, jelas ucapan Arthur membuat mereka semua tertawa.
Jun hanya menggeleng, ada keinginan untuk meledek keempat teman kuliahnya dengan kata ‘Bocah’ tapi beliau takut diserang balik. "Harusnya santai aja Thur, semakin kita menua pasti dunia jadi lebih santai."
"Contohnya gimana Bang?" Heran Mahendra, ia selalu mendengarkan kakak tertua dengan seksama.
Jun cengengesan kemudian menjawab, "Contohnya gua gak usah manggil kalian pakai gelar, hehe."
Semua mata menatap Jun Adnan Pribadi, salah satu dari mereka mulai berbicara. "Menurut pandangan gua penggunaan kak, bang, dan lain-lain sering mengakibatkan suasana canggung antar pihak," jelas Adam.
"Setuju. Walaupun bersikap sopan itu diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, tetap aja pendekatan sosial dengan cara yang terlalu baik malah menimbulkan kecanggungan bahkan kecurigaan lawan bicara," lanjut Mahendra.
Telinga Arthur panas, tujuannya ikut berkumpul di rumah Adam adalah menghindari perbincangan berat. Saat di rumah Arthur selalu mendengar adiknya belajar dengan metode berbicara sendiri, dia tak menyangka teman-teman barunya juga tak kalah ambisius dalam membahas materi serius.
"Udah anjir, gerah," ucap Jun.
Tiga kata yang dilontarkan Jun cukup untuk membuat mereka mengganti topik ke arah yang lebih santai, entah bagaimana sekarang mereka sedang membicarakan perempuan-perempuan cantik yang satu fakultas dengan mereka.
"Dia emang keliatan judes tapi pas gue chat ternyata baik banget, hampir luluh hatiku, wadaw," kata Jun saat sedang membicarakan perempuan bernama Olivia.
Kevin tertawa mendengar curhatan Jun, dia berkata, "Semua aja bikin luluh hati!" Dia diam sejenak sebelum melanjutkan, "Amy juga cantik ya, kalem gitu anaknya."
Mahendra yang mendengar nama teman SMA-nya disebut langsung menjawab, "Sayangnya udah ada gandengan, cakep, anak kedokteran kalau gak salah."
"Widih kedokteran bos, mundur dah gua mundur," canda Kevin yang masih memasang muka datar.
Arah obrolan ke-lima pria tersebut tidak bisa ditebak, bahkan mereka sempat membahas pacar Amy yang katanya bernama Jamil karena Kevin terlalu penasaran. Banting setir adalah satu hal yang selalu dilakukan dalam sebuah obrolan, dari a hingga z semuanya mereka bahas.
"Gua gap year soalnya cuma mau masuk HI, sempet keterima di ilmu ekonomi bareng dua temen deket gua tapi ya namanya gak tertarik akhirnya gua gap year aja," curhat Jun yang didengarkan oleh ke-empat pria lainnya.
Arthur yang mendengar itu langsung teringat adiknya dan berkata, "Adek gua pengen masuk ekonomi tau bang, padahal dia anak IPA yang ambis gitu."
"Tumben, biasanya anak IPA ambis ngejar jurusan hukum atau HI buat linjur," jawab Jun terheran-heran.
"Gak tau, aneh emang," kata Arthur. Mahendra yang penasaran akan hal itu karena ternyata dulu dia satu bimbel dengan Arthur bertanya, "Adik lo yang mana sih?"
"Cantik gak kak?" Tambah Adam. Arthur membeku karena tidak tau harus berkata apa, ditambah dia tidak ingin adiknya dikenal oleh teman-temannya.
Arthur kemudian membalikkan pertanyaan kepada mereka, "Gua ganteng gak? Ya kira-kira seperti itu lah adek gua."
"WADAW PROTEKTIF!" Heboh Jun.
Arthur hanya tertawa mendengar candaan teman-temannya yang berkata bahwa mereka akan berusaha untuk menemukan adik perempuan Arthur. Awalnya mereka semua antusias namun setelah mengetahui adik Arthur kelahiran 2004, Jun mulai tidak percaya diri karena jarak usianya paling jauh.
"Dulu gua pernah dipanggil om sama sepupu yang kelahiran 2004 juga, sejak hari itu gua ngerasa masa remaja gua udah on the way ke the end," jelas Jun. Adam tertawa paling puas, Jun yang sakit hati hanya menutup mata dengan wajah dramatisnya.
H
ari itu penuh canda tawa bagi Jun dan Nina, satu yang tidak mereka tau bahwa tak lama lagi kebahagiaan yang baru akan mereka temukan.
Justin : "Siapa yang besok mau nemenin gua ke sekolah?"
Mayang : "Diiih ngapain lu ke sekolah?"
Travis : "Kan dia melihara lele, Dit."
Justin : "GAK USAHSOTOY, APIS."
Jihan : "Gue kayaknya gak bisa deh soalnya besok ada les gitu ... Maaf ya, Tin."
Mayang : "Males gue tapi kalau mau main ke rumah gue sih ayo bangeeeet."
Nina : "Sama gue deh tapi lo jemput ya, gue mau ngambek sama kak Arthur."
Justin : "SIAP NINANINU, JAM 9 YA!"
Travis : "Kalau lo udah selesai dari sekolah kita ngumpuldi rumah Mayang gimana?"
Nina : "Setuju banget, gue kangen kalian huhuhu."
Jihan : "Pokoknya kalau lo pada ngumpul, wajib video call gue, titik."
Perbincangan terus berlanjut sampai matahari mulai terbenam, Arthur akhirnya pulang bersamaan dengan kedua orangtuanya. Sekarang Nina sedang bersantai dengan menonton YouTube tanpa menghiraukan Arthur yang meminta headphone miliknya kembali.
Biar tau rasa, suruh siapa dia pergi terus, pikir Nina dengan senyum puas yang terukir di wajahnya. Arthur tidur dengan amarah yang ia kubur dalam sedangkan Nina mengakhiri hari dengan senyuman, impas sudah.
* * *
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.